Tanggal : Selasa, 6 Juni 2023
Kitab : Mukasyafatul Qulub
Karya : Imam Al Ghazali
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Banat Ummul Batul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
PENDAHULUAN
Alhamdulillah, kita semua senantiasa oleh Allah dibimbing dan dituntun agar kita memiliki telinga yang peka di dalam mendengar, mata yang fokus di dalam memandang, dan hati yang selalu siap dalam menerima rahmat dariNya.
Kita mempunyai telinga, mata, dan hati. Padahal anggota tubuh juga ada tangan dan kaki, tapi kenapa yang disebut oleh Allah hanya ketiga itu (telinga, mata, dan hati)? Karena biasanya manusia itu senangnya melakukan sesuatu bermula dari awal mendengar. Kita terkadang jika disampaikan berita buruk saja langsung percaya, hanya karena mendengar saja.
“Kamu tahu enggak, kalau kamu diomongin sama fulan“
Dia langsung bereaksi. Baru dengar saja, bukan melihat.
Dan terkadang telinga tidak mendengar apa-apa. Tapi melihat, lalu salah menafsir. Melihat tapi tidak mau mencari kebenarannya dulu.
Allah menekankan, ini telinga, mata, dan hatimu. Karena biasanya apa yang didengar oleh telinga dan apa yang dilihat oleh mata akan menjadi sesuatu dihati.
Maka dari itu, kenapa kamu diperintahkan untuk selalu mendengarkan yang baik-baik, selalu dekat-dekat dengan orang-orang yang baik, karena apa yang kamu dengar dan apa yang kamu lihat sangat berpengaruh pada hatimu.
Jika kamu mendengarkan sesuatu yang buruk, maka hatimu akan terpengaruh. Kau melihat sesuatu yang buruk, maka apa yang kau lihat pun akan mempengaruhi hatimu.
Allah menekankan ketiga ini dan semua akan dimintai pertanggungjawabannya.
Maka dari itu, kita belajar dari apa yang kita dengar. Semuanya usahakan dengar yang baik-baik. Dan kita belajar dari apa yang kita lihat. Tafsirkan yang dilihat dengan yang baik-baik. Karena telinga dan matamu adalah jendela hatimu.
Jika yang kamu dengar dan yang kamu lihat baik maka otamatis hatimu menjadi baik. Tapi jika yang kamu dengar dan yang kamu lihat senantiasa buruk, maka otomatis juga hatimu akan berubah menjadi buruk.
Melazimi diri di dalam mendengarkan nasihat itu bagian daripada kita sedang menempa jiwa kita, hati kita untuk menjadi baik. Kita lazimi diri kita untuk memandang yang baik-baik, memandang orang muslimin dengan pandangan yang baik, dengan pandangan takzim, dengan pandangan agung. InsyaAllah dengan pandangan ini, Allah pun membuat hatimu menjadi bersih. Ketika melihat orang, bukan nyinyir dan langsung memandang jelek.
Seorang ulama mengatakan,
“Jika kamu melihat pelaku maksiat, orang yang sedang berbuat maksiat sedang lalai dengan maksiatnya, maka jangan kau ejek dia. Karena jika kamu mengejek dia, kamu akan malu sebab Allah lebih dekat kepada pendosa daripada orang yang sombong.”
Allah lebih dekat dengan pendosa daripada orang yang sombong.
Jika kamu sudah bisa mengejek orang yang berbuat maksiat, maka itu ciri-ciri kamu orang yang sombong. Dapat dipastikan, orang sombong tidak dekat dengan Allah. Tapi pendosa, Allah dekat dengan dia. Karena Allah selalu mengharap pendosa-pendosa ini untuk bertaubat, Allah selalu mengharap orang-orang yang jauh ini untuk kembali kepadaNya. Adapun kita yang merasa seringkali lebih benar, lebih baik, mau berharap apa jika Allah sudah berpaling dari kita? Naudzubillahimindzalik.
Allah tidak haramkan surga bagi pendosa, tapi Allah haramkan surga bagi yang sombong.
Jika orang yang berdosa dia taubat lalu wafat, taubatnya diterima, dan dosanya diampuni, maka dia masuk surga. Sedangkan orang pintar, ahli ibadah tapi sombong, dia tidak akan diizinkan masuk surga.
Terkadang jika kita hormat kepada orang, baik kepada orang, suka ketemu gengsi karena selama ini selalu didalam pikiran kita,
“Jika kita berbuat baik kepada orang, berarti kita merendahkan diri didepan orang.”
Imam Syafi’i mengajarkan kepada kita,
“Rasa hormat ku kepada orang lain itu adalah bentuk hormat ku kepada diriku sendiri.”
Sikap baik ku kepada orang lain maksudnya adalah sikap baik kepada diriku sendiri. Hakikatnya, jika kita berbuat baik kepada orang lain, yang dapat baik itu bukan tentang orang itu tapi diri kita sendiri.
Jika kita melakukan suatu kebajikan terhadap orang lain, kebajikan itu hakikatnya bukan terhadap orang itu tapi terhadap diri kita sendiri.
Hormatnya kita kepada orang dan sikap baiknya kita kepada orang, itu hakikatnya hormat dan sikap baiknya kita kepada diri kita sendiri. Begitupun juga sikap buruk kita kepada orang, itu hakikatnya adalah sikap buruk yang kita tunjukan untuk diri kita sendiri.
Jadi sebenarnya jika kita lihat, tidak ada peluang dalam hidup kita kecuali berbuat baik.
Allah mengatakan,
“Orang yang berbuat baik selalu akan bertemu yang baik-baik, balasannya pasti baik.”
Jadi ketika kita kesal, belajar bagaimana memelihara diri kita untuk tidak mudah tersinggung, baper, dan marah, karena hakikatnya semua yang kita lakukan itu tidaklah kembali kepada orang lain tapi kembali kepada diri sendiri.
Barangsiapa orang yang berbuat kebaikan, maka itu adalah kebaikan untuk dirinya. Dan barangsiapa yang berbuat keburukan, maka itu akan kembali kepada dirinya juga.
Tidak ada pilihan dalam hidup kita kecuali berbuat baik.
Belajar untuk menjadi orang baik, selalu berusaha untuk menjadi orang baik. Belajar mulai dari telinga. Jika mau mendengar sesuatu, dengar yang baik saja.
Kita ini manusia, mustahil lepas dari membicarakan manusia. Jika kita dapat berita tentang orang, kita harus sortir dulu beritanya. Hikmahnya apa saja yang bisa dipetik? Jika tidak ada hikmahnya, lebih baik tidak perlu bercerita.
Tapi jika kamu punya cerita tentang orang, tapi cerita itu bentuknya kamu ingin menyampaikan sesuatu yang mungkin memotivasi, membangkitkan semangat, ada pelajaran yang dipetik, maka ceritakan. Tapi jika tidak, tidak usah.
Sama seperti juga yang kita lihat, karena yang kita sayangi sebenarnya adalah kebersihan dan kejernihan hati. Jangan sampai jendela (telinga dan mata) kita memperkeruh hati kita yang sudah Allah berikan kepada kita. Belajar dari tidak mau mendengar yang tidak baik dan tidak mau melihat yang tidak baik. InsyaAllah, Allah pelihara kita semua.
Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamin..
KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB
Diriwayatkan Nabi Sulaiman bin Daud AS.,
Nabi Sulaiman pernah berjalan bersama rombongan yang mengiringinya. Jika beliau berjalan kemanapun, rombongannya luar biasa. Burung-burung mengiringinya untuk menjadi penaungnya dari matahari. Burung-burung mendekat dan menaungi rombongan Nabi Sulaiman dari sengatan matahari. Dan manusia serta bangsa jin ada disisi kanan dan kirinya menjadi pengawalnya.
Ditengah-tengah perjalanan, beliau berpapasan dengan salah seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil, lalu orang itu berkata,
“Wahai putra Daud, sungguh Allah telah menganugerahkan kepadamu kerajaan yang sangat besar.“
Nabi Sulaiman mendengar ucapan itu, kemudian beliau berkata,
“Sungguh satu bacaan tasbih yang ada didalam catatan orang mukmin (catatan amal baiknya), lebih mulia daripada kerajaan ku ini. Apa yang Allah berikan kepada putra Daud dari kerajaan yang semegah ini suatu saat akan pergi, hilang, dan sirna. Adapun satu bacaan tasbih yang kamu baca yang Allah catat didalam lembaran amal baikmu, itu akan kekal abadi tertulis disana sampai hari kiamat nanti.“
Satu bacaan tasbih yang dicatat oleh Allah di dalam catatan amal baiknya seorang mukmin, itu jauh lebih baik daripada kerajaannya Nabi Sulaiman.
Nabi Sulaiman ingin memberi tahu,
Sebanyak apapun yang kau punya, itu semua akan pergi tidak tersisa tak kenal berapapun banyak yang kau kumpulkan, kau cari, dan kau punya. Jika kau ingin bandingkan semua itu dengan satu amal sholeh, maka tidak akan pernah sebanding dengan itu semua. Bahkan amal sholehnya bukan amal sholeh yang berat, hanya satu bacaan tasbih yang dibaca, itu lebih berharga daripada kita punya harta seisinya.
Mau mengingatkan kepada kita,
Jika kita ingin banyak punya, jangan kurangi kita punya amal.
Jika kita punya banyak keinginan, jangan lupa juga punya banyak keinginan untuk berbuat kebaikan.
Sisipkan keinginanmu itu selalu dengan kebaikan. Karena jika kamu hanya punya keinginan, maka saat kamu dapat, tidak ada kebaikan sama sekali didalamnya. Jika ajal datang, apa yang kamu bisa buat dari apa yang kamu dapat? Tidak ada. Tapi niat baik yang kamu inginkan dari niat baik yang kamu punya walaupun tidak dapat, Allah catat niat baik tersebut. Maka perbanyak niat, juga amal dari tasbih, sholawat, dan lainnya.
Dari sini kita tahu,
“Orang miskin bukan yang tidak punya harta tapi orang miskin itu yang tidak punya amal (kebaikan). Orang kaya tidak selalu tentang orang yang punya banyak harta. Karena ternyata, kaya yang sesungguhnya adalah saat kamu banyak amal (kebaikan), kaya akan amal.”
Disini kita belajar tentang nilainya dunia,
Pengagungan, posisi, tempat yang kamu incar, harapan yang kamu cari, tenyata semua itu sifatnya pergi. Yang sifatnya menetap dan kekal hanya amal sholeh. Jika yang kita kejar mati-matian hanya tentang yang pergi, maka kamu rugi. Tapi jika yang kamu kejar adalah sesuatu yang abadi, maka disini perbuatanmu terpuji, kamu akan selalu diberi oleh yang Maha Memberi yaitu Allah.
Ajarkan diri kita untuk tidak cinta dengan dunia agar tidak terlampau kepada dunia. Jangan seperti yang sudah Allah singgung didalam Al Quran. Nabi Muhammad SAW bersabda didalam firman Allah, Allah menyinggung,
“Bermegah-megahan itu melalaikanmu”
Ini untuk ahlu dunia. Ahlu dunia semakin dia penuhi hawa nafsunya untuk menjadi lebih terpandang, lebih kelihatan, lebih menonjol, dan lebih kelihatan ingin bermegah-megahan bahkan terkadang orang susah aja mau seperti ini sampai rela berhutang agar punya barang indah. Semakin mereka seperti itu, maka semakin mereka dibuat lalai oleh dunia. Tapi kita lihat orang sholeh, orang sholeh juga bermegah-megahan.
Habib Abu Bakar Al Adni yang bermegah-megahan
Habib Abu Bakar Al Adni dahulu jika berjalan menaiki kuda yang paling mahal dan kudanya didekor diberi lapisan dari kain yang paling mahal sehingga mencolok perhatian. Dan setiap kaki kudanya melangkah dibentangi karpet.
Lalu ada orang mengatakan,
“Ini habib, ulama, dekat dengan Allah. Tapi kenapa tidak ada zuhudnya? malah yang kelihatan mewahnya, kemampuannya. Kamu kan orang alim, cucunya Rasul, apa yang membuat kamu seperti itu (bergaya dengan segalanya)?“
Dijawab oleh Habib Abu Bakar,
“Saya seperti ini karena dunia bagi saya tidak ada artinya. Dan saya ingin jika saya keluar dari rumah, semua orang menatap saya. Karena orang yang menatap wajah saya ini, insyaAllah dijamin akan diampuni dosanya oleh Allah”
Jika kamu menganggap dunia tidak ada artinya, berapapun nilai yang kamu punya, jika tidak dinikmati maka sama saja bohong.
Saat ini semakin banyak orang yang hanya fokus pada dunianya tapi tidak fokus pada bahwa dunianya tidak bernilai. Orang dunia punya harta dan bermegah-megah tapi membuat dia lalai. Tapi jika orang sholeh, orang yang kenal dengan Allah, mau dia punya apapun itu (dunia), maka tidak ada artinya.
Apa yang seringkali membuat kita menjadi terpuruk, hancur? Terkadang karena kita yang terlalu mengagungkan hal tersebut.
Tapi jika kamu tahu nilai dunia itu tidak ada (tidak kamu anggap dunia), maka mau dia ada atau tidak ada, sama saja. Bagimu levelnya sama.
Maka kita disini belajar untuk tidak peduli, kamu mau punya banyak harta atau kamu mau punya yang biasa saja itu urusan ketetapan Allah. Allah yang catat kita, Allah yang takdirkan kita punya banyak atau punya sedikit. Tapi yang kita perlu pelajari adalah kemampuan menganggap dunia. Kamu harus belajar bagaimana caranya menerawang dunia, ini dunia berharga atau tidak? Perlu tidak sebegitunya? Perlu tidak sampai membuat saya harus menangis? Jadi lupa kepada Allah? Jadi lupa sosialisasi dan silaturahmi? Perlu tidak? Jika tidak perlu, maka santai saja.
Orang seringkali lalai karena bermegah-megahan. Ini untuk ahlu dunia. Kita tidak mau masuk ke dalam kelompok ahlu dunia. Maka dari itu, setelah selesai sholat kita baca doa ini (Doa Habib Abdullah Al Haddad)
اَللّٰهُمَّ اَخْرِجْ مِنْ قَلْبِيْ كُلَّ قَدْرٍ لِلدُّنْيَا، وَكُلَّ مَحَلٍّ لِلْخَلْقِ، يَمِيْلُ بِيْ اِلَى مَعْصِيَتِكَ، اَوْ يُشْغِلُنِيْ عَنْ طَاعَتِكَ، اَوْ يَحُوْلُ بَيْنِيْ وَبَيْنَ التَّحَقُّقِ بِمَعْرِفَتِكَ الْخَاصَّةِ، وَمَحَبَّتِكَ الْخَالِصَةِ. وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Artinya
“Ya Allah, singkirkanlah dari hatiku segala cinta pengagungan untuk dunia ini dan segala kedudukan bagi makhluk yang akan menuntunku pada ketidaktaatan pada-Mu, yang akan mengalihkanku dari menaati-Mu, atau yang akan datang di antara aku dan pengetahuan khusus-Mu serta cinta tulus untuk Engkau. Semoga shalawat dan salam Allah tercurah atas Junjungan kami Nabi Muhammad, serta keluarga dan para sahabat beliau, dan segala puji syukur bagi Allah Tuhan semesta alam.”
Biasanya dibaca didalam hati (sendiri). Doanya ada di khulashoh, wirid setelah sholat.
Jangan sampai hati ini salah tempat. Dunia diberi tempat, orang tidak penting diberi tempat. Hati ini hanya untuk yang mahal saja. Tempatnya akhirat, akhirat mahal. Tempatnya Rasulullah SAW, guru, orang sholeh, orang tua, suami, anak, dan kaum muslimin yang mengajak kita dalam taat.
Rasulullah SAW mengatakan,
Anak cucu Adam selalu mengatakan, “Hartaku, maka hartaku.”
Ini punya saya, ini harta saya, rumah saya, ini tanah saya..
Padahal harta yang menjadi hartamu itu tidak ada kecuali selain apa yang kamu makan. Harta itu yang kamu makan.
Habib Abu Bakar Al Adni jika menjamu tamu, satu orang dapat satu kambing. Sampai orang bingung, sebanyak ini untuk apa?
Karena bagi beliau, harta itu yang dimakan. Jika ini tersisa, masih banyak yang mau makan. Tapi terkadang manusia pelit dengan makanan.
Kenapa dikasih satu kambing?
Karena dulu di Arab, yang paling mahal adalah hati kambing. Jadi agar dapat menu spesialnya, hati kambingnya. Karena orang itu jika menjamu tamu mau nya memberikan yang paling spesial. Ini syiarnya para aulia Allah, orang-orang yang dekat kepada Allah. Jika mau menjamu orang itu tidak memilih yang paling biasa, tapi yang luar biasa.
Rasulullah SAW mengatakan,
“Jangan biarkan orang yang makan makanan mu itu kecuali orang yang bertakwa.”
Artinya dari sifatnya orang menjamu jangan pernah cari yang biasa.
Maka Rasulullah SAW mengatakan,
“Jika kamu bertanya harta kamu yang mana, itu yang kamu makan.”
Pertama, harta kamu adalah apa yang kamu makan lalu kau habiskan.
Kedua, harta kamu adalah apa yang kamu pakai, baju yang kamu pakai. Yang kamu pakai saat ini itu harta kamu, yang dilemari belum tentu. Jika mau bicara harta, lihat hari ini kamu pakai apa, itu punya kamu. Yang kamu makan apa, itu harta kamu.
Ketiga, harta kamu adalah apa yang kamu sedekahkan. Artinya, justru apa yang kamu berikan kepada orang lain itu hartamu. Harta yang kamu sedekahkan itu kekal, itu yang tersisa, itu yang justru kamu abadikan.
Belajar bagaimana nabung kepada Allah. Belajar agar hati kuat untuk percaya menitipkan yang kita punya kepada Allah. Dari sini kita belajar, “Oh ya ternyata tidak ada artinya hanya menimbun”
Karena harta yang sesungguhnya adalah saat kau rela memberikan itu dijalan Allah.
Maka jika biasanya mau pakai yang mahal boleh, bahkan terkadang Ulama itu membiasakan dirinya memakai yang mahal karena mereka berhias bukan untuk orang. Jika kamu biasanya rapih saat bertemu orang, apa kamu tidak ingin rapih saat bertemu Allah? Jika kamu bertemu orang, dia hanya melihat mu sesaat. Tapi jika kamu rapih untuk dirimu, Allah melihat mu setiap saat. Ini bukan tentang rapihnya saja, tapi ini tentang karena dia selalu merasa diawasi oleh Allah. Dia mau rapih untuk Allah, dia mau bagus untuk Allah.
Tidak ada larangan untuk memakai baju mahal. Niatnya dulu apa? Jika niatnya untuk dilihat orang, maka tidak ada artinya. Niat memakainya untuk Allah, Rasulullah, menuntut ilmu, untuk hadir ditempat yang baik, untuk syiar. Orang jika belajar menuntut ilmu, jangan pakai ala kadarnya.
Rasulullah SAW mensifatkan kepada kita kala datangnya Malaikat Jibril saat ingin bertanya tentang agama, sifatnya malaikat jibril;
“Yang datang laki laki, bajunya rapih, bersih, klimis, rambutnya hitam pekat seolah tak ada debu yang menempel sedikitpun.”
Maka jika kamu ala kadarnya, itu tergantung untuk siapa kamu berhias, berpakaian, dan berdandan. Jika untuk Allah, untuk ilmu, maka itu keberuntungan untuk kamu. Tapi jika untuk orang, maka kamu sangat merugi dan menyesal.
Harta kita yang kita makan, pakai, dan sedekahi. Itulah yang tersisa, itu yang paling kekal.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Dunia ini adalah rumah bagi yang tidak punya rumah di dunia. Harta bagi orang yang tidak punya harta. Siapa yang menghimpun dunia dan dia hanya bisa mengumpulkan dunia, maka itu adalah ciri orang yang tidak berakal.”
Karena orientasi hidup kita bukan itu. Ini bukan kita menghina orang yang bekerja. Orang yang bekerja bagus, bahkan ada pahalanya disisi Allah. Tapi ingat, bukan itu orientasi utama mu dalam hidup. Bukan kerjanya yang salah, bukan punya dunianya yang salah, tapi jika kamu jadikan itu tujuan hidupmu yang paling utama, maka kamu tidak punya akal.
Orang yang ribut karena dunia, berarti orang itu bodoh, tidak punya ilmu. Dia tidak tahu betapa hinanya dunia. Jangan sampai kita ribut dengan orang karena perkara dunia. Karena orang yang tidak berilmu, dia pasti ributnya seputar dunia.
“Siapa yang hasud melihat orang punya dunia berarti dia tidak peka, tidak faqih dalam ilmu agamanya.”
Berusaha hasud, tidak suka melihat orang punya dunia, tidak suka melihat orang senang, tidak suka melihat orang punya harta. Maka hati-hati, orang dengki yang karena itu berarti dia tidak paham, tidak punya pemahaman terhadap agamanya.
Kenapa bisa orang hasud dengan nikmat yang Allah beri kepadanya? Bagaimana orang bisa hasud melihat orang,
“Enak banget jadi dia. Mau beli ini tinggal beli, mau kesini tinggal pergi, enak banget jadi dia.” Itu hasud. Padahal dia bisa seperti itu karena ada alasan dibaliknya. Dibalik keberhasilan seseorang ada susah payah yang sudah dia lalui sebelumnya.
Kamu lihat senangnya enaknya, susah payahnya kamu tidak tahu. Prosesnya kamu tidak tahu. Orang yang seperti itu tidak paham bahwa nikmat itu sumbernya dari siapa? Yang memberi rezeki siapa? Tidak paham dia.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Orang yang terus berusaha berjalan menuju dunia artinya dia adalah orang yang dihatinya tidak punya keyakinan kepada Allah.”
Ingat, rezeki, maut, jodoh, semua itu sudah di tetapkan oleh Allah. Tugas kita itu memasrahkan segala urusan kepada Allah. Paling enak punya hati berserah.
Didalam wirid Imam Nawawi bagian terakhir yang setiap hari dibaca 11x
وَاُفَوِّضُ اَمْرِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بَصِيْرٌ ۢبِالْعِبَادِ
Artinya
“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hambaNya.”
والله اعلم باالصواب