MT. Arrusydah
Sabtu, 19 Juni 2021
Kajian kitab ‘Iqduljuman
Ustadzah Syarifah Aisyah Farid BSA
بسم الله الر حمن الر حيم
Majelis Ilmu
مَا أُحِبُّ أَنْ يَّتَخَلَّفْ أَحَدْ عَنِ الرَّوْحَةْ، وَمَنْ يُحِبُّ شَيخهُ لَا يَنْبَغِيْ لَهُ أَنْ يَّتَخَلَّفْ عَنْ مَجَالِسِه
Habib Zein berkata “Saya paling tidak suka melihat orang absen dari majelis. Siapa yang mengaku cinta pada Gurunya tidak sepatutnya dia berpaling dari majelis Gurunya“.
Hubungan Guru dan murid itu bukan masalah fisik. Guru punya murid 10, maka beliau pasti ingat. Dan jika punya murid 50, maka juga ingat semuanya.
Kalau ada orang yang berpikir, “Hubungan guru dan murid hanya sebatas fisik”. maka itu salah Mutlak.
Jalaluddin Rumi berkata,
Cinta itu tidak diukur dengan jarak.
Zaman dulu, orang pergi (untuk menuntut ilmu) kemana aja akan sampai (dikejar), meskipun itu jauh. Itu dikarenakan (rasa) cintanya kepada gurunya.
Hal yang paling berharga antara seorang guru dan murid bukan soal “duduk ngobrol bareng“. Tapi saat Gurunya menyampaikan ilmu untuk diserap oleh muridnya.
Karena hal yang paling di nanti-nanti oleh seorang murid adalah saat Gurunya menyampaikan ilmu.
Tolak ukurnya seseorang ketika berguru, tidak selalu ingin tau hal pribadi Gurunya. Karena hal itu untuk apa?
Orang yang menuntut ilmu (seharusnya) orientasi nya kepada ilmu. Bukan hal-hal yang lain. Dan yang paling nikmat mengejar “berkah” itu ada di Majelis Ta’lim.
Syekh Ali Baros adalah orang yang bertugas didapur selama majelis ilmu. Beliau mendapat kemuliaan yang begitu besar, dikarenakan beliau berada didapur, namun hatinya ada dimajelis ilmu. Hatinya selalu berharap ingin mendapatkan ilmu dari Gurunya. Karena seorang murid mengikat dirinya dengan gurunya melalui Majelis Ta’lim Gurunya.
Guru itu ada banyak, maka ambil-lah berkahnya. Namun guru yang bisa membuka pintu (hati) kamu hanya satu.
Menyambut Tamu
لَا تُكْرَمُ ضُيُْو فَكُمْ بِمَا يَشُقُ عَلَيْك
Jangan kamu mengagumkan (memuliakan) tamu-tamu kamu dengan sesuatu yang menyulitkan mu.
Syekh Agil bin Salim, beliau adalah seorang yang kaya, jika menyajikan untuk tamu tidak tanggung-tanggung. Jika menyajikan tamu, maka akan ada banyak makanan sampe ujung ke ujung, makanan yang enak-enak.
Kisah Jamuan Syekh Abu Bakar bin Salim
Ada seseorang yang bertamu ke rumah Syekh Abu Bakar bin Salim, lalu sang tamu disajikan dengan sajian sederhana. Dan saat dia (tamu tersebut) datang ke Syekh Agil bin Salim, ia kaget karena jamuannya yang berbeda 180 derajat. Lalu ada orang yang berkata (untuk cari perhatian) membandingkan antara Syekh Abu Bakar bin Salim dengan Syekh Agil bin Salim. Namun dijawab oleh Syekh Agil “Kalau saudaraku Abu Bakar memiliki rezeki sepertiku, sajianku tidak akan ada apa-apanya dibandingkan dengannya. Karena dengan kesulitannya saat ini, masih untung dia masih memberikan kamu jamuan sebaik mungkin.”
Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menyajikan untuk tamunya semampunya. Maka kalau ada tamu, suguhkan semua yang kita punya. Jangan ditanya maunya apa.
Tapi kalau tidak punya uang, maka jangan dipaksakan. Jangan karena gengsi, sampai harus “ngutang-ngutang“.
Habib Salim As-Syatiri berkata
“Kalau ada orang yang menyambut tamu yang tidak dikenal, maka pahalanya seperti dia menyambut Rasulullah. Dan kalau ada orang yang menyambut tamu yang dikenal, maka pahalanya seperti dia menyambut Allah.”
Wallahu’alam bisshowab~