Tanggal : Selasa, 03 Januari 2023
Kitab : Mukasyafatul Qulub
Karya : Imam Ghazali
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Banat Ummul Batul
بسم الله الرحمن الرحيم
PENDAHULUAN
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam haditsnya,
“Dua perkara yang tidak ada diatasnya lebih baik daripada dua ini, yaitu prasangka baik kepada Allah dan prasangka baik kepada hamba-hambanya Allah“
Berprasangka baik itu tugasnya luar biasa karena kita disuruh menilai semua orang baik ditengah hati kita yang terkadang punya dorongan menilai orang buruk.
Manusia punya satu sifat yang sudah melekat pada dirinya yaitu sifat merasa dirinya yang paling baik. Bagaimana kita mendidik jiwa untuk tidak mudah melihat orang dari sudut pandang yang buruk
Nabi Muhammad SAW melanjutkan sabdanya,
“…dan ada dua perkara diatas dua perkara ini tidak ada yang lebih buruk darinya yaitu prasangka buruk kepada Allah dan prasangka buruk kepada hambanya Allah“
Kita harus sadar bahwa penilaian kita belum tentu benar adanya. Jangan kamu anggap penilaian kamu benar adanya.
Allah berfirman dalam surah Ad Duha
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Artinya “Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)”
Kita diperintahkan untuk mengungkapkan nikmat.
Sebagian ahlu tafsir mengatakan bahwa makna fahaddits yaitu adalah bentuk ungkapan syukur. Tapi sebagian ulama mengatakan artinya adalah perbuatan, sikap yang diiringi dengan bentuk syukur.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Setiap nikmat ada hasudnya orang”
Allah menyuruh kita untuk mengungkapkan (nikmat), tapi Nabi memperingatkan kita (bahwa disetiap nikmat ada hasud). Kenapa berbeda?
Maka kesimpulannya adalah seseorang jika hanya melihat nikmat orang lain itu cenderung iri dan akan muncul hasud. Karena kita hanya melihat enaknya. Padahal setiap orang yang mendapat nikmat memiliki cerita dibalik prosesnya itu. Saat kita mendapat nikmat lalu mengemukakan prosesnya sampai mendapat nikmat itu, maka orang yang mendengar akan menjadikannya sebagai inspirasi.
Jika kita bertemu orang yang menceritakan proses hidup, itu adalah bentuk syukur. Bentuk syukur yang mana dengan dia bercerita itu memberikan klarifikasi pada hati kita yang sifatnya hasud. Terkadang perlu dibagi kisah pencapaiannya, sehingga yang datang bukan hasudnya, tapi inspirasinya.
Proses inilah yang disebut sebagai ungkapan syukur. Maka yang akan muncul adalah rasa terinspirasi dan termotivasinya, bukan hasudnya, “Ya Allah apalah saya yang mau membandingkan, kok dia enak“
Saat kita melihat ada orang lain mendapat nikmat dari Allah dengan kenikmatannya saat ini, kamu jangan langsung menghakimi dengan membiarkan liarnya hasud menggerogoti jiwamu. Sebelum kamu melihat kesuksesan orang lain, mari kita mundur dan cari (tahu) kenapa dia bisa sukses.
Saat kamu punya nikmat, lalu kamu jadikan nikmat itu bagian dari sesuatu yang kamu bagi pada orang lain maka kamu sudah menghambat jiwa-jiwa orang untuk hasud sama kamu.
Karena ceritamu mungkin bisa banyak menyadarkan orang yang malas untuk mereka semakin giat, selama ini berpikir kotor untuk mereka membersihkan pikirannya.
Husnudzon itu penting. Jangan hanya melihat suksesnya orang sekarang sehingga kita mudahnya menghakimi, memfitnah, menjatuhkan. Seolah-olah semua hal yang mereka lakukan tidak ada benarnya dimata kita.
Semua orang yang kamu lihat, nikmat sedang berada didalam genggamannya, maka ketahuilah, nikmat itu tidak dia dapatkan begitu saja melainkan karena dia sudah melalui proses dalam waktu yang cukup panjang.
KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB
Dengan mengingat kematian, banyak hal (kebaikan) yang kita dapati dari mengingat kematian.
Rabi’ bin Khaitsam mengatakan
“Tidak ada hal gaib (tidak terlihat) yang paling baik ditunggu oleh seorang mukmin kecuali kematian“
Menunggu itu adalah suatu hal yang tidak pasti. Jika kamu terus-terusan menunggu, kamu akan menjadi orang yang paling bodoh dalam hidup. Karena menunggu saja tanpa ada sesuatu yang dikerjakan.
Atas dasar ini, menunggu yang tidak pasti itu tidak ada baiknya kecuali menunggu kematian karena itu pasti terjadi. Jika (kematian) datang, saya akan lebih siap. Membuat kamu lebih waspada, rajin ibadah, terus berusaha mempersiapkan yang tidak pasti, maka kamu beruntung karena ada upaya kewaspadaan yang lebih.
Kematian tidak bisa dimajukan dan tidak bisa dimundurkan. Maka kita harus benar-benar menjadi orang yang saat menanti kematian dalam keadaan yang benar-benar siap.
“Jangan pernah kalian beritakan tentang kematian kepada seorang“
Jangan pernah membicarakan tentang matinya seseorang karena tidak pernah ada baiknya.
Tapi boleh (dibicarakan) jika kita ingin belajar dari kematiannya, apa yang ditinggalkan, yang diperbuat semasa hidupnya sehingga mengambil pelajaran dari hidupnya.
Tidak perlu membicarakan tentang kematian siapapun. Cukup kita sadarkan diri kita untuk bagaimana kematian kita nanti.
Seorang sholeh menulis surat untuk temannya, dia mengatakan
“Wahai kawan, waspadalah dengan kematian di dunia sebelum kamu ke akhirat“
Karena jika orang sudah diakhirat, mengharap mati tapi tidak bisa.
Maka selagi kamu didunia yang mana kamu nanti akan berjumpa dengan kematian, waspadalah. Karena diakhirat sudah tidak ada kematian.
Diakhirat tidak ada kematian sehingga yang disiksa neraka selamanya dan yang tinggal disurga juga selamanya.
Penghuni neraka mereka berandai-berandai mati. Mereka berpikir dengan mereka dimatikan, rasa sakit semua tiada, tapi ternyata Allah bilang “Mati sudah selesai, tidak ada mati. Yang ada hanya rasa, balasan dari apa yang pernah kamu perbuat“
Maka kita diingatkan untuk waspada dengan kematian karena kita hanya bertemu dengan kematian disini. Disana sudah tidak ada walaupun kamu sangat menginginkan kematian.
Rasulullah SAW pernah menggambarkan keadaan orang di Padang Mahsyar. Satu telapak kaki menindih tujuh kaki, dan diatas kaki kita ditindih oleh tujuh kaki lagi. Saling tindih, saling tumpuk. Jadi sangat berdesak, panas, tidak nyaman.
Mereka teriak, “Cepetan jika kita ingin dihisab, ayo dihisab“
Mereka berpikir setelah dihisab akan selamat, karena sangat mengharap keluar dari keadaan itu. Padahal mereka tidak tahu setelahnya akan lebih parah lagi.
Maka kenapa pentingnya kita mengejar naungan dihari yang tidak ada naungan karena kita tidak mau bersatu dengan yang seperti itu. Pentingnya juga kita berharap dekat dengan Nabi Muhammad SAW karena kita tidak mau dekat dengan seperti itu.
Mengingat kematian tidak begitu saja tapi harus ada pelajaran yang membuat kita semakin terbuka.
Ibnu Sirin mengatakan
“Saya jika diceritakan tentang kematian, maka sekujur badan saya mati”
Mati (tidak bisa bergerak) saking takutnya dengan kematian.
Kisah Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin paling adil sehingga serigala dengan kambing jalannya bersamaan.
Kerjaannya setiap malam orang-orang yang ahlu fiqih berkumpul untuk saling mengingat kematian, hari akhir. Sengaja dikumpulkan untuk saling mengingatkan. Sampai akhirnya mereka menangis seolah jenazah ada di depannya.
Orang sekarang, orang tuanya lagi sakit di foto dipajang, ada (orang) yang meninggal dipajang, apa dia tidak berpikir?
Jika ingin memfoto, simpan untuk dirimu sendiri bukan untuk dipublish “selamat jalan..”
Kamu lagi minta simpati kepada siapa sebenarnya, kamu lagi mengharap apa sebenarnya?
Keranda difoto bukan untuk kenangan tapi untuk ingat kamu juga akan seperti itu nanti.
“Orang berakal tidak akan memfoto kenangan yang pahit”
Wafat itu sesuatu yang menyayat hati, masa difoto diabadikan untuk kenangan-kenangan? Jangan! Bukan itu yang diminta.
Kematian itu suatu yang sakral.
Sesedihnya kamu ditinggal wafat, jangan menjadi orang yang lupa berdzikir, jika kamu cinta dengan mereka (yang telah wafat). Kamu yang akan duduk disebelahnya dan membacakan (doa) yang paling banyak, bukan yang paling sedih.
والله أعلم بالصواب