MQ EPS 85
Seorang hamba yang bertawakal kepada Allah masih memerlukan usaha dan tidak melupakan upaya. Lalu hasil dari upaya tersebut baru kita serahkan kepada Allah.

Tanggal           : Selasa, 07 Maret 2023
Kitab               : Mukasyafatul Qulub
Karya              : Syekh Imam Ghazali
Guru                : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat            : MT Banat Ummul Batul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

Tepat di malam nisfu sya’ban, Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa di malam ini Allah akan menutup catatan amal kita yang lalu. Ada catatan yang dihapus dan ada catatan yang Allah catat kembali atau yang Allah tetapkan. Jadi ada yang Allah hapus dari yang lalu, ada juga yang Allah hapus dari yang akan datang. 

Saat nisfu sya’ban, kita minta umur panjang dalam taat, rezeki yang luas. Perumpamaannya ketika ada catatan takdir kita di lauhil mahfudz, di masa mendatang naudzubillah kita su’ul khotimah. Tapi karena kita doa khusus nanti malam, atau kemarin malam kita minta kepada Alah, “Yaa Rabb, anugerahkanlah aku khusnul khotimah indal maut” malam itu Allah hapus, dicatat oleh Allah dengan catatan yang baru. Jadi ada yang dihapus dan ada yang ditetapkan. 

Itulah kenapa Rasul mengatakan, yang dihapus dan ditetapkan oleh Allah, itu terjadi pada malam nisfu sya’ban. Maka, harapan kita yang lalu Allah hapus dari kekurangan dan keburukan kita dan yang mendatang dari hal-hal buruk. Diganti dengan apa? dengan hal-hal baik, dengan keberuntungan, dengan kebaikan, dengan keselamatan. Tentunya harapan kita adalah kita minta kepada Allah diberikan tuntunan agar kita bisa terus berjalan di jalan istiqomah, di jalan kebenaran, di jalan kebaikan menuju Allah dan Rasul-Nya. 

Jangan pernah mengira tokoh yang berprestasi mereka langsung mendapat prestasinya. Tetapi prestasi itu mereka dapatkan melalui proses. Selalu diawali dengan usaha. Jika kita pernah mendengar atau melihat Ulama bisa menjalankan ibadah yang banyak itu bukan tiba-tiba, tapi karena mereka telah melalui fase prosesnya. Mereka punya tujuan, mereka punya obsesi yang besar. Maka saat itu muncul pada dirinya, lalu mereka latihan setiap waktu sampai akhirnya mereka mendapatkan prestasi. 

Saat kita ingin menjadi orang yang berprestasi di bulan suci Ramadhan, kita juga harus melalui proses. Jika Ulama, itu prosesnya enam bulan. Enam bulan sebelum masuk bulan Ramadhan, mereka sudah mempersiapkan. Ketika ulama membaca Al-Qur’an, mereka tidak merasakan mengantuk. Berbeda dengan kita yang baru membaca sedikit sudah mengantuk karena kita tidak pernah latihan. Itu adalah suatu hal yang baru bagi kita. Begitu juga saat kita shalat tarawih, ada bagian tubuh yang terasa sakit. Kenapa itu bisa terjadi? Karena tidak terbiasa.  

Sekarang kita punya 15 hari terakhir di bulan Sya’ban. Jadikan 15 hari terakhir ini menjadi waktu yang bisa kita ambil kesempatannya untuk mengambil kebaikan di bulan Ramadhan agar kita bisa mempersiapkan segenap jiwa dan raga kita untuk benar-benar tulus dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah. Baik ibadah puasanya, tarawihnya, hingga ibadah-ibadah hatinya.

Umumnya orang yang mau menjalankan tarawih itu berat karena kekenyangan. Banyak pertimbangan untuk tarawih hingga tidak dikerjakan. 

Jika beribadah, mereka selalu menjadikan ibadahnya itu sebagai ibadah terakhir karena tidak pernah ada yang tahu umur. Hari ini kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan tapi tidak tahu apakah kita akan di pertemukan di Ramadhan yang mendatang. 

Sehingga para Ulama selalu mengambil kesempatan yang berharga di mana mereka bisa beribadah, mereka memaksimalkan ibadahnya, bukan menunda-nunda. Jadi yang bisa berpuasa dengan baik sambil menjaga hatinya. Dengan apa? Hati-hati dengan hati. Hati-hati dengan cara dia melihat orang lain, melihat ibadah orang lain, dan melihat kekurangan orang lain. 

Terkadang sudah puasa, tarawih, mengaji Qur’an tapi sangat disayangkan dia masih tetap berbohong, selalu membicarakan orang, masih ada sifat senang mengadu dombakan orang lain, dan masih ada sifatnya yang sering-sering sumpah. 

Sering-sering sumpah itu berbahaya. Imam Syafi’i mengatakan,
Semenjak aku diciptakan Allah, aku tidak pernah sumpah atas nama Allah sekalipun.”

Karena sumpah atas nama Allah itu berat. Terkadang kita mengucap sumpah pada hal yang sepele. Bohong saja dosa, apalagi pakai sumpah (atas nama Allah), jadi double

Kita harus menjaga mata. Kita tidak bisa melihat aurat orang lain yang artinya hal yang tidak boleh diperlihatkan. Dalam fiqih, aurat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan dalam tasawuf, aurat itu berkenaan dengan semua kejelekan orang. 

Mata kita diminta untuk menjaga dari melihat yang haram, memandang yang haram. Berarti bukan  hanya tentang auratnya tapi ini juga tentang melihat orang dengan cara pandangnya. Jangan memandang orang dengan pandangan yang merendahkan, menghina, dan jangan memandang orang dengan mata yang menyebalkan.

Jadi kita diperintahkan untuk menjaga mata dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah. Ini dosa hati dan dosa yang menggugurkan pahala ibadah, wabilkhusus ibadah puasa. Kemudian kita hidupkan malam-malamnya, ingat jangan sampai ibadah hati tidak kita lakukan. 

Ibadah kita diterima atau tidak pun tergantung ibadah hati kita. Yang paling takut itu adalah ketika kita melihat sesuatu yang tidak baik di mata kita. Maka jagalah, karena itu dosa-dosa yang bisa menggugurkan pahala. Mudah-mudahan Allah selamatin kita semua, Insya Allah, aamiin yaa Rabbal ‘alamin

4 Hal yang Bisa Mengangkat Derajat Manusia

Imam Juneid Baghdadi mengatakan ada empat hal yang bisa mengangkat derajat manusia. Beliau mengatakan, “Tidak ada ibadah yang lebih cepat mengangkat derajat seseorang kepada Allah melebihi empat hal ini

  1. Mempunyai Sifat Haliim

Artinya luas maaf, tidak mudah marah. Tingkatannya diatas sabar. Emosinya tidak tergoda. Orang yang memiliki sifat ini mempunyai jiwa yang tenang.

  1. Mempunyai Sifat Tawadhu’ 

Artinya rendah dengan segala hal yang dimiliki. Dia tidak merasa berhasil karena dirinya sendiri, tapi karena Allah yang memberinya.

Sebesar apapun punya pangkat, setinggi apapun punya kedudukan, setinggi apapun sudah berada di titik kesuksesan, tapi dia tidak sombong, tidak merasa yang paling hebat, merasa paling diantara segalanya.

  1. Mempunyai Sifat Assakho

Artinya dermawan. Dia akan terlihat lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Jika punya hal apapun, yang dikeluarkannya lebih banyak daripada yang disimpan.

Semua orang (kaya maupun miskin) bisa memiliki sifat ini. Dia akan selalu dermawan bukan hanya tentang senang berbagi dari uang, tapi dermawan itu luas. Orang dermawan pasti akan terlihat dari wajahnya, sikapnya, dan tingkah lakunya. 

  1. Mempunyai Sifat Husnul Khuluq

Artinya akhlak (perangai) yang baik. Kunci dari ketiga sifat sebelumnya ada pada sifat yang ke-4 (perangai yang baik). Karena semuanya tidak akan terwujud jika husnul khuluq nya tidak ada. 

Perangai itu tidak dapat dibuat-buat. Perangai itu hiasan yang paling melekat dari diri seorang manusia. 

Jika kita punya husnul khuluq, maka sifat-sifat ini harus ada di dalam diri kita. Mudah-mudahan Allah anugerahkan kita semua sifat yang baik, sifat Nabi Muhammad SAW. Aamiin yaa Rabbal ‘alamin.

KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB

Kemarin kita sudah membahas tentang bagaimana pentingnya menjadi seorang hamba yang tawakal kepada Allah. Tapi kita juga diingatkan bahwa tawakal itu perlu usaha. Artinya jika orang hanya tawakal saja tetapi tidak ada usaha maka sama saja bohong. Karena yang diminta oleh Allah saat kita bertawakal adalah kita tidak melupakan upaya. Hasil dari upaya, jawaban dari usaha, baru kita serahkan kepada Allah.

Kisah Orang yang Menaruh Harapan hanya kepada Allah

Kisah ini datang dari Khudzaifah al-Mar’asyi, dia adalah pelayan Ibrahim bin Adham. Ada orang yang bertanya kepadanya, “Apa yang paling membuatmu kagum selama kamu melayani seorang Ibrahim bin Adham? Apa yang paling menakjubkan dari sisi seorang Ibrahim bin Adham?” 

Dari sini kita belajar jika ingin menanyakan seseorang, jangan tanyakan tentang perangai buruknya. Jika ingin bertanya tentang orang tersebut, maka bertanya bagaimana hal baiknya. 

Orang itu bisa menilai bagaimana watak seseorang dari cara dia bertanya. Sebelum bertanya yang buruk, maka bertanya yang baik terlebih dahulu. 

Si pelayan menjawab, “Saya pernah dalam perjalanan berhari-hari menuju Mekkah tetapi tidak punya apa-apa. Tidak ada makanan, tidak ada minuman, dan kami tidak menemukan apa-apa. Kami berjalan sampai masuk ke kota Kufah dan akhirnya aku dan Ibrahim Al-Adham singgah di salah satu masjid

Masjidnya sudah hampir roboh dan sudah rusak. Kemudian wajahnya Khudzaifah dilihat oleh majikannya. Ibrahim melihat wajahnya kelelahan dan kemudian menegurnya, “Saya lihat kamu lapar“. Pelayannya tidak mengelak dan berkata, “Seperti yang kamu lihat wahai Guru, saya memang lapar

Majikannya menyuruh dia untuk mengambil tinta pulpen dan kertas. Kemudian dia menulis bismillah. Tapi sebelum menulis bismillah, beliau menulis “Engkau adalah Zat yang tertuju dalam segala keadaan dan Engkaulah yang dipilih dan ditunjuk dalam setiap makna”. 

Lalu beliau melanjutkan tulisannya, “Aku ini lapar, tapi aku masih bertahan. Aku ini tersesat, tapi aku masih tetap berjalan. Aku ini telanjang, tapi aku tetap menjaga pakaianku. Aku tidak punya apa-apa”. Tujuan menulisnya untuk Allah. 

Ibrahim melanjutkan tulisannya, “Aku telah menjaga separuhnya, aku akan jamin separuhnya. Tapi tolong separuhnya lagi Engkau jamin. Sekarang urusan Engkau wahai Rabb. Tolong Engkau yang menjadi penjaminnya wahai Yang Maha Pencipta.  Aku menjaga untuk menjadi orang yang bersyukur, orang yang memujimu, untuk tetap menjadi orang yang mengingatmu. Pujian kepada selain-Mu itu kobaran api. Maka selamatkan aku dari masuk api neraka”.

Artinya pujian selain kepada Allah itu tidak berguna. Jika memuji orang hanya berujung membakar diri sendiri. “Ternyata orang yang ku puji tidak memuaskan hatiku”. Kita baik ke orang, tapi besoknya dia melihat kita seperti orang yang tidak kenal. 

Beliau menulis itu saja. Kemudian sobekan kertas itu diberikan kepada pelayannya dan dia diperintahkan untuk keluar tetapi dengan memberikan pesan, “Jangan gantungkan hatimu kepada selain Allah, di hatimu hanya boleh ada Allah. Berikan kertas itu ke orang yang pertama kali bertemu denganmu di jalan.” 

Si pelayan keluar dan mengingat pesan gurunya. Orang pertama yang ditemui adalah orang yang naik keledai. Kemudian kertas itu diberikan kepadanya. Orang itu menangis dan akhirnya memberikan hartanya 600 dinar kepada si pelayan. Dia ingin bertemu dengan orang yang menulis surat tersebut. 

Si pelayan buru-buru menghampiri Gurunya dan mengatakan, “Apa yang terjadi padanya?”. Pelayan itu menjawab, “Tadi saya sudah menjalankan apa yang kamu perintahkan. Ternyata dia orang Nasrani, lalu bagaimana?” 

Gurunya menjawab, “Jangan disentuh dulu uang itu. Sebentar lagi dia akan mendatangi saya

Orang yang naik keledai itu menghampiri Ibrahim bin Adham. Dia datang lalu bersimpuh di hadapannya dan masuk Islam. Setelah itu uangnya bisa digunakan.

Dari kisah ini kita lihat Ibrahim bin Adham tidak pernah menaruh harapannya kecuali hanya kepada Allah. Kita lihat ketulusannya saat dia menulis surat kepada Allah membuat orang lain tergugah. Bahkan bukan hanya tergugah ingin memberi, tapi ingin mengikuti ajaran. 

Orang sholeh jika berbicara memang seperti itu. Diperintahkan sedikit oleh Gurunya, maka dia akan menurutinya. Itu bentuk dari ketulusan. Contohnya Ibrahim bin Adham usahanya menulis. Ada usaha, tidak meminta. Saat orang itu membaca surat, dia gemetar. Siapa yang menggerakkan hatinya? Allah. 

Kita jangan menjadi orang yang meminta-minta, tetapi jadilah orang yang memberi. 

Ada malaikat-malaikat yang diciptakan oleh Allah sebagai pembawa arsy-Nya. Allah memerintahkannya untuk mengangkat Arsy, tapi mereka tidak ada yang kuat. Allah menambah malaikat lagi, tetapi tetap tidak bisa juga terangkat. Kemudian Allah memerintahkan mereka membaca,

 لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
Laa haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘aziim
Tidak ada daya dan tidak pula kekuatan kecuali karena Allah

Subhanallah, apa yang tidak bisa mereka angkat akhirnya bisa terangkat.

Pada saat kita merasa sumber rezeki itu karena kita yang kuat, karena kita yang bisa, itu tidak tepat. Padahal kita tidak punya kekuatan jika tidak ada sumber yang memberikan kekuatan. Siapa yang ingin memberikan kekuatan kepada kita jika bukan Allah?

Kekuatan kita, kehebatan kita, pencapaian kita, kesuksesan kita, semua ingat  لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ  

Jika bukan Allah yang memberi, tidak akan bisa. Kamu tidak bisa menolak keburukan dan mendatangkan kebaikan, jika bukan semuanya karena ada campur tangan Allah. Kamu tidak akan bisa selamat dari mudhorot, bencana, dan keburukan yang menimpamu, jika bukan karena Allah yang menyelamatkanmu. 

Kita berusaha mengamalkan kalimat,

حَسْبِيَ اللهُ لَا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Hasbiyallahu laa ilaaha illaa huw, ‘alaihi tawakkaltu wa huwa robbul ‘arsyil ‘aziim
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”

Karena jika kita membacanya, Allah akan cukupi segala hal yang membebani pikiran kita. Kamu percaya atau tidak, Allah akan cukupi. Dalam riwayat lain, Allah akan cukupi segala urusan dunia maupun akhirat. Maka jangan remehkan bacaan-bacaan yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW. 

Mudah-mudahan apa yang kita baca dan apa yang kita dengar menjadi manfaat dalam urusan kita, urusan dunia hingga akhirat. Aamiinn yaa Robbal ‘alamin.

والله أعلم بالصواب