MQ EPS 87
Pada saat kamu melihat nikmat seseorang tapi kamu tergesa-gesa mencapai titiknya dia saat ini (tanpa ikut prosesnya), maka kamu akan tergelincir dalam tujuan hidup.

Tanggal          : Selasa, 9 Mei 2023
Kitab               : Mukasyafatul Qulub
Karya              : Imam Al Ghazali
Guru               : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat           : MT Banat Ummul Batul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

Alhamdulillah, akhirnya Allah pertemukan kita kembali di majelis ini, di tempat ini. Harapan saya, yakinnya saya juga, semuanya sehat afiyat. InsyaAllah yang sudah mudik, hati sudah gembira. Sekarang kembali lagi beraktivitas. 

Yang kemarin lebaran saling tatap silaturahmi pada sanak saudara, mudah-mudahan semakin mempererat tali silaturahmi ukhuwah diantaranya. InsyaAllah mudah-mudahan dengan banyaknya kebaikan yang kita lalui sepanjang Ramadhan sampai datangnya Hari Raya dan juga kita berada di tengah Syawal, mudah-mudahan InsyaAllah Allah SWT tetap memberikan kepada kita semangat ibadah kita di Ramadhan, semangatnya kita berbuat ketaatan di bulan-bulan lainnya. Karena dikatakan,

“Buah dari apa yang di tanam seseorang di Ramadhan, itu terlihat setelah Ramadhan.” 

Kemarin saat Ramadhan menanam apa? Membuat apa? Mengerjakan apa? Jika selama bulan Ramadhan hanya sibuk tentang dunianya, maka keluar dari Ramadhan dia akan jauh lebih sibuk kepada dunianya. Tetapi jika selama bulan Ramadhan dia sibukkan dirinya dalam taat, dan jika dia diberi oleh Allah peluang dari sisi rezeki, dia tidak pernah melupakan taatnya kepada Allah, karena apa? Karena rizki yang kamu cari, apapun dari pekerjaanmu yang dikerjakan, semua itu tidak akan pernah menguntungkanmu jika itu tidak membawamu pada akhirat. 

Tapi adapun taat, kebaikan, amal sholeh yang kita lakukan, di dunia mungkin kamu tidak merasakan nikmatnya, tapi setau saya, sepanjang orang berbuat taat, nikmatnya pasti ada.

Jika seseorang berbuat taat tapi dia belum mencicipi nikmatnya, berarti dia belum taat.

Sederhana saja, “Kok saya sholat tapi sholat saya gak terasa nikmat?” Berarti belum benar sholatnya.

Lalu ada orang berdzikir, “Kok saya dzikir gak kerasa nikmat?” Berarti belum benar dzikirnya. 

Karena sejatinya, jika seseorang benar berbuat taat, maka dia akan merasakan nikmat.

Setau saya, setiap orang yang berbuat taat di dunia, pasti merasakan nikmatnya di dunia juga. Dan janji Allah yang pasti, di akhirat dia mendapat imbalan yang sesuai dengan ganjaran amalnya di dunia, sesuatu menanti dia disana. Ada “janji pasti” Allah disana. Tapi jika pekerjaan kita di luar taat, maka kita tidak punya jaminannya. Tidak ada kepastiannya. 

Maka jamaah yang dirahmati Allah, Ramadhan kemarin mungkin menjadi Ramadhan terakhir kita. Karena tidak ada dari kita yang berani menjamin jika kita bisa bertemu Ramadhan kembali. Oleh karena itu, setiap kesempatan Ramadhan datang, kita harus benar-benar berusaha memaksakan diri kita untuk taat di Ramadhan, memaksakan diri kita berbuat baik di Ramadhan. Kenapa? Karena jika seseorang sudah benar berbuat baik di Ramadhan, InsyaAllah keluar dari Ramadhan buahnya akan dia cicipi. 

Keluar Ramadhan, dia diminta untuk sholat sudah tidak ribet lagi. Secara, sholat tarawih 23 rakaat dia jalankan. Istilahnya, diperintahkan bangun malam sudah tidak ribet lagi. Kenapa? Karena sahur tidak terlewat.

Kenapa ya Ustadzah kalau kita lagi puasa kok sahur gampang melek? Tapi kalau gak lagi puasa tuh mau tahajud berat banget.

Jika ingin tahajjud, maka tingkat keinginannya harus sama seperti ingin sahur. Jika benar-benar ingin sahur, maka kamu akan bangun. Kalau kamu benar-benar ingin tahajjud, kamu juga akan bangun. Kenapa ada orang merasa susah (bangun tahajjud)? Karena belum sangat ingin. Karena jika dia sudah ingin, apa saja dilewati. 

Seperti hari ini, ingin hadroh. Ada yang baru pulang dari Tanggul semalam jam 11 tapi pagi-pagi sudah datang kesini. Kenapa bisa sampai? Karena sangat ingin untuk datang. Karena ingin, maka dia sampai. Tidak peduli rumahnya dimana. Tapi jika dia tidak ingin? Jangan menunggu yang baru pulang dari Tanggul, yang (rumahnya) di sebelah saja belum tentu sampai. 

MasyaAllah kita semua yang selalu bersama Allah SWT diberi kesempatan lagi dan lagi untuk hadir di tempat-tempat kebaikan, maka kita jaga kesempatan ini khususnya jika kita menyadari sesuatu. Menyadari apa? Menyadari jika kita ini adalah orang yang penuh kekurangan.

Sayyidina Abdullah ibn Mubarak mengatakan,
Kamu mau tau musibah yang paling besar? Musibah yang paling besar yaitu seseorang tahu dirinya punya kekurangan, dirinya punya kelemahan, tetapi dia tidak bergegas membenahi kekurangan itu.

Dia tahu dia malas, tapi tidak mencari cara bagaimana caranya agar tidak malas. Rasulullah SAW sampai menyuruh kita berlindung dari sifat malas. 

اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّ جَالِ

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang.”

اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ
Ya Allah lindungi aku dari perasaan gundah, gelisah.

Seseorang yang memikirkan besok dan masa lalu, hidupnya tidak ada di hari ini dan dia tidak punya hari ini. Karena dia tidak bisa menikmati bahkan hari ini. Karena hidupnya hanya ada di dalam bayangan masa depan dan masa lalunya.

Tapi orang yang bisa menikmati hidup, dia adalah orang yang masa depannya dipasrahkan kepada Allah dan masa lalunya dia tutup bukunya.

Orang yang seperti itu dia tahu nilainya hidup. Hari ini dia benar-benar menikmati hidupnya.

وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan

Ketidakberdayaanmu itu mungkin adalah kelemahanmu yang perlu dibenahi.

Ibu “tidak bisa” (melakukan) apa? Misalnya, ibu tidak bisa mengatur rumah, anak, atau pekerjaan. Itu semua mungkin sesuatu yang harus ibu benahi. 

وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ
aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran

Rasulullah SAW mengatakan,
Orang mukmin yang kuat lebih baik dari orang mukmin yang lemah.

Yang menghalangi dia dalam mencapai sesuatu, mungkin itu kelemahan. Ketidakberdayaan itu menempel dengan rasa malas. 

Ada orang mengatakan,
Semua orang di muka bumi ini bisa melakukan apapun pekerjaan yang ada di dunia ini.

Allah tidak pernah salah menciptakan seseorang dan Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Ibaratnya ibu bukan pengusaha, tapi ibu bisa menjadi pengusaha jika belajar. Ibu bukan tukang nasi uduk, tapi ibu bisa menjadi tukang nasi uduk jika ibu belajar. Ibu bukan orang pintar, tapi ibu bisa pintar jika ibu mau.

Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan kita untuk berlindung dari sifat pengecut. Yang hanya berani di belakang, tapi jika di depan tidak berani.

Pengecut bukan sifatnya orang beriman. 

Misalnya, seseorang dibegal dengan celurit lalu orang itu memberikan perlawanan. Tapi saat memberikan perlawanan, dia tewas. Maka dia terhitung syahid. Matinya tidak sia-sia karena dia menunjukkan keberanian dalam dirinya.

Jika seseorang pelit, sudah jelas dalam dirinya ada cinta dunia. Tidak mau hartanya hilang, tidak mau apa yang dia punya hilang. 

Kakek saya dulu mengatakan,
Kalau kamu mau pelit, pelit sama satu hal, pelit sama buku.

Misalnya, ada orang mau meminjam buku, lalu kamu harus tanya, “Mau pinjam berapa hari?”, peringatkan jangan rusak, jangan dicoret. Tapi jika ada orang yang mau meminjam uang, kamu tidak perlu tanya, “kapan mau balikin?”.

Jika buku, kamu harus tanya kapan mau dipulangkan karena bukumu adalah ilmumu

Kita boleh pelit dengan buku, bukan dengan ilmu. Jika kita punya ilmu, lalu ditanya oleh seseorang, maka jawablah. Karena terkadang untuk informasi saja orang pelit.

وَاَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ
aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang

Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan kita untuk berlindung dari terlilitnya hutang. Biasanya orang yang satu kali hutang, akhirnya akan terlilit hutang. Maka jangan meremehkan hutang. Sekali kamu meremehkan hutang, kamu akan terjerat di dalamnya. 

Hutang dalam islam itu sahih. Tapi masalahnya adalah bertemu dengan orang yang “berhutang benar” itu hampir tidak ada. Karena kebanyakan orang saat berhutang, lebih galak yang berhutang. Kenapa cari orang yang berhutang benar hampir tidak ada? Karena amanah dalam diri seseorang itu hampir tidak ada.

وَقَهْرِ الرِّ جَالِ
dan tekanan orang-orang

Dan kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari kesemena-menaan orang terhadap diri kita. Penindasan terhadap kita. Ditekan oleh siapapun itu tidak enak. Mau dia pasanganmu, kerabatmu, ataupun atasanmu, siapapun. Minta berlindung kepada Allah SWT dari ditindasnya kita oleh seseorang.

Imam Abul Hasan As Syatiri pernah berkata,
Antara orang baik dan orang bodoh, beda tipis.

Ada orang terlalu baik, tapi tidak sadar ditindas dan dimanfaatkan. Maka sebaik-baiknya kamu, minta perlindungan kepada Allah jangan sampai kamu menjadi orang baik yang dimanfaatkan orang lain atau dari bodohnya kamu lalu kamu dimanfaatkan orang lain.

Dari situ kita belajar, jika kita sadar punya kelemahan, maka bergegaslah membenahi kelemahan itu. Karena jika kamu tidak bergegas membenahinya, maka kamu adalah orang yang mendapat musibah paling besar dalam hidupmu.

Musibah itu tidak selalu tentang,
kamu ditinggal wafat orang tercinta
atau mungkin kehilangan harta.
Tetapi musibah itu ketika kamu tidak mau memperbaiki kelemahanmu.

Setiap kita mendatangi tempat-tempat baik, apa yang kamu bawa? Kamu ingin membenahi diri. Bukan menjadi “orang yang merasa sudah benar”. Catat itu baik-baik. 

Berapa lama kamu bergabung di dalam kegiatan majelis, tidak menentukan kamu orang yang taqwa dan paling bertaqwa di sisi Allah SWT.

Mungkin orang yang baru datang sekali atau dua kali ke majelis, justru dia lebih bertaqwa kepada Allah.

Orang yang bertaqwa adalah dirinya yang merasa penuh kurang di hadapan Allah. Tapi orang yang durhaka adalah orang yang merasa dirinya benar.

Maka jaga diri kita agar kita selamat dari semua tipu daya syaithon. 
Aamiin Ya Rabbal ‘Alaamiin … 

KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB

Kita masih berada di bab tentang cinta dunia, tipu daya dunia, dan celanya dunia dimata Allah dan Rasul-Nya agar kita juga bisa melihat sisi dunia bukan hanya tentang keindahan dan tipu dayanya. Seperti yang dikatakan Nabi Muhammad SAW,
Dunia itu manis, bahkan terlihat mempesona (indah)

Melihat seseorang mempunyai sesuatu, “enak”. Melihat seseorang dikelilingi kenikmatan, “enak”. Yang kamu lihat itu terkadang bukan nikmat tapi itu dunianya.

Coba kita lihat ada orang yang sedang menikmati hartanya. Misalnya dia beli mobil dan baju. Kamu fokus dengan apanya? Mobilnya ? Bajunya?

Hampir tidak ada dari kita yang fokus tentang “Dia kok bisa ya beli mobil ini?” atau “Subhanallah, Allah sayang banget sama dia dikasih nikmat seperti itu.”

Tapi yang kita fokus adalah “enaknya mobilnya dan bajunya”, yang kita fokus tentang dunianya.

Maka dari itu Nabi SAW mengatakan,
Dunia itu manis, bahkan terlihat memesona

Karena umumnya mata kita selalu melihat dengan cara itu. Dia tidak memikirkan prosesnya untuk sampai dititik itu. Adapun kamu hanya menonton saat itu, “Enak banget jadi dia, mau beli sesuatu tinggal beli.

Kenapa kamu bilang enak? Karena kamu tidak melihat prosesnya, tapi kamu hanya lihat dunianya orang, hartanya orang, miliknya orang. Kamu bukan lihat nikmat.

Jika dilihat dengan sudut pandang yang salah, dunia itu akan terlihat indah memesona. Seperti yang Allah gambarkan,
Isinya dunia ini hanya ada senda gurau dan tipu daya saja

Kelihatannya hanya canda, senang, tawa, tapi semuanya menipu. Tidak ada yang benar-benar nyata.

Dalam kitab ini kita ingin diberikan arah,
Kamu mau lihat dunia, jangan hanya lihat enaknya saja. Tapi kamu harus tahu betapa dunia itu menipu.”

Pada saat kamu melihat nikmat seseorang tapi kamu tergesa-gesa mencapai titiknya dia saat ini (tanpa ikut prosesnya), maka kamu akan tergelincir dalam tujuan hidup.

Setiap orang yang berambisi pada akhirnya akan masuk pada jurangnya syaithon, (yaitu) ketika dia mau mencapai titik nikmat, tapi tidak mau merasakan letih orang yang dia lihat nikmat

Tapi jika yang kamu lihat proses seseorang, maka kamu akan termotivasi.

Didalam kitab selalu kita temui Imam haddad menyadarkan kita,

وَذِهْ دُنْيـَا دَنِيـَّة حَوَادِثُهَا كَثِـيْرَة
Dunia ini hina, dan banyak kejadian-kejadiannya
وَعِيْشَـتُهَا حَقِيْرَة وَمُدَّتُهَا قَصـِيْرَة
­serta masa untuk hidup itu singkat

Dunia mau mengalihkan perhatian kita. Kamu jangan selalu melihat dunia dari enaknya saja. Karena sebenarnya untuk mendapatkan apa yang ada didunia, asal kamu mau menerima dan melalui prosesnya, kamu akan dapat.

Jangan hanya melihat enaknya, karena jika kamu hanya melihat enaknya, kamu akan menjadi orang yang curang.

Nabi Muhammad SAW menggambarkan dunia itu manis, hijau, mempesona, dan enak dilihat. Jika dilihat, hati menjadi seperti tertarik ingin dunia.

Maka diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW,
Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kalian khalifah didalamnya

Kita orang yang beriman adalah khalifah didalam dunia ini. Sekarang kamu sebagai khalifahnya Allah, mau melihat dunia dengan kacamatanya syaithon yang menipu kita atau dengan kacamatanya Allah yang menunjukkan kepada kita asli wujudnya dunia?

Kamu wakilnya Allah, harusnya kamu yang paling tahu seluk beluk buruknya dunia. Jika kamu tahu, kamu tidak akan menjadi pihaknya orang yang mengejar dunia saja. Karena kamu wakilnya Allah di bumi, kamu sadar tujuanmu bukan dunia, tujuanmu adalah Allah. Tapi jika yang kamu lihat dan kejar dunia, maka kamu tidak pantas disebut khalifahnya Allah dibumi, kamu bukan khalifahnya Allah dibumi, tapi kamu perusak bumi.

Pada hakikatnya, orang-orang yang cinta dengan dunia, mereka akan menjadi perusak dunia, bumi, amanat, hak dan tanggung jawab antara orang muslim dengan muslim lainnya.

Maka dari itu, banyak teman tapi dicurangi. Dengan saudara, tapi diambil haknya. Dagang bersama tapi saling dihancurkan dengan segala macam caranya.

Jika kita sebagai penghancurnya, maka kita adalah perusaknya bumi, kita bukan khalifahnya Allah. Karena khalifahnya Allah dimuka bumi, dia akan menjadi penanggung jawab.

Baitul Mal – Sayyidina Umar bin Khattab

Kita lihat Sayyidina Umar bin Khatab, saat Nabi Muhammmad SAW dan Sayyidina Abu Bakar wafat, beliau membangun Baitul Mal. Orang fakir miskin yang susah, datang kesana untuk mengambil apapun yang diperlukannya. Beliau membangun Baitul Mal, rumahnya harta. Yang dipikirkan beliau adalah orang yang tidak punya, tidak usah memikirkan susahnya mendapatkan dunia karena itu sudah ada rumahnya, ada hartanya.

Disana ditimbun haknya orang muslimin. Zakat dikeluarkan, lalu diambil disana. Orang susah datang kesana dan langsung mengambilnya. Karena tidak ada orang yang mencurangi hak orang, mengambil hak orang, sehingga Baitul Mal tidak dicurangi.

Tapi bagaimana dengan sekarang?
Baitul Mal banyak dicurangi. Banyak pengelola, seperti yayasan tidak bertanggung jawab. Selalu mengatasnamakan agama tapi salah didalam mengelola tanggung jawabnya. Itu yang disebut penyakit, bahaya.

Lihat, betapa dunia mudah memperdaya kita. Awalnya lurus, tapi diakhir kita bisa terperdaya didalamnya. Semua sumbernya karena amanat hilang.

Khalifah Allah dibumi sudah tidak ada. Sepertinya, seolah yang merasa bertanggung jawab bahwa saya ini khalifahnya Allah dibumi tidak ada. Justru harusnya bertanya,
Jika ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti itu, kamu khalifahnya siapa? Kamu khalifahnya syaithon? Yang membantu syaithon untuk merusak bumi?

Hakikatnya, dunia itu jelek dan rusak. Tapi dari sisi pandangan, dia terlihat manis, mempesona, indah, dan enak dilihat.

Bani Israil (Yahudi) yang Curang

Nabi Muhammad SAW mengingatkan kepada kita, apa yang terjadi pada Bani Israil, umat terdahulu sebelum kita. Mereka tersesat saat mereka bergelimang harta, perhiasaan, perempuan, wewangian, dan pakaian. Semua itu karena dunia.

Saat datang harta rampasan, Rasulullah SAW melihat betapa antusiasnya para sahabat yang mengantri menunggu harta rampasan itu. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan,
Tidak ada yang paling mengkhawatirkanku untuk kalian, kecuali kalian dibentangkan dunia maka kalian akan bergegas berebut mengambilnya, seperti sebagaimana dahulu berebutnya Bani Israil saat dihadapi dunia didepannya

Saat seseorang belum melihatnya (dunia), memang tidak silau. Tapi jika sudah melihatnya akan berbeda. Saat uangnya tidak ada, tidak mau mencuri. Tapi saat uangnya ada, beda lagi pikirannya. Ibaratnya, sebenarnya dia tidak mau jahat tapi karena ada kesempatan, akhirnya dia menjadi jahat. Umumnya seperti itu.

Disini Nabi Muhammad SAW takut dengan kita, jika harta atau dunia dibentangkan, maka kita akan haus berebut seperti Bani Israil dahulu berebut dengan hartanya.

Bani Israil (Yahudi) sampai digambarkan tidak boleh memancing di hari Sabtu. Diuji oleh Allah, tidak boleh memancing di hari Sabtu. Tapi jika hari Sabtu dan ikan tidak dipancing, ikan muncul semua. Terkadang kita seperti itu, antara kebaikan dengan dunia. Misalnya saat mau ngaji, pesanan datang. Kemudian bimbang, “Ngaji nggak ya?

Tapi mereka (Yahudi) pakai otak, itulah curangnya mereka. Mereka tidak memancing tapi mereka tetap melakukan kesalahan. Mereka membuat lubang pasir yang dalam dipinggir pesisir, sehingga setiap ombak datang, ikan masuk kedalam lubang yang telah dibuat sebelumnya.

Kemudian mereka di tegur oleh Nabinya,
Bukankah Allah telah melarangmu memancing di hari Sabtu, lalu apa yang kami lihat ini, dapat ini?
Mereka menjawab,
Kami tidak memancing, dia datang sendiri

Mereka pintar ngeles. Dia khianati Allah, dia membuat tipu muslihat bahkan dengan Allah hanya untuk dunia. Yang dikejar bukan untuk makan, tapi untuk dijual. Mencari penghasilan bahkan harus dengan curang. Dan disitulah larangan Allah bisa dilanggar dengan cara apapun, dia cari halalnya.

Nabi Isa a.s. mengingatkan kepada kita,
Jangan pernah kamu jadikan dunia sebagai Tuhan. Jika kamu jadikan dunia sebagai Tuhan, maka dia akan menjadikanmu sebagai budaknya.

Maka simpan harta kita kepada Sang Pemilik harta. Simpanan dunia jika kita salah titip simpananya, mungkin disitu ada bencana. Tapi jika kita titip harta kita kepada Allah, maka harta kita akan terjaga. Saat kita titip kepada Allah, kelihatannya hilang tapi Allah akan gantikan, bahkan lebih.

Maka dari itu, tidak ada ulama yang sedih jika mereka harus kehilangan sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Karena mereka mengatakan, “Hilang ini, gantinya Allah lebih”.

Habib Umar mengatakan,
“Seseorang jika ditimpa ujian atau musibah lalu panik, maka dia akan masuk kedalam gelombang panik yang lebih lagi. Dia akan terus terbawa pada kepanikan yang jauh lebih tinggi. Lebih tidak enaknya lagi, hati dia menjadi tidak tenang. Tapi jika seseorang ditimpa musibah atau ujian kemudian dia langsung berbicara kepada dirinya sendirinya, “Tidak ada yang terjadi dimuka bumi ini, kecuali sudah aturannya Allah.” Bonusnya tenang. Seperti tidak punya masalah padahal dia sedang punya masalah.”

Setiap kita punya masalah, maka kembalikan diri kita kepada Allah, karena kebanyakan masalah kita adalah tentang dunia (karena kita tinggal di dunia). Entah tentang harta, keluarga, anak, atau apapun itu, semuanya tentang dunia. Sekarang tinggal kamu mau menyikapinya bagaimana? Mau jadi yang panik atau mau jadi yang tenang.

Jika kamu memilih menyikapinya dengan panik, kamu akan dapat bonus jauh lebih panik bahkan mungkin masalahmu tidak selesai tapi kepanikan itu akan terus menghampirimu dan mengganggumu. Sedangkan jika kamu memilih menyikapinya dengan tenang, walaupun ditimpa musibah kamu masih bisa makan dan tidur, bahkan kamu berpikir, “Setelah ini akan datang bisyaroh dari Allah. Sebentar lagi Allah mau kasih nikmat nih?

Cara berpikir seperti itu adalah cara berpikirnya orang sholeh. Kita harus berpikir dan yakin seperti itu. Setiap kali kita punya masalah apapun dalam hidup atau apapun hal yang terjadi dalam hidup, jangan pernah datangkan pikiran buruk.

Tapi selalu datangkan pikiran baik, “Jika setelah ini, ada kabar baik yang Allah akan bawa untuk saya, ada kebaikan yang Allah akan datangkan untuk saya, ada rezeki yang menunggu lebih banyak untuk saya.

Terkadang keyakinanmu yang semacam itu justru membuat Allah Dzat yang mengujimu merasa malu. Allah yang mengujimu malu, “Hambaku saat diambil, tapi dia justru mengatakan, “Allah mau kasih lebih”. Akhirnya Allah mengatakan kepada Malaikat, “Kasih dia lebih karena prasangka baiknya dia kepadaku.

Simpanan dunia jika disimpan kepada manusia (makhluk), maka kapan saja mungkin akan hilang. Tapi jika simpannya kepada Allah, apapun yang disimpan InsyaAllah terjaga. Semua masalah, ujian hidup, dan apapun yang kita lalui didalam urusan kita, InsyaAllah mudah-mudahan Allah senantiasa menyertai kita dan memberikan jalan keluarnya.

Aamiin Ya Rabbal ‘Alaamiin … 

والله أعلم بالصواب