Tanggal : Selasa, 29 November 2022
Kitab : Mukasyafatul Qulub
Karya : Imam Ghazali
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Bannat Umul Batul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
PENDAHULUAN
Jika kita bicara nikmat, nikmat yang Allah berikan kepada kita tidak pernah putus. Tapi jika kita bicara syukur, syukur dari kita seringkali terikat dengan nikmat. Jika kita diberi nikmat, maka datang dari kita syukur. Jika kita sedang merasa bahagia, maka kita bersyukur. Jika hati kita sedang gembira, maka kita bersyukur. Jika perasaan kita sedang enak, maka kita bersyukur.
Tapi pernahkah kita merasakan rasa syukur dikala sedang sedih?
Kita sedang sedih, banyak masalah, dan ujian, tapi yang datang rasanya ingin syukur. Karena orang selama ini selalu berpikir syukur itu hanya tentang nikmat. Jika kamu diberi nikmat maka kamu harus bersyukur, sedangkan jika kamu sedang diuji maka kamu menangis. Biasanya rasa syukur datang setelah kita bahagia. Bahagia lalu syukur, bukan syukur dahulu lalu bahagia.
Padahal kata Ulama,
“Kenapa kita tidak mengubah menjadikan rasa syukur itu yang mengantarkan kita pada rasa bahagia?”
Artinya jika kamu ingin bahagia, maka bersyukurlah. Jangan kita mengatakan “Jika sedang bahagia, maka bersyukurlah”, tapi yang seharusnya dikatakan adalah “Jika kamu ingin bahagia, maka bersyukurlah”.
Jika kamu ingin berhenti dari masalah, maka bersyukurlah. Jika kamu ingin merasakan ketenangan dan kedamaian dalam hidup, maka bersyukurlah.
Jika kamu ingin bahagia, hidup tenang, dan merasakan nikmat maka bersyukurlah.
Sebelum bahagia, nikmat, dan tenangnya datang, kita sudah lebih dahulu syukur.
Allah mengatakan didalam Al Qur’an,
“Jika kamu bersyukur dari suatu pemberian, maka akan Ku tambah”
Jadi sebenarnya, syukur itu sebabnya kita meraih kebahagiaan yang lebih. Jika orang yang diberi nikmat kemudian bersyukur akan ditambah oleh Allah.
Bagaimana orang yang belum diberi nikmat tapi dia sudah bersyukur? Maka dapat dipastikan sedihnya hilang karena dia mendatangkan syukur sebelum datangnya nikmat.
Jika kamu bertanya bagaimana solusi galau, sumpek, dan masalah agar tidak terasa, maka solusinya adalah dengan bersyukurlah. Kita belajar bersyukur jangan menunggu dan selalu menghitung apa nikmat yang sudah diberi oleh Allah. Tapi kita bahkan bersyukur kepada Allah akan nikmat yang mungkin belum diberi sekalipun oleh Allah.
Allah senang dengan orang yang sering mengadu kepadanya. Bukan mengadu nasib, bukan mengeluh. Jika kamu mengadu nasib, sebenarnya yang lebih parah darimu banyak. Jadi maksudnya bagaimana mengadu nasib? Mengadu kepada Allah dalam doa, kita sedang ingin sesuatu katakan pada Allah “Engkau itu Maha Kaya ya Rab, Engkau itu Baik ya Rob, Engkau itu Maha Dermawan ya Rabb…”. dengan hanya seperti itu, Allah sudah mengerti maksud kita apa. Sebodoh-bodohnya kita saja mengerti jika diperlakukan oleh seseorang dengan seperti itu, bagaimana Allah?
Paling enak mengadu kepada Allah, bukan mengeluh. Karena jika mengeluh, tidak akan pernah selesai. Tapi jika mengadu, mengadu-lah kepada Allah dengan duduk diatas sajadah kemudian mengatakan“Ya Rab terima kasih atas semua yang Kau beri kepadaku selama ini…” dan ingat nikmat-nikmat yang lain yang Allah telah berikan walaupun kamu sekarang sedang susah.
Seperti kita seorang manusia jika ditinggikan (dipuji) akan senang, apalagi Allah yang punya nama Maha Menyombongkan. Kita senang tidak boleh, sombong tidak boleh, tapi Allah boleh, Allah berhak sombong. Maka jika kamu mau puji ke Allah, jangan manusia.
Jika yang kamu puji adalah Allah, ungkapan syukurmu tertuju hanya kepada Allah, maka tunggu Allah akan datangkan pertolongan untukmu.
Maka sekarang diubah (berpikirnya), nikmat belum datang kita sudah syukur, nikmat belum ada kita sudah syukur. Apa yang sedang kamu inginkan sesuatu didunia ini, maka yang kamu inginkan letakkan di kepala lalu kamu sujud, doa, dan sholat dua rakaat (sholat sunnah hajat). Apa harus disebutkan semua yang diinginkan? Tidak perlu. Cukup yang disebutkan tadi saja, baca asmaul husna (puji-puji Allah) kemudian sebutin apa yang kamu inginkan.
Setiap kali kita menyebut nama “Ya Allah”, tanpa kita perlu jelaskan apa isi hati kita, Allah Maha Tahu, tidak ada sedikitpun yang tertutupi dari-Nya. Inilah nikmatnya kita jadi hambanya Allah dan nikmatnya kita jika kita mengerti bagaimana harus bermuamalah kepada Allah.
Orang banyak selama ini merasa bingung dalam menjalankan hidup, padahal sebenarnya hanya karena dia tidak tahu. Kenapa landasan dalam islam ini awalnya pertama Nabi mengajarkan rukun, bagaimana rukun islam, rukun iman, dan rukun ihsan?
Gambarannya itu datang berupa seorang manusia yang menyerupai salah seorang sahabat. Wajahnya indah dan yang paling sering wajahnya disamar oleh Malaikat Jibril adalah wajah sahabat. Dahulu malaikat Jibril jika ingin datang kepada Nabi ingin mengajarkan sesuatu kepada sahabat, paling sering menyamar dengan wajahnya sahabat tersebut.
Kira-kira ciri-cirinya adalah rambutnya hitam pekat, orangnya putih klimis, dan bajunya tidak pernah terlihat kotor sedikitpun.
Dia datang duduk dengan Nabi dekat sampai dengkul bertemu dengan dengkul, karena saking dekatnya. Kemudian dia letakkan tangannya diatas pahanya Rasulullah dan berkata, “Ya Rasululah, islam itu apa? Iman itu apa? Ihsan itu apa?” lalu Nabi menjelaskan dan didengarkan oleh sahabat yang lain.
Ternyata agama ini dapat dipahami jika kamu belajar, bukan dengan hanya kamu duduk dirumah. Agama ini bisa kamu mengerti jika kamu belajar, kamu datang kepada Guru seperti gambaran seorang Malaikat Jibril datang kepada Rasul, melangkahkan kakinya untuk bertanya akan sesuatu yang mungkin tidak diketahui padahal saat itu sedang turun Wahyu mengajarkan kepada kita apa itu islam, apa itu iman, apa itu ihsan.
Tidak ada orang hanya duduk dirumah mengerti islam itu apa, apalagi iman. Bagaimana orang bisa mengerti iman hanya dengan duduk dirumah, apalagi ihsan, apalagi tentang derajat tertinggi kadar ma’rifat.
Itulah mengapa dari sekian banyak perintah yang diwajibkan oleh Allah salah satunya adalah tentang menuntut ilmu hukumnya wajib baik untuk kalangan laki-laki maupun kalangan perempuan. Hambatan-hambatan yang dialami bukan berarti menghalangimu dari pahala dan ilmu.
Maka, jika ada orang bertanya dalam hidupnya “Ada apa dengan hidup saya? kenapa saya merasa sempit jalan hidup saya..”?
Masalahnya itu bukan pada nasib hidupnya, tapi masalahnya itu terletak pada dia yang tidak mau belajar caranya menyikapi hidup.
Seandainya dia belajar, semua yang dihadapi dalam hidupnya, pasti akan didapati jawabannya didalam pelajaran yang ia pelajari.
Al Qur’an itu petunjuk bagi manusia, maka siapapun dari manusia yang bimbang dan hilang arah, petunjuknya hanya Al Qur’an. Al Qur’an tidak bisa dibaca hanya dengan duduk dirumah dan dibaca terjemahnya lalu kamu anggap selesai, tidak bisa seperti itu. Karena setiap Al Qur’an itu punya historinya, punya jalan ceritanya, dan sebab turunnya, jadi tidak baca ayat kemudian langsung paham. Jika kita hanya berdasarkan bacaan yang kita baca, kita bisa salah arti. Tapi jika kita belajar, yang kita baca bukan hanya arti tapi kita mempelajari urutannya, ayat ini turun untuk siapa, kapan ayat ini bisa dipakai untuk umum, kapan ayat ini hanya bisa dipakai untuk orang tertentu.
KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB
Allah mengutip di dalam Surat Az-Zumar
“Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang dahulu tidak pernah mereka perkirakan”
Ini Allah sedang membicarakan azab untuk orang-orang yang riya.
Orang-orang riya mereka berpikir selama didunia sudah beramal seperti sholat, dzikir, ngaji, ibadah, sedekah, dan melakukan banyak hal dalam hidup. Tapi ketika Allah perlihatkan amal perbuatannya, ternyata mereka mendapat keburukan. Yang mereka selama ini kira kebaikan, ternyata semua itu keburukan. Saat Allah memperlihatkan amalnya, ternyata bukan amal baik tapi justru masuk ke amal buruk.
Jika kita beramal dengan bangga, “saya bisa nolong, bantu, sedekah, sholat, sumroh, haji 10 kali”, dia terus merasa bangga dengan dirinya. Itu bangga. Tapi jika riya dalam beramal, dia mengharap orang melihat. Perbuatannya hanya untuk orang, agar orang simpati, senang dekat dengan dia, dan mau berteman dengan dia.
Walaupun yang dilakukan banyak ibadah dan dia lihat didunia amal, tapi saat Allah singkap amal perbuatannya diakhirat ternyata isinya semua masuk ke amal buruk, bahkan ditolak oleh Allah. Masuk ke amal buruk karena dia berbuat bukan untuk Allah.
Allah sudah ingatkan,
“Jangan pernah menyekutukan ibadah kepada Tuhan dengan sesuatu”
Jangan pernah campurkan ibadah dengan urusan orang, kepentingan pribadi, dan keuntungan belaka karena tidak ada gunanya.
Habib Umar mengatakan,
“Lebih baik kita dilihat oleh orang karena kita punya kebaikan walaupun sedikit tapi tulus daripada orang melihat kehebatan kita”
Karena jika yang dilihat kehebatan, dia akan memuji selama kehebatan itu ada. Saat kehebatan itu sudah tidak ada pada kita, maka orang-orang akan pergi dari kita.
Betapa sedihnya orang jika berteman hanya karena uang. Saat kamu punya uang, orang mendekatimu. Dari awal niat bertemannya hanya karena orang dekat dengannya karena uang, hebat, dan pintarnya. Saat yang hebat pada dirinya hilang, maka mereka pun pergi seiring hilangnya kehebatan tersebut.
Mencari orang tulus, jujur, dan baik itu susah. Jika mencari itu susah maka jangan mencari, tapi jadilah orang baik, tulus. Karena jika kamu sibuk mencari orang baik maka kamu tidak akan menemukannya karena kita tidak mau memulai menjadi orang baik. Sebelum mencari, maka jadilah orang baik, tulus, dan ikhlas.
Biarkan orang cinta dengan kekurangan kita, jangan cinta dengan kehebatan kita.
Sayyidina Ali bin Abi Tholib mengatakan
“Orang yang benar-benar mencintaimu adalah dia yang bisa menerima kekuranganmu”
Orang yang ingin cintanya dengan yang sempurna, itu bukan cinta. Dia nikahnya dengan sempurna.
Orang-orang salaf mengatakan,
“Celaka orang-orang yang ibadahnya riya”
DUA JENIS RIYA
Ulama mengatakan, riya dibagi dua
- Riya terang-terangan
Saat dia ibadah ingin dilihat orang. Artinya mengerjakan amal perbuatan untuk dilihat orang.
- Riya tersembunyi
Niat awalnya murni karena Allah. Tapi ditengah melakukan perbuatan tersebut, ada orang yang melihat sehingga timbul perasaan gembira.
Setelah kita melakukan ibadah diperintahkan untuk istighfar karena kita tidak ada yang tahu dari perbuatan ibadah yang kita sudah lakukan yang benar yang mana. Terkadang hati kita suka berkata macam-macam, apalagi jika sudah perkara menyangkut tentang orang lain. Inginnya dipuji, dianggap, ditinggikan namanya.
Jika meminta pujian orang, kamu akan dipuji. Semua orang akan memuji kamu. Tapi mereka memuji hanya sebatas lisannya saja dan itu tidak berlangsung lama. Karena setiap orang yang memuji jika memujinya bukan dari hati, maka pujiannya itu hanya bertahan sementara. Setelah memuji, kamu akan dicela dibelakang. Itu adalah pujian secara lisan.
Tapi jika orang beribadah karena Allah, orang akan datang kepadamu dengan hatinya bukan dengan lisannya. Hati yang datang kepada Allah, maka Allah akan mendatangkan orang-orang dengan hatinya kepadanya. Tapi siapa yang datang kepada Allah hanya sebatas amalnya dan ada alasan ingin dipuji orang disekitarnya, maka orang akan datang juga ke dia tapi hanya sebatas mulutnya saja.
Ulama mengatakan,
“Riya tersembunyi juga terletak pada ibadah yang mengharapkan sesuatu”
Jangan sombong dengan amal yang sudah kita perbuat.
Mendidik jiwa itu luar biasa godaannya. Makanya penting menjaga, jangan sampai kita dalam suatu amal menganggap remeh sebuah ikhlas.
Saat setan membisikan kita untuk berbuat tidak baik, langsung tepis dengan istighfar dan perbaharui niat karena Allah. Karena setan hanya bisa membisikkan, pelakunya tetap kita.
Kita disiksa oleh Allah dan dihukum atas perbuatan kita yang disitu ada campur tangan setan karena setan tidak ikut berbuat. Jadi setan hanya pembisik saja.
Tidak ada satupun amal perbuatan kita yang setan ikut bersama.
Makanya pentingnya ngaji dan dzikir agar setan tidak sering membisikkan telinga dan mulut kita.
Dalam berbuat, kita niat semata-mata hanya mengharap balasan dari Allah.
“Orang yang ikhlas adalah orang yang saat dipuji dan dicaci perasaannya tetap sama”
Kita perlu takut karena semua amal kita akan dikembalikan kepada Allah dan semua apa yang kita perbuat akan mendapat balasannya dari Allah.
“Tidak ada satupun orang yang akan dirugikan oleh Allah”
Artinya tidak ada orang yang dia sudah melakukan sesuatu tapi Allah tidak balas. Yang untuk Allah, kamu akan mendapat balasannya. Adapun yang untuk manusia, Allah akan mengatakan “Datanglah kepadanya, minta kepadanya yang dahulu kamu berbuat untuknya”
Dalam sebuah syair,
“Hari kemarinmu itu semua sudah berlalu, dia menjadi saksi yang adil. Dan hari yang kamu alami sekarang, ini juga akan menjadi saksi atas perbuatanmu”
Lakukan hari ini dengan melakukan perbuatan kebaikan. Jika kemarin kita sudah melewati itu dengan keburukan, tebus keburukan itu dengan kebaikan sehingga kamu menjadi terpuji hari ini.
Nabi bersabda,
“Takwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada dan iringi setiap perbuatan buruk yang telah kamu kerjakan dengan mengerjakan perbuatan baik untuk menghapus perbuatan buruk yang telah kamu kerjakan”
Penghapusan dosa hanya bisa didapat dengan perbuatan baik yang kamu iringi setelahnya.
“Jangan pernah menunda berbuat baik hingga esok karena yang dikhawatirkan besok datang tapi ternyata engkau telah mati”
Upaya setan membuat kita lupa. Maka saat kita teringat dengan suatu kebaikan, kemudian kita langsung menyegerakan diri dalam berbuat kebaikan, setan tidak suka.
“Tidak ada tergesa-gesa yang paling Allah cintai melebihi tergesaan kita dalam berbuat baik”
Bukan dalam mengerjakan kebaikan tergesa-gesa, Allah tidak suka. Tapi berusaha menyegerakan diri dalam mengerjakannya.
Dalam sebuah syair yang lain dikatakan,
“Engkau menyegerakan diri dalam berbuat dosa sesuai keinginanmu. Tapi yang menyedihkan itu kematian bisa saja datang disaat kamu sedang lalai”
Suatu hal yang salah kita cenderung sering menyegerakan. Kita sering mengatasnamakan agama untuk suatu kesalahan.
Contohnya saat datang ke suatu perkumpulan, “ini kan silaturahmi“. Betul silaturahmi, silaturahmi dimana dulu?
Mari kita timbang antara mendatangi (tempat) itu dengan kita mendatangi (tempat) kebaikan, siapa yang paling diuntungkan? Diri kita sendiri.
Setelah kita melakukan kesalahan, kita langsung berpikir nanti bisa bertobat, “Allah kan Maha Pengampun dan Maha Penyayang“. Kita seringkali tertipu dengan hal-hal yang semacam ini.
Makanya kita diminta untuk berdoa husnul khotimah karena tidak ingin diwafatkan oleh Allah sementara kita didalam perbuatan yang Allah murkai.
والله أعلم بالصواب