menahan hawa nafsu - kisah Malik bin Dinar
Makan buah tin adalah keinginan hawa nafsuku..

Dikisahkan, Malik bin Dinar dulu terkenal sebagai Raja. karena ingin menjadi hamba Allah, beliau meninggalkan kerajaannya, memilih zuhud, mengasingkan diri, tampil menjadi seorang sufi, pakaian serba apa adanya. Karena mereka tau bahayanya hawa nafsu, menjabat dalam suatu jabatan. Semakin tinggi pengetahuannya, semakin dia khawatir, maka dia keluar dari Raja, memilih seorang diri, pindah dari tempat ke tempat. Sampai orang tidak tahu bahwa dia bekas Raja.

Suatu ketika berjalan di pasar dan dia melihat ada buat tin dijual. Tiba-tiba ia ingin buah Tin itu, kemudian di melepas sendalnya dan menyerahkannya kepada penjual buah tin tersebut untuk ditukar dengan buah tin. Kemudian pedagang tersebut berkata, “Sendalmu tidak sepadan dengan buah tin ku”.

Kemudian Malik bin Dinar meninggalkan penjual tersebut. Ada orang lain datang mendengar percakapan tadi kemudian memberitahu bahwa itu adalah Malik bin Dinar, seorang Ulama terkemuka.

Mendengar itu, dia menyuruh budaknya untuk membawa sekeranjang buat tin kepada Malik bin Dinar, jika kau mampu memberikan buah ini kepadanya, maka kau merdeka. Tapi Malik bin Dinar tidak mau menerimanya. Budak itu tetap merayunya karena disitu ada kebebasannya.

Kemudian Imam Malik bin Dinar berkata, jika disitu ada kebebasanmu, maka disitu pula ada siksaku.

Budak itu tetap merayu, hingga Imam Malik bin Dinar berkata, “Ketahuilah aku tidak akan menjual agamaku dengan buah tin dan aku tidak akan makan buah tin hingga hari kiamat“.

Kenapa Imam Malik bin Dinar menolak? Karena ia tahu penjual itu memberikannya karena mengetahui status nya sebagai ulama.

Apa yang dilakukan Imam Malik bin Dinar disini? Melawan hawa nafsunya, yang tadi menginginkan buah tin, hingga tidak mau memakannya hingga hari kiamat.

Makan buah tin adalah keinginan hawa nafsuku. Dan jika aku turuti, aku hanya menuruti dia. Maka mulai saat ini akan kutahan diriku akan kutahan dari makan buah tin, sampai aku wafat. Bisa jadi ini dorongan hawa nafsu.