Udzur Makmum Yang Tertinggal Imamnya
Seorang makmum diperkenankan tertinggal oleh imamnya jika dia berada dalam 9 keadaan.

Tanggal           : Senin, 8 Januari 2024
Kitab               : Al Aham
Karya              : Al Habib Hasan bin Ahmad Al Kaff
Guru                : Al Ustadzah Syarifah Aisyah Farid BSA
Tempat            : MT Al Humairo

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

Al Imam Ghazali pernah berkata,
Ilmu tanpa amal itu umpamanya seperti pohon tanpa buah.”

Jika kita melihat ada pohon yang tidak mempunyai buah, maka pohon itu mungkin sama halnya seperti manusia yang merasa jika dia tidak punya keturunan. Jika kita hari ini bertemu orang yang lama tidak dikaruniai oleh Allah keturunan pasti kata-kata yang terucap dari lisannya,
Doain biar cepet dapat momongan.”
Kenapa? Karena anak itu identik dengan buah hati, buah cinta dari ikatan suatu hubungan.

Maka jika ada yang melihat manusia tidak dianugerahkan buah hati, mereka bersedih sampai akhirnya di fase ikhlas. Tapi di hati mereka pada umumnya awal-awal merasa,
Saya salah apa? Saya kurang apa? Kok saya belum dikasih keturunan, kok saya ngga dipercaya sama Allah untuk mengemban amanah, kok Allah ngga mau kasih saya momongan?

Padahal, orang tidak punya anak itu tidak ada aibnya. Tapi orang kelihatan antusiasnya mau punya momongan. Baru menikah berapa bulan saja udah ditanya, “udah isi belum?”
Coba kita merenung, seorang manusia merasa dirinya sempurna bila mereka mendapati keturunan, seolah wanita merasa bahwa perannya sebagai seorang wanita betul-betul berjalan dengan semestinya.

Tapi berapa banyak dari kita yang memiliki rasa antusias dan ingin yang sangat tinggi kepada ilmu yang kita dapati selama ini untuk diamalkan? Karena ternyata ilmu yang kita amalkan itu hakikatnya jauh lebih berarti daripada buah hati yang kita lahirkan.

Maka dari itu, Imam Ghazali memberikan perumpamaan,
Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”

Artinya dia tidak mengeluarkan sisi manfaat sedikitpun dari adanya. Kita tidak membicarakan fungsi pohonnya, tapi keumuman dari fungsi pohon itu membuah. Punya sesuatu yang bisa kita makan. Itu buah dari hasil dirinya. Dari sebuah pohon, pada saat dia berbuah dia merasakan fungsinya bahwa dia berguna. Jika kita melihat pohon duku tapi tidak berbuah,
Ini pohon ngga ada fungsinya.
Fungsinya hanya asal ada aja untuk memberikan naungan, keteduhan, dan lain sebagainya.

Tapi Imam Ghazali memberikan perumpamaan sama kita, ilmu yang kita dapat, ilmu yang kita hadiri, kita diajak membaca burdah seutuhnya, diajak lagi membaca muhammadiyah, diajak lagi membaca mudhoriyah, mau mengingatkan kepada kita bahwa sebentar lagi tawaqufan. Jika sudah datangnya momen tawaqufan, biasanya majelis ta’lim sudah tidak ada. Orang sibuk nafsi-nafsi dirumah. Akhirnya mencari-cari mana majelis ta’lim yang masih buka. Lalu datang untuk menghibur rasa rindunya. Tapi umumnya, majelis ta’im ditutup.

Kenapa ditutup?
Mau memberikan kita kesempatan untuk fokus dalam amal. Jika kemarin-kemarin ngaji mungkin suaminya kurang diperhatikan,
Kamu tuh ngaji mulu, kapan si waktunya buat saya?

Maka, momennya waktu kita lagi tawakufan puas-puasin menghadapi dia yang banyak. Sama seperti juga anak umpamanya. Jika waktu kemarin sangat aktif dengan pengajian sampai terkadang,
Ya Allah, anak ana berapa kali ngajak jalan ngga kesampaian.”
Ternyata ibunya ketua pengajian, ibunya banyak acara, ibunya banyak undangan, maklum. Seumpamanya seperti itu, momen tawakufan pergunakan dengan baik amalnya itu selama ini diajarkan bagaimana muamalah kita sama anak, dan lain sebagainya. Dan menahan diri, menahan emosi, menahan mulut, menahan mata, menahan telinga, apalagi sampai kita mau masuk bulan Rajab, mau masuk bulan Sya’ban, mau masuk bulan Ramadhan.

Jangan sampai selama ini kita belajar tapi amalnya tertinggal. Maka, jika kita yang hari ini belajar sama layaknya sebuah pohon tumbuh tapi tumbuhnya tidak membuahi. Ada manfaatnya tidak? Masih ada.

Orang yang belajar, setidaknya jika dia belum mampu mengamalkan, maka dia masih lebih baik daripada orang yang dari awal tidak belajar.

Apalagi sampai bicara,
Ana belum siap beramal, jadi ntar dulu dah belajarnya.

Orang yang belajar tapi masih berupaya untuk beramal itu jauh lebih baik daripada orang yang memilih sama sekali tidak mau belajar.

Orang yang hanya belajar, dia mirip dengan pohon, dia hanya tumbuh. Semakin dia tumbuh, semakin rindang. Orang bisa berteduh, ada oksigen, ada manfaat.

Jika orang yang belajar tidak mampu mengamalkan semua ilmu yang dia pelajari, setidaknya pelajaran (ilmu) yang dia pelajari itu bisa melindungi dirinya sendiri.

Tapi jika dia beramal, karena amalnya itu berapa banyak kebaikan yang akan didapat oleh orang-orang?

Satu pohon berbuah bukan hanya satu kilo jeruk. Satu pohon tidak berbuah hanya satu kilo anggur. Satu pohon itu tidak berbuah hanya satu kilo pepaya, tapi bisa berbuah-buah. Dan satu biji buah itu punya biji berapa?

Dan bayangkan, setiap diantara kita yang beramal, di dalam kebaikan ilmu yang sudah kita dapat, lihat tabungan kebaikan yang akan kamu dapat dari keuntungan yang Allah janjikan. Satu pohon berbuah, katakan buahnya hanya dapat satu kilo, tapi satu butir buah mempunyai biji berapa banyak? Satu biji bisa menumbuhkan pohon lagi. Dan lihat, berapa banyak amal yang bisa kau bawa sampai kau wafat lantaran banyaknya hasil yang sudah kau lakukan dari ilmu yang kau pelajari selama ini?

Ketika kita belajar, jangan hanya kita kejar diri kita untuk belajar tapi saat giliran untuk amal belum siap, “Nanti dulu, belum mau.”

Padahal Imam Ghazali di dalam kitab Bidayatul Hidayah, beliau sudah menekankan kepada kita,
Jangan pernah sombong kalau kamu selama hidup hanya bisa mengerjakan yang wajib. Karena yang wajib yang kamu kerjakan itu hanya sebagai modal.”

Fardhu lima waktu kita mah alhamdulillah ngga pernah tinggal.”
Itu harus dan itu bukan sesuatu yang patut kau banggakan. Walaupun alhamdulillah kau menjadi pilihan Allah sebagai seorang hamba yang menjalankan kewajiban.

Ada orang puasa Ramadhan tapi dia sombong,
Kita mah alhamdulillah kalau Ramadhan datang ngga pernah ngga puasa.

Datang zakat, momennya zakat,
Alhamdulillah kita mah kalau zakat dari tahun ke tahun ngga pernah ninggal. Kita mah zakat alhamdulillah si ini kita bagi, si itu kita bagi.”

Imam Ghazali mengatakan, saat orang mengerjakan yang wajib, ibaratnya seperti dia sedang berdagang dan punya modal usaha. Modal usahanya itu sholat wajib. Artinya jika ada orang berdagang tapi yang balik hanya modal, untung tidak?

Ada orang hidup,
Kita mah jalanin yang wajib-wajib aja
Sama seperti orang berdagang tapi yang penting modalnya balik. Jadi untuk apa berdagang?

Orang hidup itu diperintahkan untuk ibadah, yang dicari ridhonya Allah, mau masuk surga yang ada Rasulullah, ingin ada di barisan Sayyidah Fathimah. Itu cita-cita kita semua.

Seperti orang setiap hari berdagang,
Ditanya, “Kamu mau apa?”
Lalu dijawab, “Ana mau punya mobil, rumah, punya ini itu.”
Ditanya kembali, “Gimana untungnya?”
Dijawab, “Alhamdulillah tiap dagang balik modal.

Asal kamu tahu, yang wajib yang kamu kerjakan itu adalah modalnya. Kapan kamu dapat untung? Disaat kamu berhasil mengerjakan perbuatan sunnah-sunnah lainnya. Saat kamu menambahkan adanya dhuha, tahajud, witir, qobliyah ba’diyah, pelan-pelan kamu menambahkan dzikir, sholawat, istighfar, setahlil tiap hari.

Amalan-amalan diluar kewajiban yang kita lakukan itu adalah pahala yang disebut keuntungan dari dagangan yang kita dagangkan selama ini.

Ada tambahannya, “…jika modal usahamu tidak ada kerugiannya.”

Gimana rugi?
Orang punya modal Rp 100.000. Katanya mau balik modal. Tapi saat balik modal ternyata piringnya pecah. Uang Rp 100.000 memang balik tapi perlu membeli piring baru. Rugi atau tidak?

Jika kamu mempunyai perbuatan sunnah, dia (sunnahmu) menambal kerugian dari wajibmu.

Ada orang sholat wajib tapi tidak khusyuk, sholat wajibnya ternyata tidak sempurna, sholat wajibnya tidak benar. Walaupun mengerjakan sholat wajib tapi ada yang bolong. Siapa yang menambal bolongnya? Tidak ada yang lain, kita sendiri. Kapan itu yang bolong tertambal? Saat kamu punya tambahan lebih dari amal ibadah yang kamu perbuat selama ini.

Jadi saat kita punya dhuha, tahajud, punya sholat-sholat lain, saat Allah lihat waktu kita sholat dzuhur ternyata waktunya mepet, waktu sholat dzuhur ternyata tidak benar, waktu sholat dzuhur ternyata ada yang salah. Kapan kita yang tidak sadar kepada Allah kekurangan itu ditambal dengan sunnah-sunnah yang kita perbuat.

Maka dari itu, rugi jika ada orang bicaranya sangat pintar,
Kalau amal mah jangan banyak-banyak yang penting-penting aja, yang wajib-wajib aja.”
Betul yang penting-penting aja, tapi berarti mereka tidak betul-betul memahami konsep kita di dalam beramal kepada Allah.

Kita jaga siapapun dari kita alhamdulillah yang diberikan kesempatan oleh Allah hari demi hari duduk dimajelis ilmu, belajar, menuntut ilmu, mendengar ilmu, ayo amalnya. Jangan mau kalah dengan setan. Kemarin sudah teguh dengan niat, hanya dikipas-kipaskan, kata setan,
Balik, balik, balik.” ternyata dia balik.
Jangan mau kalah. Sudah belajar, ayo teguhkan, tekuni, semangat.

Ada orang chat saya,
Ustadzah saya ini lagi nuntut ilmu tapi saya lagi di titiknya males, lagi lemah. Kayaknya ngga tahu iman lagi turun atau apa ngga paham. Pokonya lagi di titik males. Yang tadinya semangat tau-tau males. Ada ngga amalannya, bacaannya Ustadzah kalau lagi males?”

Bacaan tidak ada. Rasulullah ﷺ sudah mengatakan dari awal, minta kita mau rajin mau malas diperintahkan membaca

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Itu salah satu doanya,
Aku berlindung kepadamu ya Allah dari ketidakberdayaan dan rasa malas.”
Kamu lagi semangat dan tidak lagi semangat, itu doanya.

Jika lagi down, mau belajar malas, mau mengerjakan kebaikan malas, itu kenapa?

Ulama menjawab,
Kalau penuntut ilmu ditengah-tengah nuntut ilmu tau-tau males, tau-tau patah semangat, tau-tau ngga punya gairah dalam menuntut ilmu, coba lihat niatnya kemarin, coba ingat-ingat sama niatnya diawal.”

Saat belajar niatnya apa?
Saat mau jauh-jauh menuntut ilmu niatnya apa?

Waktu ibu kemarin susah-susah izin kepada suami mau ta’lim, saat mau datang belajar meninggalkan rumah, sangat pagi dirapihkan, dibersihkan, anak cepat-cepat dirapihkan diberi makan disuapkan,
Umi mau ngaji hari ini.” itu semua butuh effort.

Kenapa waktu itu semangat?
Semangat itu ada tujuan, ada niat.
Kemana niat itu?
Ingat lagi dari awal. Jangan lihat sebab malasnya.

Karena jika ditanya, sebab malas pasti karena maksiat, sudah pasti. Sebab malas karena kamu mungkin melakukan sesuatu yang melanggar syariat, bisa jadi. Setelah tidak sengaja duduk-duduk ternyata ghibah, akhirnya semangat kita dalam taat berkurang. Lagi duduk asik-asik ternyata membuka aib orang, umpamanya tidak sengaja lagi membicarakan aibnya fulan terbuka aibnya, akhirnya semangat kita dalam kebaikan berkurang. Itu sebabnya.

Tapi bagaimana cara mengembalikan semangat itu?
Balikkan niatmu di awal. Niatnya ingat lagi.

Jika ulama mengatakan,
Sebabnya ada kerenggangan didalam niat.”
Artinya lupa dengan tujuan niat diawal yang akhirnya memicu kita sampai hari ini setengah-setengah dalam berbuat.

Saat hari ini belajar niatnya apa?
Saat datang ta’lim niatnya apa?
Saat kita mau mencari ilmu niatnya apa?
Pada saat niatnya lurus, benar, dan sungguh-sungguh, itu juga yang akan memicu kamu untuk berbuat taat di sepanjang waktu. Tapi jika niatnya dari awal sudah salah, niatnya dari awal sudah tidak ada, maka pada akhirnya saat datang waktunya taat, datang waktunya amal, akhirnya kamu malas.

Saya temukan berapa banyak orang dari kalangan mana saja, dia notabene nya hijrah, berubah pakaiannya, syar’i lengkap kostumnya tapi seolah itu hanya gambaran yang mau tidak mau menjadi stylenya hari ini. Hanya mau tidak mau alasannya.

Ada tidak yang bertambah? Belum terlihat.
Bertambah apanya? Ilmunya, taatnya, semangatnya, ghirohnya, dan lain sebagainya.

Coba kita yang menuntut ilmu, semangat ghirohnya bagaimana? Setidaknya aplikasikan ilmu kita, terapkan di dalam kehidupan. Nanti datang bulan Rajab pasang niat, minta ampun kepada Allah, siap-siap istighfar yang banyak kepada Allah, mau gugur dosa nya kepada Allah. Siap-siap istighfarnya jalan berarti menjaga diri dari maksiatnya juga harus jalan. Istighfarnya jalan berarti dia berusaha menahan diri dari perbuatan salahnya jalan. Pada saat istigfarnya jalan berarti dia menahan diri dari hal-hal yang melanggar. Semuanya jalan seiring dari upaya dia saat menuntut ilmu niatnya banyak.

Maka ingat, jika seseorang tidak mendapat buah hati tersiksa batinnya dan bersedih, patutnya kita yang hari ini punya banyak ilmu namun belum beramal harusnya jauh lebih bersedih. Karena artinya kau adalah manusia yang belum berguna bagi dirimu sendiri.

SESI TANYA JAWAB

  1. Apa saja yang boleh kita lakukan saat menunggu waktu isyroq dari sholat shubuh? Apakah boleh merubah posisi duduk? Dan apa boleh kita (istri) mengaji dengan suami?

Jawab
Apa saja yang boleh kita lakukan saat menunggu waktu isyroq?
Seluruh amal kebaikan diluar urusan dunia. Segala amal kebaikan berarti disitu terdapat membaca Al Qur’an, dzikir, wirid harian yang dibaca, semua itu boleh kita amalkan.

Bagaimana dengan posisi duduk?
Menurut Al Habib Salim bin Abdullah As Syathiri,
Jika kamu posisinya di masjid atau di mushola, maka saat kamu sholat lalu kamu mau baca Al Qur’an, sementara di masjid itu lemarinya jauh, kamu boleh bangun untuk mengambil Al Qur’an (dengan catatan masih di dalam masjid). Tapi jika posisinya bukan di masjid atau di mushola, kamu harus mempersiapkan segalanya sebelum sholat.”

Jadi, yang sholatnya di kamar, bukan setelah sholat shubuh ke dapur dulu, menyalakan kompor lalu membuat kopi, lalu balik lagi ngaji.

Ya ustdzah kita masih punya suami, bagaimana dong?
Kita mengurus suami hukumnya apa? Wajib.

Ibu punya suami jam enam kopi harus sudah ada. Berarti ibu harus mengurus kopi suami sebelum jam enam. Tapi ibu mau mengerjakan sholat isyroq yang hukumnya sunnah. Jadi sebenarnya membuat kopi suami dengan sholat isyroq mana yang lebih utama? Suami.

Kecuali ibu mau bernegosiasi dengan suami. Artinya negosiasi yang diiringi dengan keikhlasan,
Pak, aku hari ini mau isyroq, mau dapati pahala sholat sunnah isyroq, boleh ngga kopinya telat dikit?
Katanya “Boleh ngga apa-apa.
Ridho dia, maka jalani (sholat isyroq).

Jika dia tidak ridho, maka jangan sedih. Ada waktunya nanti. Jika tidak dapat waktunya ternyata kita yang pergi duluan, maka sudah dapat niatnya. Agar ibu bisa mengimbangi dulu. Karena mendapatkan pahala yang disebutkan tadi (sempurna, sempurna, sempurna) syaratnya sholat, duduk ditempat sholatnya dia, dzikir, wirid tidak bangun, tidak gerak. Jika hanya mengubah posisi duduk boleh, tapi jika bangun itu yang menjadi masalah. Duduk diam, wirid, dzikir sampai isyroq, lalu sholat dapat pahala haji dan umroh sempurna, sempurna, sempurna.

Bagaimana boleh tidak kita duduk ngaji dengan suami?
Jika ditanya, boleh. Yang penting duduk ditempatnya.

Bagaimana perempuan ngaji tahsin dengan orang laki-laki?
Selagi guru tahsin wanita ada, maka tidak diperkenankan perempuan tahsin dengan guru laki-laki. Kecuali saat belajar memakai satir. Ibu dimana, guru tahsin dimana. Seperti di pesantren-pesantren pada umumnya. Tapi jika halaqoh-halaqoh dan guru laki-laki yang mengajarkan, ibu tahsin, membaca ngaji dengan dia, dia yang menyimak, selagi masih ada guru perempuan, maka guru perempuan yang harus belajar dengan ibu, bukan guru laki-laki.

  1. Bolehkah menangis di tengah mengerjakan sholat wajib? Posisinya saat menjadi imam.

Jawab
Menangis di dalam sholat dianjurkan tapi dengan catatan tidak membatalkan sholatnya.

Bagaimana tangisan yang membatalkan sholat?
Tangisan yang ada suaranya. Artinya terisak-isak. Itu tidak boleh sehingga membuat batal.

Dan biasanya jika seseorang menangis, maka cairan hidungnya keluar. Bagaimana hukumnya? Keluarnya tidak masalah, yang bermasalah saat cairannya ditarik. Menarik-narik lendir itu tidak boleh. Cukup yang menetes dan yang mengalir saja yang diusap.

Bagaimana jika menjadi imam?
Boleh seseorang yang menjadi imam menangis di dalam sholat. Terkadang kita dapati imam di Masjidil Haram Menangis. Terkadang kita dapati Sayyidil Habib Umar juga saat memimpin sholat di bulan Ramadhan menangis, tapi tidak lama. Kadar menangisnya itu cukup..

Kapan boleh menangis yang lama?
Boleh saat sholat sendiri. Tapi jika sholat berjamaah, apalagi menjadi imam, kamu harus pintar mengendalikan diri, mengendalikan emosi. Maka dari itu, jika kita sholat di haram atau di mana, lalu imamnya menangis, itu berapa lama? Tidak lama. Habib umar berapa kali menangis? Berapa lama? Tidak lama.

Jadi hukumnya boleh. Namun jika menjadi imam, kamu harus tahu diri karena imam itu punya tanggung jawab yaitu tidak mempersulit makmum di belakang.

  1. Apa hukum wanita haid duduk kajian di mushola karena dia berpendapat mushola berbeda dengan masjid?

Hukum mushola dengan masjid jelas berbeda. Jika kembali kepada fatwa salafuna sholeh seperti habibnya kita, masyaikhnya kita, misalnya Sayyidil Habib Umar.

Di Daar Zahro ada mushola Ahlul Qisa. Perempuan-perempuan disana jika sedang haid di larang masuk oleh Habib Umar karena beliau menjunjung kehormatan mushola. Tapi jika kembali ke asas hukum fiqih, yang dilarang mutlak adalah masjid. Namun jika mushola masih diperbolehkan.

Jadi kalau dia ber statement, “Mushola itu beda dengan masjid.”
Ya, memang beda. Kedudukannya juga beda. Maka diperbolehkan wanita haid datang kajian di mushola. Tapi selagi ada terasnya, kamu duduk diluar untuk menghormati mushola. Jadi tidak menyepelekan.

  1. Apa hukum bermain game online yang berhadiah? Hadiah itu berbentuk uang dan digunakan untuk membayar listrik dan lain-lain. Dan apa hukumnya memakai uang hadiah dari game online tersebut?

Jawab
Game online ­masuk kategori judi. Dia masuk kategori judi padahal kesannya kita tidak memasukkan dan menaruh uang dulu sebelumnya. Darimana judinya? Dari kamu yang mendaftarkan diri masuk ke dalam game online itu. Dia menarik uang dari kamu punya pulsa, internet, gigabytenya, itu yang disedot oleh mereka. Saat kamu bermain, kamu tidak sadar ada sesuatu yang terbuang disana. Umumnya game online yang menghasilkan uang itu adalah game online yang unsurnya jelas-jelas judi.

Jadi jika ditanya, boleh atau tidak?
Bermain game nya saja tidak boleh walaupun uangnya tidak dipakai. Karena itu termasuk kategori telah membuang-buang waktu. Adapun terkait uang yang dipakai, jika kamu tahu hasil uang judi adalah haram, maka sekalipun kamu gunakan uang itu untuk membayar listrik atau membayar lainnya tetap haram.

Tapi bagaimana jika kita pakai uang itu untuk membayar listrik, tidak dimakan, dan tidak dimasukkan kedalam perut?

Seorang pemimpin bernama Umar Abdul Aziz, kala itu beliau menjadi khalifahnya orang muslim. Minyak lilin yang membuat lilin itu menyala yang beliau pergunakan dirumahnya, jika diambil dari anggaran negara tidak mau. Kenapa? katanya, “Saya ngga mau makan uang syubhat.
Di makan tidak? tidak.

Listrik ibu untuk menerangi ibu dirumah tidak? Untuk ibu sholat, ngaji, ibadah. Tapi jika sumber yang menerangi listriknya itu dari yang haram, yang ibu pergunakan dari dana yang haram, tidak boleh.

Orang yang seperti ini adalah orang yang sedang mengakali hukumnya Allah.

Mukena yang masih ada hutang saja, sholatnya tergantung antara langit dan bumi. Memakai baju untuk kebaikan ibaratnya. Jangan terlalu berani. Segitunya berhutang, bukan pakai yang haram. Mau menggunakannya untuk apa, selagi itu digunakan untuk dirimu sendiri maka tidak boleh.

Saya pernah bertanya kepada paman saya Habib Nagib,
Ada orang bertanya, uang bunga bank itu boleh ngga dipake untuk bayar telpon?”
Lalu Habib Nagib menjawab, “Ngga boleh. Selagi itu adalah kepentingan dirimu maka ngga boleh. Kalau kau gunakan untuk kepentingan maslahat baru boleh (uang bunga). Jangan mencari keuntungan untuk diri sendiri.

KAJIAN KITAB AL AHAM

Halaman 165

Setelah kita membahas tentang kesempurnaan bagaimana caranya kita menjadi makmum yang benar, selanjutnya adalah tentang udzurnya makmum boleh tertinggal dari imamnya itu sampai dimana batasnya. Kita tertinggal imam bolehnya kapan batasnya? Jadi, jika masbuk, terlupa sesuatu, apa saja si udzurnya bagi makmum yang tertinggal imam.

Uzurnya makmum yang tertinggal dari imamnya

Diperbolehkan bagi makmum tertinggal dari imamnya tiga rukun panjang. Rukun panjang apa aja?
Sebelum membahas rukun panjang, kita juga harus tahu rukun yang pendek.

Rukun yang pendek itu adalah rukun i’tidal dan rukun duduk diantara dua sujud. Dia rukun sholat tapi disebutnya rukun pendek. Adapun rukun panjang berarti selain daripada itu, berdiri dalam sholat baca fatihah, rukuk, sujud.

Seseorang boleh tetinggal dari imamnya, dengan catatan dia boleh tertinggal sampai imam itu mengerjakan tiga rukun panjang. Kapan udzur itu? Kapan itu diperbolehkan? Dalam 9 keadaan. Kamu boleh masuk kategori ini jika kamu berada dalam 9 keadaan ini. Tapi jika kamu tidak berada dalam 9 keadaan ini maka tidak boleh.

Seseorang makmum yang tertinggal, wajib dia menyegerakan diri untuk rukuk. Ini jika dia tertinggal, dia sholat dengan imam, imamnya sudah rukuk, sudah i’tidal, sudah sujud, sudah duduk lagi, sudah sujud lagi, sudah sampai berapa rukun?

Rukuk (rukun panjang), i’tidal tidak terhitung (rukun pendek), sujud pertama (rukun panjang), sampai sujud kedua (rukun panjang). Jika imamnya bangun dari sujudnya yang kedua, maka makmum harus menyegerakan untuk sebelum imam mengangkat kepalanya dia sudah rukuk. Dia tertinggal, maka dia buru-buru harus rukuk. Jika dia belum sempet rukuk, dan imam sudah bangun dari sujudnya yang kedua baik dia bangun untuk tasyahud atau dia bangun untuk berdiri karena masih ada rakaat misalnya, maka si makmum wajib niat mufaroqoh, jika sholatnya mau tidak batal. Harus berniat berpisah dari si imamnya, jika sholatnya mau tidak batal.

Atau kondisi lainnya juga dia boleh tetap mengikuti. Contoh ada orang sholatnya sangat lama. Baca doa iftitahnya sampai selesai, baca Al Fatihah selesai, imam sudah rukuk, imam sudah bangun. Ternyata saat dia lagi keasikan sendiri (ibaratnya), dia lihat imam sudah sujud yang kedua dan mau berdiri lagi.

Lalu bagaimana? Jika dia tetap mau gabung boleh, berarti dia tertinggal satu rakaat dari imam. Maka dia berada di posisi menyesuaikan. Imamnya sudah berdiri lagi, maka dia menjadi makmum disitu tapi dia perlu berdiri setelah imam salam satu rakaat. Ini mirip seperti masbuk. Itu jika dia tidak mau batal. Dia menambah rakaa setelah imam salam.

Jika kejadian itu terjadi, dia tidak niat mufaroqoh dia juga tidak menyesuaikan diri dalam mengikuti imamnya seperti yang tadi sudah diuraikan, maka batal sholatnya. Dia berjamaahnya sudah tidak sah, sholat sendirinya juga tidak sah. Sholatnya batal.

Seorang makmum diperkenankan tertinggal oleh imamnya dalam kondisi tiga rukun yang panjang jika dia berada dalam 9 keadaan ini.

  1. Makmum yang bacaannya lambat karena ketidakberdayaannya

Keadaan yang pertama adalah makmum yang bacaannya lambat karena ketidakberdayaannya. Bukan untuk orang yang bacaannya bisa cepat tapi dilambati. Katakan, orang tua yang memang bacaannya sudah terbata-bata atau orang gagap, atau orang cacat secara khalqi, dia punya satu kondisi yang memang membuat dirinya tidak bisa membaca cepat. Untuk kondisi orang yang seperti ini boleh tertinggal beberapa rukun dengan imamnya.

Jadi bukan yang sebenarnya bisa membaca cepat tapi di lambatkan, beda kondisinya. Tapi jika memang sudah tua, udzur membacanya pelan-pelan, maka bisa ma’fu. Atau dia punya kekurangan secara fisik atau kekurangan secara ucapan, seperti gagap, boleh. Tapi selain daripada itu tidak boleh.

  1. Makmum yang ragu sudah membaca Al Fatihah atau belum

Keadaan yang kedua adalah untuk orang yang ragu apakah sudah membaca surat Al Fatihah atau belum. Jadi untuk orang yang ragu. Jika ragu, dia langsung baca bagaimana? Baca. Kamu punya khususiyah (keistimewaan) diperbolehkan tertinggal dari imam tiga rukun panjang sebab ragu sudah membaca atau belum.

Biasanya yang sholatnyatidak khusyuk, tidak fokus, otaknya lagi dimana-mana, tiba-tiba imam sudah dimana, “Ana udah baca fatihah belum ya tadi?” Keraguannya bukan terkait batal tidaknya, tapi keraguannya terkait sudah baca atau belum Al Fatihahnya. Jika ragu, dia boleh baca dan dia diperkenankan diudzurkan untuknya tertinggal tiga rukun panjang.

  1. Makmum yang lupa membaca Al Fatihah

Keadaan yang ketiga adalah untuk orang yang benar-benar lupa, sama sekali tidak sadar belum membaca Al Fatihah. Setelah dia membaca iftitah ngelamun. Ternyata imam sudah bergerak, “Ana belum baca fatihah baru ingat sama sekali lupa”.

Baik dalam kondisi dia berada di rakaat pertama, rakaat kedua, atau dimana saja. Misalnya dia lagi banyak pikiran sehingga dalam sholatnya lupa, benar-benar lupa tidak baca Al Fatihah, maka jika dia mau menyegerakan diri untuk membacanya maka langsung baca.

  1. Makmum yang terlalu sibuk mengerjakan sunnah

Keadaan yang keempat adalah untuk makmum yang dia sudah ikut sholatnya bersama dengan imam, takbiratul ula nya bersama dengan imam, tapi dia menyibukkan diri untuk mengerjakan sunnah.

Baik dia masbuk atau dari awal. Saat dia ikut sholat dengan imam, dia sudah tahu imamnya bacaannya cepat atau dia tahu imamnya sudah selesai Al Fatihah, tapi saat dia takbir, dia repot menyibukkan dirinya membaca iftitah sampai imamnya rukuk.

Kita pernah bahas ini. Jika dia ikut dari awal lalu imamnya sudah rukuk, dia dapat rakaat tidak? Dia takbir bersama dengan imam. Ternyata imamnya mungkin tidak membaca iftihah atau imamnya mungkin bacaannya cepat. Imamnya rukuk. Dia lagi sibuk membaca iftihah yang mau habis tapi belum Al Fatihahnya. Dia masih iftitah, tiba-tiba imam takbir. Dapet tidak dia satu rakaat sampai imam i’tidal? Dapat, karena dia mengikuti dari awal.

Tapi jika orang datang masbuk, dia datang tapi imam takbir rukuk, apakah dia diperkenankan dapat udzur yang sama seperti keadaannya tadi? Tidak. Dia langsung rukuk dengan imam, Al Fatihahnya ditanggung oleh imam. Untuk orang yang sudah mengikuti dari awal tapi sibuk dengan sunnah, dia ikut dengan imam dari awal tapi dengan sunnah kerepotan, maka yang seperti ini disebut keadaan yang boleh darinya dia tertinggal tiga rukun panjang dari imam. Tapi jika orang masbuk, dia datang imam sudah rukuk, apa dia boleh sibuk membaca Al Fatihah? Tidak boleh. Dia harus langsung rukuk mengikuti imam.

  1. Makmum menunggu saktah (diamnya) imam, tapi ternyata kemudian imam rukuk sehingga makmum tidak punya waktu yang cukup untuk menyempurnakan surat Al Fatihahnya

Keadaan yang kelima adalah untuk orang yang menunggu atau orang yang diam karena diamnya dia itu karena menunggu imamnya yang diam.

Di dalam sholat itu ada saktah. Jadi dia terlewat baca karena dia menganggap imam sedang saktah, imam sedang diam sejenak. Anggaplah imam bukan diam sejenak, tapi ternyata imam membaca surat pendek dan langsung rukuk. Sedangkan makmum menunggu saktah imam. Setelah iftitah itu sunnah saktah. Makmum diam menunggu, dari awal takbir melamun, “Nanti imam baca baru ana mau ikut.”

Terkadang di dalam sholat, orang suka seperti itu. Tiba-tiba imam Al Fatihah, refleknya dia baca iftitah. Saat dia dalam saktah itu tidak lama dan makmum tidak punya waktu yang cukup untuk menyempurnakan Al Fatihahnya secara keseluruhan atau sebagian. Maka bagaimana kondisi yang seperti ini? Ini yang disebut dia diam untuk menunggu saktahnya imam, keasikan menunggu saktah sampai terlewat.

Saktah itu diam sejenak dalam sholat.

Untuk orang yang seperti ini juga diperkenankan baginya tertinggal tiga rukun panjang dari imam. Artinya dia boleh tetap melanjutkan Al Fatihahnya yang tertinggal sampai dia selesai. Tapi dengan syarat, tidak lebih dari tiga rukun.

  1. Makmum tertidur saat tasyahud

Keadaan yang keenam adalah untuk orang yang tertidur saat tasyahud. Batal tidak? Tidak, karena dalam posisi duduk. Sehingga wudhunya tidak batal.

Jika tertidurnya saat sujud? Wudhunya langsung batal. Tidur duduk tidak membatalkan atas asas tidur dalam posisi duduk. Saat dia terbuka matanya, tiba-tiba imam sudah sujud lagi, buru-buru dia bangun menuntaskan Al Fatihahnya. Dia ikut menyusul imam. Tapi jika dia ternyata tertinggal sholatnya saat maghrib misalnya sangat lelah hidupnya, tiba-tiba saat bangun sudah tertinggal, yang seperti ini langsung dapat tasyahud lagi, jika imam sudah tasyahud, maka jatuhnya berapa rukun dia tertinggal? Sudah ketinggalan 4 rukun. Berdiri, rukuk, sujud, jika sampai imamnya tasyahud (sholatnya maghrib) maka 4 rukun yang tertinggal. Dia sadar imam sedang tasyahud lagi, posisi duduk dia baru bangun, batal tidak sholatnya? Batal karena ketinggalan tiga rukunnya.

  1. Makmum tidak mengetahui secara jelas ketika imam takbir

Keadaan yang ketujuh adalah untuk orang yang menerka-nerka. Anggaplah orang ini buta. Dia takbir mendengar “Allahu akbar” atau dalam kegelapan dia sholat, atau suara imam yang terlalu kecil. Imam takbir, dia baru takbir. Dipikir takbiratul ihram, tapi ternyata imam takbir karena mau berpindah ke rukuk. Terlambat bukan?

Jika kamu pernah mengalami kondisi seperti itu, kamu sedang sholat tapi kita tidak tahu keadaan imam. Kita pikir imam lagi dalam gerakan apa, tapi ternyata imam berada di gerakan apa. Pasti saya rasa sewaktu-waktu kita bisa bertemu dengan keadaan itu, bukan hanya orang buta saja atau kita yang sholat dalam gelap, lampu mati atau suara imamnya pelan dan lain sebagainya. Kondisi yang seperti ini membuatmu jadi tercampur antara takbir berdiri dengan takbir rukuk, kamu tertinggal kamu tidak tahu kamu tidak sadar. Kamu pikir imam takbiratul ihram, taapi ternyata imam takbir rukuk, berarti telat bukan? Kondisi yang seperti ini juga diperbolehkan.

  1. Makmum menyempurnakan tasyahud sedangkan imam telah berdiri

Keadaan yang kedelapan adalah untuk orang yang sedang tasyahud. Kapan orang masbuk boleh melanjutkan sholatnya, boleh meneruskan sholatnya? Saat Imam selesai tasyahud. Jika makmum sedang tasyahud, lalu imam berdiri (baik imamnya lupa atau tidak), maka bagaimana keadaan makmum yang masih tasyahud? Menyelesaikannya atau bangun bersama imam? Kita makmum, ikuti imam. Tasyahudnya sunnah. Jadi jika imam tidak tasyahud, maka makmum ikut. Makmum ikut jangan sampai tidak.

Pernah bertemu orang sholat, imamnya lupa makmunya tasyahud. Seperti orang pernah bertemu imam lupa qunut tapi makmumnya qunut, ada yang pernah bertemu yang seperti itu? Bagaimana hukumnya? Jika kamu mengerjakan dalam kesengajaan, maka sholatmu mutlak batal karena kamu sudah bertentangan dengan imam, walaupun itu sunnah. Maka dari itu kamu harus ikut dengan imam, karena itu sunnah tidak di haruskan. Kita harusnya mengikuti imam menyelesaikan bacaan.

Waktu itu pernah satu waktu saya sholat bersama Hubabah. Ditengah-tengah kita sholat, entah kita yang serempak tidak ada yang khusyuk sholatnya atau bagaimana, Hubabah lupa tasyahud dan kita mengikutinya. Dengan santainya, tidak ada yang tasyahud awal. Ikut saja dengan Hubabah seperti tidak ada apa-apa.

Tapi tiba-tiba ada satu anak yang setelah Hubabah salam, dia (anak itu) sujud sahwi. Kita melihat semua, “Ini dia yang lupa atau kita yang lupa atau gimana?”. Karena bayangkan jumlahnya ada berapa santri, katakan anggaplah 30 orang 50 orang. Benar-benar tidak ada yang sadar jika Hubabah terlupa tasyahud, bahkan saat anak itu sujud sahwi, Hubabah bertanya, “Kenapa dia sujud sahwi?” kita juga ikut, “Kenapa kamu sujud sahwi?” Anak itu menjawab, “Hubabah tadi lupa tasyahud awal”. Hubabah bertanya kembali, “Emang iya saya lupa tasyahud awal?

Kemudian ada anak-anak yang menyadari lagi, tapi mungkin belum tahu ilmunya, lalu tidak lama dia berkata, “Iya Hubabah, tadi memang sepertinya tasyahud awal ngga kebaca.” Akhirnya kita semua ikut dimarahi, “Kalau ana imam lupa wajar, ana sendiri. Kamu orang pada lupa semua.”

  1. Makmum lupa bahwa dirinya sedang berjamaah dan baru ingat ketika imam sudah dalam posisi sujud

Keadaan yang kesembilan adalah untuk orang yang jelas-jelas lupa jika dia sedang sholat berjamaah dan dia tidak menyadarinya jika dia berjamaah kecuali setelah imam sujud.

Ada orang kondisi seperti ini? Ada, lupa berjamaah, lupa sedang sholat menjadi makmum. Dan dia tidak sadar jika dia makmum sampai imamnya sujud. Jika kondisinya terlupa seperti ini bukan lupa Al Fatihah tapi lupa berjamaah, maka udzur didalam ketertinggalan pun masih diberikan kesempatan tiga rukun panjang. Jika kamu tidak dalam kondisi itu maka hukumnya jelas tidak boleh. Dengan kesengajaan, bertentangan, atau karena bacaan yang lama tadi sudah diuraikan semua, maka insyaAllah kita semua bisa lebih menyempurnakan diri kita di dalam berjamaah untuk kita mengerjakan sholat bersama dengan imam.

Mengejar takbiratul ihram itu membuat makmum mendapatkan keutamaan takbiratul ihram.

Jika kita sholat berjama’ah, yang perlu juga kita perhatikan adalah mengejar takbiratul ihram bersama dengan imam.

Jika dia hadir bersama dengan imam, maka dia harus menyibukkan diri setelahnya itu untuk menyegerakan dan menyusul takbirnya imam. Andaikata dia terlambat walaupun sebentar, maka dia telah kehilangan keutamaan dari takbiratul ihram. Itu dijaga, itu intisarinya sholat. Jangan sampai kita menyepelekan itu.

Yang diperbolehkan apa? Terlambat sedikit. Contoh untuk orang yang merapihkan barisan atau menggunakan siwak. Jadi jika ada orang sudah siap mau sholat, imam takbir dia sedang siwakan, bagaimana hukumnya? Itu terlambat sedikit, hal itu boleh. Tapi jika kamu terlambat karena masih mengurus ini dan itu, misalnya memanggil teman, maka kamu tertinggal, keutamaannya tidak dapat.

Mengejar takbiratul ihram bersama dengan imam keutamaannya luar biasa, ibaratnya jeruk atau madu, sari patinya itu adalah takbiratul ula bersama dengan imam.

InsyaAllah, Allah anugerahkan kepada kita semua bisa menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga perintah sholat wajib sampai kita bisa mendawamkan diri mengerjakan sholat berjamaah.

والله اعلم بالصواب