Budak itu berkata ‘apa pun yang kau beri, aku terima’, sementara aku sering mengeluh atas pemberian Tuhanku

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ​

Alhamdulillah, ibu-ibu yang dirahmati Allah,

Di dalam salah satu kitab karya al-Imam asy-Syaikh Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah, beliau pernah menceritakan sebuah kisah.
Ada seorang laki-laki di zaman dahulu membeli seorang budak. Setelah budak itu dibawa pulang dan sampai di rumah, sang majikan bertanya kepadanya,

“Kamu mau saya tempatkan di mana? Mau tinggal di kamar yang mana?”

Kurang lebih begitu pertanyaannya. Lalu budak itu menjawab dengan sangat santun:

“Di mana pun engkau ingin menempatkanku, di situlah tempatku.”

Majikan ini takjub. Budak seperti ini adabnya tinggi sekali.

Lalu ditanya lagi:

“Kamu mau pakai baju yang seperti apa? Kalau nanti aku kasih baju, kamu maunya model yang bagaimana? Ada baju yang kamu tidak suka?”

Budak itu menjawab:

“Pakaian apa pun yang engkau berikan kepadaku, itulah pakaian yang akan kupakai di tubuhku.”

Ditanya lagi:

“Kamu mau saya kasih makan apa? Makanan kesukaanmu apa? Ada makanan yang kamu tidak suka?”

Budak itu menjawab lagi:

“Makanan apa pun yang engkau berikan kepadaku, itulah yang akan aku makan.”

Majikan semakin takjub.
Kemudian ia bertanya lagi:

“Kamu bisa kerja apa? Aku membeli kamu tentu untuk kuberi tugas. Kamu sanggupnya mengerjakan pekerjaan apa?”

Budak itu kembali menjawab dengan jawaban yang sama:

“Pekerjaan apa pun yang engkau tugaskan kepadaku, akan aku lakukan untukmu.”

Jawaban-jawaban itu membuat sang majikan merenung. Sampai akhirnya ia berkata dalam hatinya:

“Kalau budakku saja bisa berkata demikian kepadaku, lalu bagaimana seharusnya aku, yang hakikatnya adalah budak, di hadapan Allah?”

Seandainya Allah bertanya kepada kita, “Kamu mau Aku tempatkan di mana?”
Kira-kira kita sudah punya daftar keinginan belum?
Mau rumah model apa, di daerah mana, fasilitas bagaimana, manusia itu punya banyak sekali keinginan di dalam hatinya, tapi sering lupa dengan status dirinya sebagai hamba.

Ini adab, ibu-ibu.
Sering kali kita lupa, atau belum sempurna adab kita di hadapan Allah.

Seakan-akan kalau Allah bertanya:

“Wahai hamba-Ku, kamu senang memakai pakaian seperti apa?”

Kita sibuk menyebutkan semua model pakaian yang kita suka. Kadang kalau memilih baju, yang penting menurut kita, lucu, bagus, cocok. Tapi jarang kita berhenti sejenak dan bertanya: “Bagus tidak di mata Allah? Diridhai tidak oleh Allah?”
Padahal statusnya siapa? Kita ini hamba.

Kalau Allah seakan-akan bertanya,

“Wahai hamba-Ku, kamu mau Aku beri makan apa?”

Kita pun spontan punya daftar makanan yang kita suka dan yang kita tidak suka. Tidak jarang, makanan yang Allah berikan justru jadi bahan komentar, dikritik, dikeluhkan, bukan disyukuri.

Kalau seakan-akan Allah bertanya:

“Kamu ingin Aku tugaskan apa atas dirimu?”

Mungkin kita akan memilih-milih.
Ada yang seakan-akan berkata dalam hati:

“Ya Allah, saya sanggupnya puasa, jangan wajibkan saya shalat.”
“Saya sanggupnya shalat, jangan wajibkan saya puasa.”

Kalau bisa milih, mungkin kita hanya mau kewajiban yang cocok dengan kesukaan kita.
Padahal tugas hamba bukan memilih, tapi menerima dan taat.

Nasihat dari budak tadi menyadarkan sang majikan.
Ia berkata kepada budaknya,

“Engkau menyadarkan aku tentang statusku sebagai hamba. Selama ini Allah memberiku tempat tinggal, tapi di hatiku sering mengeluh: kenapa tempatku begini, kenapa bukan begitu. Allah memberiku pakaian, tapi sering kurasa tidak cocok, tidak bagus.
Allah memberi makanan, tapi sering makanan itu hanya jadi bahan komentar dan tidak kusyukuri.
Sedangkan engkau, sebagai budakku, justru mengajarkan padaku bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap.”

Akhirnya sang majikan berkata:

“Mulai hari ini, demi Allah, engkau aku merdekakan. Aku tidak pantas memperbudak orang yang telah mengajarkanku makna perbudakan yang sesungguhnya.”

Ibu-ibu yang dirahmati Allah,

Kadang kita belajar ilmu ke sana kemari, tapi jangan lupa, ilmu itu baru disebut “ilmu yang bermanfaat” ketika ia menyadarkan kita untuk betul-betul menjadi hamba Allah yang sejati.
Hamba yang ridha ditempatkan di mana saja oleh Allah.
Hamba yang menerima pakaian apa saja yang Allah takdirkan.
Hamba yang bersyukur dengan makanan apa saja yang Allah kirimkan.
Hamba yang siap menjalankan tugas apa pun yang Allah wajibkan.

Mudah-mudahan Allah menuntun kita, membimbing kita, agar kita bisa menjadi hamba-hamba Allah yang sejati di hadapan-Nya, insyaAllah.
Amin, amin ya Rabbal ‘alamin.

والله اعلم بالصواب