MT Nur Muhammad

Selasa, 10 Maret 2020

Kajian Tafsir Al-Quran

Ustadzah Aisyah Farid BSA

بسم الله الر حمن الر حيم

Didalam ayat ini Allah mengingatkan kita, bahwa manusia memiliki sifat keras kepala. Manusia harus diberi contoh berkali-kali

Nabi Musa pernah berucap bahwa dirinya adalah orang yang paling berilmu. Oleh karena itu Nabi Musa dipertemukan orang yang lebih berilmu oleh Allah SWT untuk mengambil pelajaran.

Allah memerintahkan Nabi Musa ke dua laut yang bertemu (salah satu tanda kebesaran Allah).

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.” (Ayat 60).

Nabi Musa diperintahkan oleh Allah ketempat dua laut yang bertemu. Ada yang mengatakan Nabi Musa berjalan tidak berhenti bertahun-tahun. Hingga lupa makan.

 فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا 

Artinya : Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (Ayat 61).

فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىهُ اٰتِنَا غَدَاۤءَنَاۖ لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هٰذَا نَصَبًا – ٦٢

Artinya : Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Ayat 62).

قَالَ اَرَاَيْتَ اِذْ اَوَيْنَآ اِلَى الصَّخْرَةِ فَاِنِّيْ نَسِيْتُ الْحُوْتَۖ وَمَآ اَنْسٰىنِيْهُ اِلَّا الشَّيْطٰنُ اَنْ اَذْكُرَهٗۚ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ عَجَبًا – ٦٣

Artinya : Dia (pembantunya) menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” (Ayat 63).

قَالَ ذٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِۖ فَارْتَدَّا عَلٰٓى اٰثَارِهِمَا قَصَصًاۙ – ٦٤

Artinya : Dia (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Ayat 64)

Akhirnya dia balik lagi ke tempat peristirahatan sebelumnya, dan disanalah Nabi Musa bertemu dengan Nabi Khidir.

Ini mengajarkan kepada kita bahwa, kalau ingin belajar harus “samperin” Guru. Bukan Guru yang nyamperin “Murid”. Karena berkahnya beda. Karena langkah kaki yang digunakan untuk menuntut ilmu ada pahalanya. Hakikatnya mengejar ilmu itu seperti ini

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ اٰتَيْنٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنٰهُ مِنْ لَّدُنَّا عِلْمًا – ٦٥

Artinya : Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. (Ayat 65).

قَالَ لَهٗ مُوسٰى هَلْ اَتَّبِعُكَ عَلٰٓى اَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا – ٦٦

Artinya : Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?”. (Ayat 66)

Orang yang berjuang menuntut ilmu dibutuhkan kesabaran. Seperti makanan yang diproses dulu jauh lebih baik daripada makanan instant. Karena dia belajar nya dengan proses, maka ilmunya “nyantel”lebih lama.

قَالَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا – ٦٧

Artinya : Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (Ayat 67).

وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلٰى مَا لَمْ تُحِطْ بِهٖ خُبْرًا – ٦٨

Artinya : Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”. (Ayat 68)

Nabi Musa berkata pada Nabi Khidir, bahwa bagaimana dia tau bisa bersabar atau tidak kalau belum dicoba.

قَالَ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ صَابِرًا وَّلَآ اَعْصِيْ لَكَ اَمْرًا – ٦٩

Artinya : Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” (Ayat 67)

قَالَ فَاِنِ اتَّبَعْتَنِيْ فَلَا تَسْـَٔلْنِيْ عَنْ شَيْءٍ حَتّٰٓى اُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ࣖ – ٧٠

Artinya : Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (Ayat 70)

Maka Nabi Khidir memberi syarat, jangan bertanya sebelum saya yang kasih tau. Ibaratnya, Guru bicara jangan dipotong sampai guru mengatakan “siapa yang mau tanya?”. Jaga akhlak.

Lalu Nabi Musa menyetujui persyaratan tersebut.

فَانْطَلَقَاۗ حَتّٰٓى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيْنَةِ خَرَقَهَاۗ قَالَ اَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ اَهْلَهَاۚ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا اِمْرًا – ٧١

Artinya : Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar. (Ayat 71).

Nabi minta untuk menumpang perahu dengan gratis. Dan ketika sudah naik ke perahu, perahu tersebut dilubangi dua papan. Tapi kata Ulama, meskipun papan dibuka, perahu tidak bocor.

Lalu ditanya sama Nabi Musa, ” Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya ?”

Terkadang dalam menuntut Ilmu terjadi sesuatu yang selama proses belajar kita tidak terima, tapi kita diminta sabar. Maka bersabarlah, jika tidak tau, jangan protes dulu.

Padahal sudah diberi pesan agar jangan bertanya sebelum diberi tahu. Bahkan dikatakan Nabi Musa berkata, “engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar .”

قَالَ اَلَمْ اَقُلْ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا – ٧٢

Artinya : Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” (Ayat 72)

قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا – ٧٣

Artinya : Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.” (Ayat 73)

Lalu Nabi Musa menyesal dan meminta maaf. Nabi Khidir pun memaafkan, lalu mereka jalan kembali .

فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙقَالَ اَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً؈ۢبِغَيْرِ نَفْسٍۗ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُكْرًا ۔ – ٧٤

Artinya : Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” (Ayat 74)

Sudah tidak sabar, tapi masih mau ikut juga. Rasul cerita dalam hadits. “Nabi Musa berjalan bertemu Nabi Khidir”

قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا – ٧٥

Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”

قَالَ اِنْ سَاَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍۢ بَعْدَهَا فَلَا تُصٰحِبْنِيْۚ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَّدُنِّيْ عُذْرًا – ٧٦

Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”

Sekali lagi kamu nanya , kita ga bisa jalan lagi. Iya saya ga bakal nanya lagi.

فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰىٓ اِذَآ اَتَيَآ اَهْلَ قَرْيَةِ ِۨاسْتَطْعَمَآ اَهْلَهَا فَاَبَوْا اَنْ يُّضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُّرِيْدُ اَنْ يَّنْقَضَّ فَاَقَامَهٗ ۗقَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ اَجْرًا – ٧٧

Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta.

Hikmahnya, seorang Nabi saja bisa diperlakukan seperti itu. Apalagi kita?

Ibaratnya, ketika ditempat orang baik dia malah bertingkah tidak baik. Sedangkan ditempat orang jahat, dia malah baik.

Maka jawaban dari kisah ini ada di ayat selanjutnya.

Nabi Muhammad waktu cerita tengan Nabi Musa, semoga Allah merahmatinya. “Andai dia (Nabi Musa) lebih bisa lebih sabar, dia akan dapat ilmu banyak lagi. Tapi dia tidak bisa sabar.”

Kita sebagai menuntut ilmu diminta kesabarannya. Dalam menilai guru. Penilaian kita kadang menarik kesimpulan dengan sendirinya. Kalau hukum tidak bisa “menurut saya“, tapi harus menurut Allah dan Rasul, Ijtihad Ulama.

Kenapa orang menuntut ilmu tapi tidak dapat berkahnya? karena kita belajar tapi membicarakan guru, tidak sabar.

Misal, disuruh pakai baju abaya, merasa panas. Dipakai sekali besoknya tidak pakai lagi. Lalu berkata, “Cape kalau begini terus!!”

Dari kisah ini, Kenapa Allah memperlihatkan kekurangan Nabi Musa? karena untuk menarik (memberi contoh) kekurangan dari diri kita sekarang. Tapi jika diukur dengan kekurangan Nabi Musa, kekurangan kita lebih jauh lagi.

Kisah

Dulu ada yang bertanya pada Ulama tentang hukum… Klik disini

والله أعلمُ بالـصـواب