COVER-KAJIAN-MQ-EPS.68
Janganlah beribadah seperti anjing yang mana jika takut segera beribadah. Dan jangan pula seperti buruh (pekerja) yang jika tidak diberi upah, maka dia tidak akan bekerja

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Tanggal           : Selasa, 13 September 2022
Kitab               : Mukasyafatul Qulub
Karya              : Imam Ghazali
Guru                : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat            : Majelis Ta’lim Bannat Umul Batul

Artikel : Mengejar Rezeki yang paling Utama

KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB

Nabi Muhammad SAW. bersabda,

“Janganlah salah seorang dari kalian menjadi seperti anjing yang buruk dan jangan pula seperti buruh yang buruk”

Perumpamaan anjing yang buruk yaitu yang buruk perangainya atau buruk sifatnya. Jika merasa takut, maka dia kerja. Anjing jika takut, dia akan kerja.

Dan jangan pula seperti buruh (pekerja). Buruh yang buruk adalah buruh yang jika tidak diberi upah, maka dia tidak akan bekerja. Seperti halnya saat demo, itu mungkin karena gaji belum turun atau upah tidak sesuai.

Nabi memberikan kita perempumaan, bukan nisbatnya kepada para buruh, buruh tidak salah. Tapi hal tersebut dilihat dari sisi agama, dari sisi ibadah.

Kita menjadi orang yang beribadah jangan seperti anjing yang mana jika takut segera beribadah. Contoh sedang dapat ujian, musibah, terkena sial, dia segera sholat karena takut. Kemudian dia mendekat pada kebaikan karena takut terkena adzab dan takut terkena siksa. Maka Rasulullah SAW. memberkan perumpamaan bahwa orang yang ibadahnya hanya karena takut, maka seperti anjing yang buruk. Jika dia sedang takut dan gelisah, dia segera ibadah dan mengerjakan kebaikan.

Dan jangan pula kita menjadi buruh yang buruk. Buruh jika tidak diberi upah, maka dia tidak mau bekerja. Perumpamaannya, jika ingin mengerjakan suatu ibadah atau suatu kebaikan, yang lebih dahulu ditanya tentang bagaimana pahala atau ganjarannya. Jika ganjarannya sepertinya tidak terlalu banyak atau berarti, maka biasa saja tidak perlu mati-matian megerjakannya. Seperti orang pekerja, yang cari tahu dahulu berapa gajinya . Jika gajinya tidak seberapa, maka (dia berpikiri) kenapa harus sibuk. Itulah perumpamaannya.

Padahal kita tahu bahwa setiap kebaikan maupun keburukan sekecil apapun semuanya ada ganjarannya disisi Allah.

Allah berfiman,

“Siapa yang berbuat kebaikan walaupun seberat biji sawi, maka baik baginya. Dan siapa pula yang mengerjakan keburukan walaupun keburukan tersebut hanya seberat biji sawi, maka buruk baginya”

KISAH SEORANG PEZINA DICATAT MENJADI PENGHUNI SURGA

Ada seorang wanita pezina (PSK) pulang dari mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba ditengah jalan dia melihat anjing kehausan. Dia mendekat ke sumur mencari sesuatu untuk dijadikan wadah untuk mengambil air namun tidak ada. Akhirnya dia melepas sepatunya kemudian mengambil air dari sepatunya tersebut dan diberikan kepada anjing.

Mungkin dimata kita hal tersebut hanya perbuatan sosial yaitu memberi minum anjing. Pada saat itu mungkin wanita tersebut melakukannya atas dasar kasihan dan ikhlas tanpa mengharap apapun. Dia memberi minum sampai anjing yang kehausan tersebut selesai dari minumnya. Dia kembali kerumahnya dan Nabi mengatakan bahwa dia telah dicatat disisi Allah sebagai penghuni surga. Allah tidak melihat amal buruknya, tapi Allah melihat amal baiknya yang ikhlas. Sedikit amal baik, tapi ikhlas.

Kita tidak diperintah oleh Allah dalam beribadah kecuali harus ada syarat ikhlas. Ibadah kita baik, tapi jangan lupa syaratnya. Seperti orang harus berwudhu jika ingin sholat, syaratnya dia harus berwudhu. Maka ingat, syaratnya orang ibadah adalah ikhlas.

Jangan kita beribadah hanya karena ganjarannya dan jangan pula kita ibadah hanya karena takut pada ancaman. Kita harusnya melakukan ibadah berdasarkan ketulusan hati yang benar-benar ikhlas kepada Allah.

Jika ada orang yang masuk ke dalam surga karena hal tersebut, maka ada juga orang yang masuk neraka karena perbuatan buruknya.

KISAH SEORANG AHLI IBADAH YANG GUGUR SEMUA AMALNYA

Ada orang yang pergi berburu ditengah hutan kemudian tertangkap oleh suku kanibal (suku yang memakan manusia). Pada saat ditangkap, orang tersebut tidak bisa dilepas karena ingin disantap, dimasak, lalu dimakan. Hal ini dikarenakan pada saat itu bertepatan dengan hari persembahan. Suku kanibal tersebut harus memberikan sesembahan kepada dewanya.

Orang tersebut adalah orang yang rajin ibadah dan taat kepada Allah. Dia bisa lolos dengan syarat dirinya harus di tembus dengan binatang apapun. Namun pada hari itu, dia tidak mendapat binatang buruan sehingga tidak bisa ada yang ditukarkan dengan dirinya.

Dia berpikir namun tidak tahu caranya bagaimana. Dia adalah orang yang rajin ibadah dan taat, dia tahu perbuatannya salah. Tapi karena terdesak dan dalam posisi ketakutan, saat dia lagi tiduran dan di ikat, dia menemukan lalat dan kemudian memukulnya. Lalu lalat tersebut diberikan ke suku kanibal untuk dijadikan tebusan dan dia dilepaskan.

Kemudian dia pulang dicatat menjadi penghuni neraka lantaran syiriknya dia memberikan persembahan untuk dewa suku tersebut. Akhirnya semua amalnya pun gugur karena perbuatan syiriknya.

Jangan pernah bermain-main dalam beribadah sekecil apapun. Seperti contoh sebelumnya mungkin terlihat hanya seekor lalat, tapi jika sudah menyangkut dengan syirik tidak bisa ditoleransi. Jika dia mati karena hal tersebut, dia akan syahid. Tapi dia ganti kesyahidannya dengan seekor lalat.

Tidak ada daripada kita yang boleh meremehkan amal ataupun maksiat. Kebaikan sekecil apapun dapat mengantarkan kita kepada kebaikan, dan begitu juga perbuatan maksiat sekecil apapun bisa mengantarkan kita pada murkanya Allah.

Dalam sebuah riwayat Allah berfirman,

“Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi. Jika dia memperoleh kenikmatan, dia merasa puas. Namun jika ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata”

Perumpamaannya adalah jika dia orang kafir, maka dia akan kembali menjadi kafir. Jika dia orang munafik, maka dia akan kembali kepada kemunafikannya. Orang tersebut tidak pernah sungguh-sungguh dalam beribadah karena dia hanya ada di ujung dan tidak pernah masuk kedalam. Maka orang yang seperti itulah adalah orang yang rugi di dunia dan rugi juga di akhirat.

KISAH ORANG YANG BERADA DI TEPI

Dahulu ada sebuah riwayat tentang ayat tersebut di zaman Rasulullah SAW.

Ada seseorang di kota Madinah masuk islam. Saat dia masuk islam, istrinya melahirkan anak laki-laki dan kudanya juga beranak. Setiap istrinya melahirkan anak laki-laki, maka kudanya beranak. Dia hatinya senang dan mengatakan bahwa islam adalah agama yang baik. Namun jika istrinya tidak melahirkan anak laki-laki, kudanya tidak beranak. Kemudian dia mengatakan bahwa islam adalah agama yang sial.

Dari kisah ini, maka turun lah ayat tersebut.

“Ada diantara kalian manusia beribadah menyembah Allah di ujung, maka segalanya dikaitkan dengan dia”

Jika sedang mendapat rezeki, mereka mengatakan bahwa dirinya beruntung. Namun jika sedang di uji, mereka mengatakan untuk apa kita ibadah jika diberikan diberikan ujian. Orang yang seperti itu pada saat ditimpa suatu ujian dan dia menggurutu serta protes, maka dia adalah orang-orang yang menyembah Allah hanya di ujung, bukan ibadah yang sebenar-benarnya.

Ibadah kita kepada Allah merupakan suatu keharusan yang memang layak kita berikan kepada Allah. Kita mengerjakan ibadah bukan karena perintah saja, tapi sudah seharusnya itu adalah suatu perbuatan yang memang layak kita berikan kepada Allah.

Seharusnya kita menyikapi tentang ibadah kita kepada Allah adalah tentang hal baik yang mampu kita persembahkan untuk-Nya.

KISAH RASULULLAH IBADAH HINGGA KAKINYA BENGKAK

Sayyidah Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW.

“Mengapa kamu harus bangun malam hingga kakimu menjadi bengkak? Bukankah Allah sudah hapus dosamu? Allah juga sudah memberi mu jaminan”

Rasulullah SAW. pun menjawab.

“Wahai Aisyah, apa saya tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”

Apa Allah pernah memerintahkan Rasulullah SAW untuk bangun hingga kaki menjadi bengkak? Beliau bersungguh-sungguh bangun hingga kakinya bengkak karena bersyukur atas baiknya Allah.

Ibadah dan muamalah kita, jadikan semua ikhlas bukan hanya karena perintah Allah. Jadikan itu sebagai suatu keharusan karena memang seharusnya kita sebagai orang yang diberikan berbagai macam kenikmatan dari Allah, Allah pantas mendapat suatu yang layak walaupun sejatinya tidak sepadan bahkan tidak akan pernah sepadan. Walaupun kita sudah membalas kebaikan Allah dengan apapun, hal itu tidak akan sepadan. Karena tidak ada dari kita yang dapat membalasnya, maka jadikan ibadah kita menjadi ibadah yang Allah layak menerima itu.

Sudah seharusnya kita sebagai seorang hamba, dalam melakukan ibadah bukan hanya karena sebab dituntut apalagi diancam tentang akhirat, barzakh, dan neraka. Kita melakukan ibadah karena Allah layak diberikan ini.

Kita sedekah bukan tentang pahalanya, tapi tentang Allah patut dipersembahkan hal-hal semacam ini. Layak diberikan sisi terbaik dari kita. Jika kita memiliki konsep pemikiran tersebut, maka setiap kita ibadah insyaAllah ibadahnya khusyuk dan ibadahnya ikhlas karena tidak ada alasan apa-apa selain daripada memang kita ingin mempersembahkannya untuk Allah.

Jika memberi persembahan seperti itu saja indah, bagaimana jika dalam bentuk perintah. Sesuatu yang yang di minta adalah suatu keharusan. Jika kita pintar, misal ada perintah dalam berpakaian, kita akan berpakaian minimal seperti apa yang diminta dan lebih bagus jika bisa lebih daripada apa yang diminta. Sebelum diminta, sudah dikerjakan.

Tapi jika sudah diminta tidak dikerjakan juga, bahkan masih mengurangkan haknya maka sungguh keterlaluan. Jika kita masih menanggap tidak penting dan biasa saja, maka kita harus menyikapnya.

Jika kita ingin diberi pahala oleh Allah, maka lihat bentuk pahala tersebut dari sisi karunia. Jika Allah memberikan pahala, maka itu adalah karunianya Allah. Adapun jika Allah memberikan balasan berupa siksa dan azab, maka itu adalah bentuk keadilannya Allah karena kelalaian mu.

Jika Allah menyiksa dan mengazab hambanya, itu berarti bukan karena dasarnya Allah suka, tapi karena dasarnya Allah sedang menunjukkan keadilannya kepada kita. Jika melihat ada siksa, berarti itu adalah caranya Allah berlaku adil kepada hambanya. Jadi jika disiksa, harus diterima karena itu adalah bentuk konsekuensi dari apa yang dilakukan selama hidup.

TAWAKKAL

Imam Ghazali juga membahas tentang tawakal.

Tawakal adalah mengandalkan Allah disaat mempunyai kebutuhan.

KISAH PEMILIK UNTA YANG BERTAWAKAL

Ada seseorang datang ke Rasulullah SAW. kemudian bertanya,

“Ya Rasulullah, jadi saya harus tawakal bagaimana? Saya taruh unta saya tanpa diikat atau saya ikat terlebih dahulu dengan tali kemudian saya tawakal?”

Rasulullah SAW. pun menjawab,

“Ya, kamu ikat terlebih dahulu dengan tali kemudian pasrahkan unta itu kepada Allah”

Kita harus tahu, tawakal berarti memiliki hajat. Ada hajat yang perlu disandarkan kepada Allah dan dengan hajat tersebut kita membutuhkan Allah. Sama seperti kita memiliki rezeki ataupun harta, kita usaha terlebih dahulu dengan menyimpannya ditemapat yang baik dan aman kemudian sandarin ke Allah.

Saat kita dalam keadaan terdesak seperti sedang dalam keadaan diberi cobaan, ujian, kita butuh sesuatu yang dapat menolong, menenangkan kita, mengkuatkan keyakinan kita, maka semua itu sandarkan kepada Allah.

Ulama mengatakan,

“Jika kita dengan pilot dan supir saja sangat yakin, kenapa kita tidak sebegitu yakin dengan Allah tentang semua urusan kita?

Kenapa kita punya keyakinan sangat besar ke seseorang, tapi tidak ke Allah. Orang yang menyandarkan urusannya dan kebutuhannya kepada Allah, pasti bisa berangkat dengan jiwa yang tenang. Karena tidak ada orang tawakal yang tidak bisa tidur. Orang yang tawakal sudah pasti jiwanya tenang karena dia bukan sembarangan menyandarkan urusannya ke sembarangan tempat, tapi dia menyandarkan urusannya ke Allah.

Orang yang tawakal pasti jiwanya tenang. Jika pernah melihat orang gelisah, ketakutan, dan bingung, itu karena tidak ada tawakal dalam dirinya. Orang tawakal akan tentram, yakin menyeluruh akan aturan dan keputusan Allah. Sudah dipasrahkan karena pasti itu adalah sudah yang terbaik.

Allah sudah memberikan isyarat,

“Siapa yang bertawakal kepada Ku, maka Aku yang akan mengatur semuanya”

Itu adalah jaminan dari Allah. Kita berusaha ibadah ingin benar, segalanya ingin berjalan dengan baik, mengerjakan ketaatan dengan mudah, maka kunci diantara hal-hal tersebut adalah salah satunya dengan bertawakal kepada Allah. Jangan pernah bersandar kepada orang lain selain kepada Allah, karena Allah adalah penjamin yang terbaik. Allah yang menetukan semua sebab yang ada, karena semua ada didalam kendali dan naungannya. Jika kita bersandar ke selain Allah, maka itu akan habis dan hilang. Oleh karena itu, bersandarlah kepada Allah karena Allah selalu ada. Maka kita bertawakal kepada Allah dalam setiap urusan.

Dengan itu semua, kita akan diantarkan kepada keselamatan di dunia dan di akhirat. Selamat didunia dan diakhirat hanya dengan tawakal. Jika ada masalah, tawakalnya ditingkatkan. Dia yang menentukan, dan Dia juga yang membuat sebab-sebabnya. Jadi tidak ada yang lain melainkan kita harus menuju Allah.

Saat kita menyerahkan urusan kepada manusia, boleh jadi kita kecewa. Karena manusia punya sifat mengecewakan. Adapun ketika kita menyerahkan urusan kepada Allah, Allah tidak akan pernah menyia nyiakan hambanya. Maka jangan salah bersandar, jangan salah meyakinkan pertolongan, hanya minta semuanya kepada Allah.

KISAH TAWAKAL IBU NABI MUSA A.S.

Saat Nabi Musa masih bayi dan harus dilempar ke Sungai Nil, maka ibu mana yang sanggup?

Tapi mau tidak mau itu adalah suatu keharusan.

Ibunya Nabi Musa tidak punya modal lain kecuali tawakal kepada Allah. Saat dia bertawakal kepada Allah, Allah berikan jaminan bahwa “Akan di berikan Dia padamu dalam keadaan selamat”. Kemudian kembalilah Nabi Musa kepada Ibunya. Ibunya bisa masuk kedalam istana untuk menyusukan Nabi Musa.

Bertawakalah kepada Allah dengan penuh keyakinan. Titipkan segala urusan kepada Allah.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ