MQ EPS 103
Kita mau punya apa-apa boleh. Tapi selalu ingat, yang kita punya harus ada manfaatnya.

Tanggal          : Selasa, 12 Desember 2023
Kitab               : Mukasyafatul Qulub
Karya              : Imam Al Ghazali
Guru               : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat           : MT Banat Ummul Batul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

Katanya,
Tujuan daripada doa itu tidak ada yang lain kecuali tujuannya itu Allah ingin menunjukkan kepada kita semua, betapa butuhnya kita kepada Allah.

Jika kita melihat ada orang meminta-minta, kita tahu orang itu butuh. Pada saat kita meminta kepada Allah, berdoa kepada Allah, dan memohon kepada Allah, itu artinya Allah pun sedang menunjukkan kepada kita betapa butuhnya kita kepada Allah. Semakin kita merasa butuh kepada Allah, semakin baik. Semakin kita banyak berdoa, artinya semakin baik.

Katanya,
Tidak Allah mengantarkan seorang hamba untuk bermunajat kecuali dibalik itu ada balasan ijabah yang Allah ingin berikan kepada kita.

Semakin kita dibuat oleh Allah mau berdoa, mau memohon, dan mau meminta, berarti sama dengan Allah semakin banyak mau memberimu ijabah, semakin banyak Allah mau memberi kita ijabah.

Banyak dari kita itu merasa hati gundah, sedih, bahkan sampai di tarafnya tersakiti. Terkadang kita ini tidak sadar jika gundahnya kita, sedihnya kita, dan tersakitinya kita, belum tentu karena orang yang memang mau membuat kita gundah atau karena orang yang mau membuat kita sedih atau memang karena orang yang berniat benar-benar mau membuat kita terluka. Lalu gundahnya, sedihnya, dan sakitnya darimana? Sakitnya dari kita sendiri.

Katanya,
Diantara sebabnya orang merasa sakit hati, karena terlalu banyak memperhatikan orang lain.

Diantara orang banyak yang sumpek, itu bukan karena memang ada orang yang membuat dia sumpek, tidak. Tapi karena terlalu banyak dia tahu tentang orang.

Kalau bahasa kitanya ‘fudhul‘, ingin tahu update-an orang lain.

Ibu sadar tidak, kenapa orang semakin akhir zaman semakin kesini semakin banyak orang yang stres, semakin banyak orang yang jiwanya terguncang, semakin banyak orang yang terganggu pikirannya, semakin banyak orang yang tidak nyenyak tidurnya, dan semakin banyak orang yang sedikit-dikit sedih? itu sebabnya terlalu banyak tahu tentang orang.

Maka dari itu saya katakan,
Enak punya instagram, whatsapp, dan facebook. Tidak enaknya jika tahu tentang orang. Jika tahu tentang orang, tidak enak.

Dan ternyata memang saat ini manusia dibuat mau tahu tentang orang. Dari zamannya facebook, munculnya awal mula status. dahulu orang tidak bisa berbagi kehidupan kecuali jeritan hati, “aku lagi sedih.”

Muncul perbaruan updatean digital-digital yang lainnya. Bukan hanya bisa berbagi ketikan, tapi bisa berbagi gambar, potret dari sisi lain kehidupan dia.

Ada yang sedang merana, diabadikan momen itu,
Rumah lagi banjir.”
Sedang sedih, keran airnya bocor, “Keran air rusak.
Diabadikan oleh dia, sisi lain momen hidupnya yang sedih-sedih oleh dia diabadikan semua. Dia mau berbagi sisi kesedihannya, potret hidup betapa menderitanya dia.

Jika kita lihat banyak orang yang mengabadikan potret kesehariannya, sampai ada suami yang mahir bersihin dapur, dipotret oleh dia ditunjukkan agar orang lihat jika dia (suami) pintar membersihkan dapur, bisa menyapu, bisa mengepel, dan bisa mengurus anak.

Sebagian orang mengatakan,
Lho bagus, itu kan menginspirasi.”

Iya, jika otak semua orang menangkap itu adalah inspirasi. Tapi terkadang orang-orang menangkap tidak, lain lagi. Yang mau dilihatkan menyapunya dia, tapi yang kelihatan meja makannya.

Ceritanya yang membuat konten, mau menunjukkan dia menyapu, mengepel, dan cuci piring. Tapi mata orang bukan melihat dia menyapu dan mengepel, mata orang melihat perabotan rumahnya,
Ternyata rumahnya cakep, rumahnya bagus.
Orang yang rumahnya kecil mengatakan,
Dia mah enak bebenah, orang rumahnya enak.”

Diantara orang yang menampilkan potret kesedihan atau potret kesulitan, banyak juga yang menampilkan potret kebahagiaan. Dia lagi senang, jalan-jalan, pergi, dan lagi makan. Intinya hiburan dan kesenangan dia dibagikan juga momen-momen itu kepada orang, agar orang lain yang melihat turut bahagia.

Orang berniat seperti itu, sehingga belum tentu si pembuat konten salah. Kita yang nonton lagi disuguhi potret kehidupan, orang lagi senang bukan dia ikut tertawa, tapi…
Ya dia mah enak jalan-jalan mulu, duitnya banyak
Scroll (skip), kesal gara-gara melihat orang senang, tidak senang dia.

Berarti saya tidak mau menyalahi pembuat konten. Mereka bebas mau membuat apa saja. Saat melihat, lagi jalan-jalan, coba perhatikan orang lagi, “Mau tunjukin ah, ini makanannya lucu.”
Tapi yang dicari orang lain, “Restoran apa? tempatnya dimana?
Yang dicari yang tidak terlihat. Yang di zoomApa nama restorannya? Dimana itu tempatnya?”.

Orang mau menunjukkan yang sederhana, dia mau menampilkan potret sisi lain hidupnya, tapi orang malah kepo mencari tempatnya, “Dimana itu, dia dimana?”

Semakin kita disuguhkan dengan kecanggihan yang ada, kita tidak boleh lupa, kamu didalam menggunakan itu semua, sebijaksana apa mata kita didalam melihat?

Maka yang tahu kita. Setelah kita melihat orang jalan-jalan, maka kita semakin rajin mencari uang ingin ikut jalan-jalan atau kita kesal, bete, dan sumpek? Itu yang tahu kita.

Saat melihat ada orang menampilkan sesuatu dengan macam-macam tujuannya mereka untuk menampilkan, sebijaksana apa mata ini dalam menyimpulkan. Karena kita tidak bisa memberhentikan orang untuk menampilkan apapun. Tapi mata ini, sebijaksana apa didalam menafsirkan apa yang kau lihat.

Maka dikatakan,
Sedikitkan tahu tentang orang, maka kamu selamat.”

Jangan banyak mau tahu jika hati jadi tidak enak. Jangan banyak mau lihat jika ternyata membuat mood jadi berubah. Jika kita memang belum masuk ke ranahnya kuat melihat nikmat orang, maka jangan mencari orang yang sedang diberi nikmat. Lalu mencari siapa? Mencari orang yang sedang diberi susah.

Sudah sadar jika kantong lagi tidak ada isinya, maka jangan melihat orang yang sedang jalan-jalan karena semakin sakit hati. Jika merasa kantong sedang tidak ada isinya, maka lihat orang yang hari ini belum makan nasi, lihat hari ini orang yang belum bisa tidur dengan lelap dan dengan nyenyak karena rumahnya tidak ada.

Maka kita tidak bisa memberhentikan orang untuk mau mempertontonkan apa kepada kita. Sehingga yang diminta belajar itu kita. Jika ada orang menampilkan sesuatu kepada kita, lalu kita memasang status julid, maka siapa yang salah?
Karena pada saat kita memasang status senang, ada orang-orang yang nyata terhibur. Tapi jika tiba-tiba dia sewot sendiri lalu memasang status, “Kalau jalan-jalan santai aja kali”, maka itu untuk apa?

Jika hatimu merasa tidak nyaman melihat senangnya orang, maka cukup scroll saja, lewati saja.

Muncul notifikasi ada dia memasang status story, maka lewati saja. Sudah tahu ada yang mau jalan-jalan, ada orang yang lagi tidak enak, sementara hide dulu tidak mau lihat. Soalnya, perasaan jika muncul, bawaan tangan ingin lihat. Hati ingin tahu.

Dan ternyata dikatakan,
Kamu sedikitkan tahu tentang orang, maka kamu selamat.

Jika kita sadar belum bisa bijak didalam menafsirkan apa yang kau lihat, maka kuncinya ada pada kita yang tidak banyak mau tahu, kita yang mencari celah untuk tidak mau lihat.

Ada instagram, whatsapp, facebook, ada apapun itu yang sekarang ada, tidak ada yang salah. Saya tidak pernah menyalahkan orang yang membuat akun, saya tidak pernah menyalahkan orang yang membuat status, karena itu hak dia, sesuka hati dia.

Dia mau membagikan sedihnya, dia mau membagikan senangnya, itu urusan dia. Sedang sedih, dia mau menulis, itu urusan dia. Kitanya saja jadi orang pintar, tidak mau melihat apa, mau lihat yang mana, mau membaca apa, itu kita. Kita mau lihat sesuatu yang menurut kita jika kita lihat hati menjadi senang, maka lihat. Sesuatu yang kita lihatmembuat hati menjadi sumpek, maka lewati, jangan lihat,
Ini bukan tontonan saya, ini bukan tempat dimana saya mau banyak tahu. Karena saya tahu diri, kalau disitu saya akan sakit hati, disitu saya akan pegal hati, disitu saya akan ngga nyaman hati, lewati.”

Sumber-sumber, sebab-sebab banyaknya orang hari ini gundah, sumpek, sedih, sakit, dan pusing kepala karena terlalu banyak tahu tentang orang.

Jadi saya memberi tahu, obatnya galau, obatnya sumpek itu jangan tahu tentang orang, tidak usah tahu. Tahu nya tentang kita saja, tentang diri kita.

Maka dari itu, zaman dulu orang bertemu makan nasi dengan lalap saja pada girang, karena dia tidak pernah tahu jika ternyata tetangga sebelah sedang makan nasi dengan semur jengkol.

Kita jaga untuk hati kita sendiri. Karena saya sudah pernah katakan dalam satu kesempatan,

Hati itu adalah salah satu anggota tubuh yang Allah berikan kepada kita yang paling perlu kita jaga.

Hati adalah salah satu hadiah dari Allah yang Allah berikan kepada kita yang kita punya kewajiban untuk kita jaga. Bukan orang lain yang menjaga. Jika kamu katakan kepada orang, “Kamu bisa tidak sih jaga hati saya?”

Tidak akan ada yang bisa menjaga hatimu, karena yang bisa menjaga hatimu hanya dirimu sendiri.

Orang mau menjaga hati kita? Dia nya saja repot menjaga hatinya. Maka jangan pernah berharap orang menjaga hatimu. Jadi bagaimana caranya? Kamu jaga hatimu sendiri, cari senangnya hatimu sendiri, tinggalkan sedih hatimu sendiri. Jangan menunggu orang,
Saya ini lagi sedih, senangin dong”, tidak bisa.
Tapi kita bisa membuat hati kita senang, membuat hati kita sedih, itu tergantung kita. Karena Allah titipkan kepada kita, bukan kepada orang lain. Jadi ini hati jaga. Apapun yang akan mengganggu dia, jauhkan. Apapun yang membahagiakan dia, dekatkan.

Ada ulama mengatakan,
Sesaat berikan waktu untuk Allah, sesaat berikan waktu untuk hatimu.

Jika orang-orang psikolog mengatakan, “Me time

Kenapa perlu ada waktu untuk diri?
Maksudnya yang dikatakan ‘waktu untuk diri ‘ adalah untuk hati. Agar hatimu senang, agar hatimu gembira, agar hatimu punya waktu untuk melakukan segala sesuatu yang mau kamu lakukan sesuka hatimu sendiri.

Ada satu waktu kita berikan waktu itu untuk Allah. Seperti hari ini misalnya di hadroh kita datang. Untuk siapa waktu yang kita berikan hari ini? Untuk Allah. Kita hadroh, kita mendengar kajian, kita hadir dan menyimak, dari pagi kita duduk sampai jam 12, kita diam disini. Berarti berapa jam waktu kita habiskan untuk kita berlaku kebaikan untuk Allah? Kita sedang melakukan ketaatan untuk Allah, walaupun hakikatnya kembali kebaikannya untuk kita sendiri, tetapi kita sedang memberikan, “Yaa Rab, ini waktu saya, ku berikan kepadamu. Aku ingin persembahkan waktuku ini untukmu.”

Datang waktunya,
Capek ya, urut ah, tidur ah, spa ah, creambath ah, refleksi ah, totok muka ah.”
Untuk siapa? Untuk diri sendiri cari senangnya. Boleh? Boleh, tidak ada yang salah. Tapi ingat, porsi yang kau berikan untuk hati dan porsi yang kau berikan untuk Allah, tentu utamakanlah yang selalu untuk Allah. Karena apa yang kau berikan untuk Allah hakikatnya faidahnya kembali kepada kita juga.

Wallahu a’lam bi showab.

KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB

Sebagian ahlul hikmah berkata,
Dulu waktu dunia pertamakali diciptakan oleh Allah, saya ngga ada disitu.”

Karena saat Allah menghancurkan dunia dan isinya, di dunia ini tidak ada lagi orang yang mengucapkan kalimat tauhid. Artinya umat islam sudah tidak ada, umat islam semuanya sudah diambil nyawanya oleh Allah. Kemudian dunia dihancurkan oleh Allah. Berarti, saat pertama diciptakan tidak ada, saat dihancurkan nanti tidak ada.

Berarti, porsi kita didunia sesaat atau tidak? Sebentar atau tidak?

Katanya dia katakan,
Jika sudah tahu dulu dia tidak ada lalu nanti dia akan tidak ada, mengapa kita ada didalam situ berandai-andai mau selama-lamanya ada? Mau ngapain berpikir jika didunia sudah seperti umurnya paling panjang saja, rencananya panjang, angan-angannya panjang, mau ini mau itunya panjang, padahal tahu tadinya dia tidak ada, saat nanti akan datang waktunya dia pun tidak ada, lalu mengapa kita repot ada disitu, repot-repot mau terus-terusan ada?

Jangankan hukum kita islam, bahkan orang barat yang tidak menyembah Allah, mereka sering membuat film-film yang akan menandakan kepada kita bahwa dunia ini akan hancur.

Contoh kemarin film 2012. Katanya mau kiamat. Ini 2023 belum juga kiamat. Berarti sudah berapa tahun ini film? Segitu lamanya dia sudah memberikan aba-aba semuanya hancur. Bayangkan, itu barat.

Sangat banyak mereka memberikan kepada kita ilustrasi gambaran bahwa dunia ini akan hancur. Jika mereka tidak berpikir dunia ini akan hancur, kenapa dia repot hari ini membuat penelitian mars itu bisa tidak orang hidup disana? Mereka tahu dunia akan hancur, mereka tahu dunia ini umurnya akan habis.

Mereka yang seolah sangat tamak dan kaya, mereka repot-repot mau membuat perumahan di mars. Ini fakta. Mereka repot, hari ini orang-orang kaya yang uangnya sudah tidak terhitung lagi, katanya,
Gimana nih dunia mau hancur? kita sudah ngga layak hidup. Global warming, apa segala macam sudah dikasih tahu, dunia isinya sampah semua, udah kita keluar aja dari dunia.

Repot dia kirim penelitian mars, bagaimana kepadatan tanahnya, bisa tidak tanam. Semua repot karena mereka berpikir akan ada terus disini.

“Tapi indahnya islam memberi tahu, dunia itu hanya sebentar, ada rumah yang abadi di akhirat. Kenapa repot-repot membuat penelitian sana-sini. Tidak usah repot-repot, tidak usah capek-capek.

Tapi yang Allah pesan apa?
Kamu taat yang benar, jadi orang yang benar, karena rumah abadi mu itu penentuannnya tergantung bagaimana dirimu disini. ”

Kalau kita disini rajin, ibadahnya benar, berarti kita akan punya rumah abadi yang penuh nikmat disana. Tapi jika ternyata disini kita lengah, lalai, tidak mau ambil berat, maka akan dapat apa kamu? Kamu akan celaka disana. Masalahnya, jika sudah celaka disana, maka kita tidak punya kehidupan lagi lainnya kecuali hanya disana.

Jika orang barat itu, mereka tidak akan membuat film kecuali film itu sudah menjadi wacana. Maka dari itu, contohnya covid. Sudah ada film yang membicarakan covid. Setiap kita menonton sesuatu dari mereka itu wacana. Gambaran kira-kira tahun-tahun mendatang seperti apa? Hanya karena kita gemarnya menonton, kita tidak paham. Padahal dibalik itu semua, mereka seolah memberikan kepada kita gambaran-gambaran masa depan yang sudah mereka prediksi dari Al Quran.

Jika mereka hanya merujuk kepada kitab-kitab mereka, Injil, Zabur, Taurat, misalnya yang mereka punya. Tidak ada yang lebih lengkap menggambarkan tentang apa yang akan ada pada masa di akhir zaman melebihi Al Quran.

Kenapa kita diingatkan tentang masanya dunia yang tidak panjang? Untuk mengingatkan kita untuk tidak mati-matian didalamnya, jangan lomba karenanya, jangan sampai kau gadaikan persahabatan karenanya, jangan sampai kau sikut temanmu hanya karenanya, jangan sampai kau melanggar hukum Allah karenanya. Diingatkan, jangan, untuk apa? Dunia seperti itu saja. Sampai dikatakan akan binasa, maka jangan sampai kita ikut binasa dengan binasanya dunia.

Maka diingatkan, dunia itu tidak lebih seperti sarapan atau makan malam saja. Istilahnya, jika orang bertemu sarapan, maka sarapan kelar, selesai. Jika orang makan malam, makan malam kelar, selesai. Dunia seperti itu saja. Seumpamanya kiasannya sangat singkat.

Untuk apa kita selalu dicekoki dengan gambaran dunia yang singkat? Agar kita tidak punya angan-angan didalamnya. Jangan berandai, jangan berangan, “InsyaAllah lima tahun kedepan…”

Cita-cita jika itu berkenaan dengan dunia, mau ngapain?

Lima tahun kedepan insyaAllah saya selesai belajar ini.”, Bagus.
Lima tahun kedepan insyaAllah saya totalitas memperbaiki diri.”, Benar.
Kau bukan sedang mengejar dunia itu, kau sedang menata diri, kau sedang memperbaiki diri.

Tapi jika yang kau kejar,
InsyaAllah lima tahun kedepan saya akan punya kontrakan 50 pintu.”
Akan muncul pertanyaan lagi, “Ngapain punya kontrakan 50 pintu?”

Jika yang kau andai-andaikan tentang itu, maka akan muncul pertanyaan kembali, ‘untuk apa?’

Saat kau nanti tiada, akan kau tinggalkan kepada siapa? Akankah ia menjadi lahan amal atau dia hanya menjadi lahan kepemilikan sementara didunia? Kita tidak tahu.

Maka dari itu saya katakan, masyaAllah orang-orang Betawi dulu itu kaya-kaya. Kontrakannya banyak, tapi dia tidak hanya kaya disini, dia juga kaya di akhirat. Kenapa saya katakan kaya diakhirat? Karena hampir rata-rata mereka pernah mewakafkan tanahnya. Mereka seolah, walaupun punya banyak, ada sebagian dari yang mereka punya, mereka wakafkan untuk umat.

Jika zaman sekarang, mau mewakafkan prosedurnya padat, takut, macam-macam terjadi, menggambarkan bagaimana masa depan nanti dan lain sebagainya.

Kita lihat bangunan mushola-mushola yang sekarang ada, yang bangun siapa? Bisa jadi orang yang membangunnya sudah dikuburan. Saat dia bangun (hidup), dia tidak memikirkan,
Nanti mushola saya siapa yang menghidupkan ya?
Tapi hidup saja itu mushola, ada saja orang yang sholat, ada saja orang yang mengerjakan kebaikan didalamnya. Dan mereka tetap terus mendapat kebaikan dari apa yang mereka lakukan.

Kita diperintahkan, dengan dunia jangan sampai sebegitu mati-matiannya.

Kamu lihat tidak, ada banyak nikmat, katanya seolah-olah nikmat ini marah, “Kenapa kau berikan aku kepada tangannya si fulan ini?
Karena menurut nikmat, “Kamu ngga pantas menerima nikmat ini.”

Nikmat kesal karena orang yang diberikan nikmat tidak bisa menunaikan amanat. Nikmat menjerit-jerit,
Jadi Allah kasih saya ke kamu, kamu apakan? Jadi Allah titipkan saya kepadamu, kau gunakan untuk apa? Kau hanya diamkan aku seperti ini saja?

Padahal kita sudah tahu,
Katanya, dunia halalnya saja nanti bakal dihisab.

Dan Nabi Muhammad SAW mengatakan,
Nanti dihari kiamat, seseorang tidak akan menuju proses selanjutnya sebelum dia itu dipertanyakan oleh Allah tentang hidupnya, rezekinya.”
Rezekinya darimana dia dapat, lalu dikemanakan uangnya. Jadi dapatnya darimana ditanya, digunakan untuk apa, dan diberikan kepada siapa? Itu ditanya oleh Allah karena semua ini amanat.

Maka dari itu, semua nikmat katanya marah,
Kenapa saya dikasih kesini yaa Rab? Sepertinya ada yang lebih layak kau beri.” Seolah-olah bicara seperti itu.
Ini orang diberi hanya didiamkan saja, disimpan saja, tidak diapa-apakan.” Nikmat seolah berkata seperti itu.

Kebayang tidak, kita yang punya nikmat, ada barang kita dirumah, dia teriak-teriak, barang kita misalnya,
Sendal, “Pakai dong.”
Tas kita, “Pake saya dong.”
Kerudung kita, “Pakai saya dong.”
Baju kita, “Pakai saya dong. Saya kan juga ingin manfaat, bukan hanya untuk kamu taruh doang.”
Dan masih banyak benda-benda lainnya.

Jika seumpamanya uang, dia teriak-teriak, “Kapan mau dipakai?
Karena dia merasa, “Ngapain saya ada nih? Jadi kamu mau gunakan saya untuk apa?” Dan lain sebagainya.

Karena jika kita melihat orang sholeh, mereka punya segalanya tapi memang mereka tidak memilih untuk menyimpan. Artinya, mereka punya, mereka ada. Jika kamu melihat, Imam Faqih mempunyai tanah, tapi memang apa yang dia punya, perputarannya tidak pernah melenceng dari kemaslahatan dan untuk umat.

Sayyidina Faqihil Muqoddam mempunyai hektaran kebun kurma, tapi bayangkan setiap hari dia datangi, dia sholat dikebun, dia ibadah disana. Sampai suatu waktu, Imam Faqihil Muqoddam datang ke kebunnya, lalu angin lagi menerpa-nerpa daunnya pohon kurma. Imam Faqihil Muqoddam saat berdzikir Laillahaillallah, ada anaknya mengikuti dari belakang ingin tahu abah ngapain jika dikebun. Anaknya mendengarkan dari belakang, itu pohon kurmanya ikut dzikir Laillahaillallah.

Iya itu wali, beda. Punya tapi tidak sia-sia. Setiap kali panen, semua Tarim disedekahi. Dia punya, bukan tidak punya. Istrinya diperintahkan untuk membuat adonan roti. Setiap hari, seribu potong roti dikeluarkan. Punya tapi tidak ada yang menganggur. Semuanya terus mutar, semuanya terus keluar, semuanya terus ada masuk-keluar masuk-keluar. Mereka tidak mau menyia-nyiakan itu.

Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi, tempatnya besar bahkan dia punya tempat istirahat. Jika kita katakan, zaman sekarang seperti villa. Jika sedang musim panas, Habib Ali pergi kesana, istirahat disana. Ada mihrob, tempat ibadahnya, dzikirnya, tempat mengarang kitabnya, menulisnya dia. Apa yang dia punya, disitu ada manfaat.

Kita mau punya apa-apa boleh. Tapi selalu ingat, yang kita punya harus ada manfaatnya. Tidak boleh hanya punya saja. Itu nikmat teriak-teriak,
Jadi saya dikasih ke kamu untuk apa? Saya mau manfaat, saya mau jadi sesuatu yang kalau Allah hisab, saya dihisab dengan kebaikan, bukan dihisab dengan kesalahan, bukan dihisab dengan hal yang tidak benar.”

Ibaratnya baju kita, nanti dia usang. Tapi setidaknya, usangnya dia punya record catatan kebaikan. Dipakai untuk dakwah, ceramah, datang kajian, untuk kebaikan. Record nya banyak.

Kenapa bajunya kaum sholihin menjadi barokah? Karena rekaman jejaknya auliya itu ada di bajunya. Dipakai ibadah, dipakai mengaji. Maka bajunya menjadi barokah. Sendalnya Habib Ali sampai sekarang masih ada, seperti sendalnya Rasulullah SAW masih ada. Ibaratnya dijaga dan dipelihara. Ini sendal ikut kemana saja ini wali pergi, dia mengajar, dia jalan kaki, dakwah dia ikut, masih ada. Mau apa yang dicari? Barokah.

Baju kita, mungkin kita bukan wali yang menjadi barokah, setidaknya bukan hanya kita berikan keringat, tapi kita juga punya rekam jejak, ini baju dipakai untuk ta’lim. Orang bisa mengambil manfaat dari baju, jika kita tidak pakai berikan kepada orang, tapi dipakai oleh orang untuk kebaikan. Nikmat senang, ada di dia. Karena seolah dia meletakkan nikmat itu ditempat yang tepat, bukan ditempat yang salah.

Begitulah nikmat, kita jangan sampai salah.

Jika ada orang diberikan amanat untuk memegang dunia, memegang uang, memegang keluarga, memegang kantor atau perusahaan, ada orang yang harus bonusnya dikeluarkan tapi ditahan, ada orang yang harus berhaknya menerima waris tapi ditahan, maka dosa, itu bentuk daripada aib, cacat.

Dunia itu sudah tercela dan yang melakukan perbuatan itu artinya cela diatas cela, naudzubillahimindzalik.

Mudah-mudahan Allah menjaga kita semua, jangan sampai kita sangat terbuai oleh dunia, sampai membuat kita lupa akan bahwa yang datang kepada kita tidak lebih dari apa yang Allah datangkan kepada kita. Nikmat itu semua datang dari Allah.

Mudah-mudahan Allah pelihara kenikmatan yang ada pada kita, insyaAllah sampai kita wafat Allah tetap pilih kita menjadi orang-orang yang insyaAllah amanat didalam melakukan, menyebarkan, dan juga mengelola nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita.

بالـصـواب والله أعلمُ