Segala ujian yang datang dalam hidup kita, itu semua sudah Allah beri pelajaran di dalamnya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT yang memberikan kita banyak sekali nikmat. InsyaAllah mudah-mudahan Allah senantiasa memelihara kenikmatan yang diberikan kepada kita.

Kita ini orang-orang yang ingin mendapat wisuda. Dan orang-orang yang dilantik saat wisuda itu jika telah lulus ujian.

Kita ini orang-orang yang sepanjang hidup mendapatkan macam-macam pelajaran, lalu diuji.

Contoh:
Kita belajar ikhlas, lalu kita diuji hal-hal yang membuat kita menjauhi kita dari ikhlas.
Kita belajar tidak sombong, kita diuji kepada hal-hal yang membawa kita pada kesombongan. 

Sebenarnya, segala ujian yang datang dalam hidup kita, itu semua sudah Allah beri pelajaran di dalamnya.

Siapa yang sungguh-sungguh dalam belajar, pasti akan paham, dan begitu ada ujian yang datang, pasti akan lebih siap menghadapinya. 

Karena tidak semua orang ketika melihat orang sombong, dirinya ingin belajar untuk tidak menjadi sombong.

Tidak semua orang yang melihat orang berakhlak, dirinya ingin juga belajar menjadi berakhlak.

Seperti anak sekolah bertemu dengan temannya yang pintar, belum tentu dirinya termotivasi mau menjadi pintar.

Tidak semua orang saat melihat suatu pembelajaran, dia ingin belajar

Allah itu adil. Tidaklah Allah memberikan kita ujian di dunia, kecuali sebelumnya Allah sudah memberikan kita gambaran dari pelajarannya. Bagi yang ingin mematangkan dirinya, akalnya untuk menjadi lebih paham lagi, dia duduk di majelis Ta’lim, dia belajar, dan dia orang yang termotivasi ingin lulus. 

Kelulusan kita dari ujian hidup didunia adalah husnul khotimah (حسن الخاتمة )

Itulah wisuda kita yang paling kita tunggu-tunggu. Saat kita mendapat predikat lulus dari dunia ini, selamat dari fitnahnya, selamat dari godaan syaithonnya, selamat dari kekufuran yang ada, keluar dari dunia dengan mengucap,  Laaillahailallah Muhammadur Rasulullah Salalllahu Alaihi Wassalam.” 

Ini adalah harapan kita semua, kelulusan yang paling didamba oleh diri kita semua. InsyaAllah mudah-mudahan tidak seorangpun dari kita, melainkan InsyaAllah semuanya akan lulus, husnul khotimah dengan predikat nilai terbaik di mata Allah dan RasulNya. Aamiin Ya Rabbal Alamin ..

Semakin sering kita belajar, semakin banyak kita dapat nilai lebih.

Orang sekelas Imam Syafi’i saja tidak pernah bilang “cukup bagi saya belajar”. Tetapi semakin sering mengkaji, maka semakin menemukan apa yang dicari.

Adapun orang-orang malas, yang baru belajar sekali sudah capek. Salah satu kunci untuk menjadi orang yang mau rajin belajar adalah tidak pernah bosan mendengar kebaikan. Walaupun kebaikan yang didengar sudah sering kali didengar.

Ada orang pintar, ada orang sok pintar.

Orang pintar, ketika mendengar cerita yang pernah dia dengar sebelumnya, maka dia akan menyimak, seolah-olah cerita itu baru pertama kali dia dengar.

Adapun orang sok pintar, saat dia mendengar cerita yang sebelumnya pernah dia dengar, maka dia akan memotong pembicaraan dan menuntaskan cerita orang yang sedang bercerita.

“Orang pintar itu selalu diiringi dengan akhlak yang baik, orang pintar itu selalu diiringi dengan adab yang baik.”

Kisah Imam Syafii Menyimak Cerita Muridnya

Imam Syafi’i, seorang Ulama yang digandrungi oleh anak-anak muda di zamannya. Anak-anak muda itu sangat senang duduk di majelisnya beliau. Tiap kali beliau membuat kajian, pasti majelisnya banyak diisi oleh anak-anak muda.

Dan subhanallah suatu ketika ada seorang anak muda sedang berbicara cerita panjang lebar kepada Imam Sayfi’i, lalu beliau mendengarkan dengan seksama.

Berkata murid-muridnya yang lain “Perasaan Imam Syafi’ pernah cerita ini. Kok Imam Syafi’ serius banget dengerin cerita seperti belum pernah denger.” Dan anak muda ini terus cerita sampai selesai dan puas, lalu pulang.

Lalu Imam Syafii ditegur oleh muridnya yang lain. Muridnya berkata, “Wahai Imam, cerita yang diceritakan tadi adalah cerita yang orang-orang sudah sering mendengar, orang sudah tahu.”

Lalu Imam Syafi’ berkata, “Itu kejadian belum pernah terjadi, saya sudah makan asam garam, saya sudah tahu. Tetapi adabnya mendengar itu tidak memotong sedikitpun omongan orang yang sedang berbicara.”

Imam Syafi’i tidak mau mengecewakan orang yang sedang bercerita, karenanya Imam Syafi berlagak seperti orang yang belum pernah mendengar cerita tersebut meskipun beliau sudah pernah mendengar dan sudah tahu cerita tersebut.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ