بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Tanggal : Jum’at, 22.07.2022
Kitab : Kitab Adabush suhbah ( آداب الصحبة )
Kajian : Hak-Hak kepada Sesama
Karya : Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asy-Sya’rani
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Pada pembahasan kemarin belajar tentang beberapa hak antara kita kepada saudara kita, hak antara kita dengan sahabat kita.
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Al muslim akhul muslim”
dari awal Nabi SAW memberikan kita kiasan bahwa kita antara sesama itu bukan sahabat tapi saudara. Jadi jangan pernah menjauhkan diri dari julukan itu.
Dalam persaudaraan itu ada persaudaraan yang jalurnya dari Ayah, ada yang jalurnya dari Ibu, ada yang jalurnya dari kekerabatan pernikahan, dan ada yang jalurnya dari kekerabatan sesama agama. Agama kita ini yang disebut “al ukhuwah fillah” jalinan persaudaraan yang dijalin karena Allah.
Seorang muslim mempunyai hak atas muslim lainnya. Kata Nabi saw; haknya saudara muslim kepada saudara muslim lainnya, umumnya :
- Jika ada yang mengucap salam, maka jawablah
- Jika ada yang mengundang, maka datanglah
- Jika ada yang bersin, maka doakan
- Jika ada yang sakit, maka jenguklah
Itu adalah hak-hak yang umum yang sering kita dengar. Tapi di kitab ini kita belajar lebih mendalam tentang menjaga haknya kita kepada sesama.
Kemarin kita belajar bahwa kita punya hak kepada saudara muslim kita lainnya.
- Mereka berhak untuk tidak kita lihat dengan pandangan hina.
- Mereka berhak mendapatkan kita memperlakukan mereka dengan pandangan Al Mahabbah (memandang mereka dengan pandangan yang tinggi).
Hari ini kita mau bahas diantara hak saudara muslim kepada saudara muslim lainnya.
Jika di dalam persahabatan atau persaudaraan terdapat adanya cacat, keburukan, maka kita harus menyalahi diri kita terlebih dahulu. Jika kita melihat ada aib/keburukan yang dilakukan saudara kita, jangan langsung cepat menudingnya tapi kita jadikan itu tuduhan untuk kita terlebih dahulu.
Kalau mau bertengkar, tidak akan selesai. Dalam hidup kita akan bertemu dengan hal-hal yang demikian sampai akhir hayat. Muda kita digoda, waktu kecil kita digoda, waktu paruh baya kita digoda, sampai tua pun kita akan digoda, digoda oleh ego yang sifatnya senang menyalahkan, senangnya menuduh perbuatan salah atau cacat itu datangnya dari orang.
Dari sini kita belajar, jangan menyalahkan orang lain dulu, tapi belajar menyalahi diri sendiri.
Sesungguhnya seorang muslim itu cerminan bagi muslim lainnya. Jika kita melihat ada sahabat/saudara bertingkah yang tidak baik, maka kamu itu seperti sedang bercermin pada dirimu sendiri. Karena saudaramu itu cerminan dirimu.
Kalau orang berteman baik, saat pertemanan itu benar, maka sama-sama saling menggiring diri antara satu dengan lainnya kepada kebenaran. Pertemanan yang didasari oleh hawa atau karena kepentingan dunia, akan ada masa saling menyalahkan.
Setiap perbuatan baik kita di saat orang sedang membutuhkan, sekecil apapun bentuknya perhatian itu, tidak akan pernah dilupakan.
Barangkali pertolonganmu kepada teman/saudaramu bukan membayarkan hutangnya, pertolonganmu bukan membangun rumahnya yang rubuh, tapi cukup ada dan hadir di saat teman-temanmu butuh. Hanya kehadiran, bukan apa-apa. Tapi seberapa banyak orang yang mau hadir saat kita sedang butuh? Saat kita rapuh, saat kita susah, siapa yang mau ada di samping kita?
Kata Nabi saw “Seorang muslim itu cerminan muslim lainnya.”
Saat kamu melihat ada seorang muslim belum benar, kamu seperti mengaca akan dirimu sendiri. Kita masih jauh dari kata benar, kita perlu membenahi diri. Masih ada teman yang belum benar, itu cerminan diri kita. Tapi sejatinya teman kalau sudah menjadi teman, akan buta pada kejelekan temannya, itu baru benar.
Ada seseorang menjalin hubungan pertemanan yang erat dengan seorang Ibrohim bin Adham ra. Ketika orang ini mau berpisah dari Ibrohim bin Adham maka dia berkata, “Wahai Ibrohim tolong luruskan saya, tegur saya kalau saya punya aib, tegur saya kalau saya punya kejelekan, tegur saya kalau saya punya kesalahan.”
Jawaban Ibrohim bin Adham, “Saya tidak pernah melihat kejelekan ada padamu, saya tidak pernah lihat ada cacat pada dirimu. Karena selama ini saya memandangmu, memperhatikanmu dengan mata penuh cinta, saya selalu melihat dari kamu itu cuma kebaikan. Kalau kamu ingin dilihat keburukanmu, tanya orang selain aku.”
Semua yang kita lihat dari teman/saudara itu baik. Cemberutnya baik, acuhnya baik, ketidakpeduliannya baik, marahnya baik. Kalau kita bisa begitu, MasyaAllah. Kita belajar dari seorang Ibrohim bin Adham.
Kalau pertemanan sesama perlu didasari dengan kesucian diri semacam ini, bagaimana kedekatan dengan seorang guru, bagaimana kedekatan dengan seorang Nabi SAW ? Maka memurnikan diri saat kita berhubungan itu penting. Bagaimana kita mau dapat teman yang tulus kalau kita saja tidak bisa menunaikan hak-haknya? Maka disini kita belajar, mendapat teman-teman baik itu kita menempa diri belajar dari diri kita.
Belajar baik dengan teman. Begitu juga dengan pasangan, orang tua, saudara sekandung, bahkan dengan anak. Belajar merubah diri kita dari cara yang tepat, cara yang benar saat kita berteman, bergaul, dalam menjalani hubungan rumah tangga.
Jangan pernah menjadi mata lalat. Walaupun dia (lalat) berada di taman yang indah, yang dia cari tetap sampah, yang dicari sesuatu yang kotor dimanapun dia berada. Tetapi kalau mata lebah, dimanapun dia, yang dia cari adalah bunga, keindahannya.
Orang yang hanya bisa melihat kejelekan tidak ada bedanya dia dengan lalat. Tidak ada orang yang lahir bisanya cuma lihat sisi positif orang lain, tidak ada. Semuanya itu dibangun, dibangkitkan, diusahakan. Sama seperti kita sekarang mau membangun tali ukhuwah, itu dibangun, dirajut, dipertahankan, dijaga antara kita, sebagaimana kita menahan lisan, kita menjaga mata, memperhatikan apa yang didengar, semua itu dibangun dari dasar kita yang mau berubah. Kalau masih tetap belajar “asal lewat”, belum ada i’tikad mau berubah, maka jangan harap ada orang yang mau mati-matian kepadamu.
Sifat manusia itu ingin diperlakukan baik, tetapi enggan memperlakukan baik. Ingin selalu diperlakukan baik, tetapi berat berbuat baik.
Apapun yang diperuntukkan untuk Allah itu kekal, apa yang dibangun didasari karena dunia, maka sifatnya hanya sementara.
Jika kamu ingin dikenang kekal oleh orang-orang di sekitarmu, temanmu, sahabatmu, suamimu, anak-anakmu, maka jadikan semua yang kamu lakukan Lillah. Tetapi jika itu menjadi hal yang tidak berguna, tidak perlu, tidak penting bagimu, terserah kamu bebas melakukan apapun.
Kata Nabi SAW
الجزاء من جنس العمل
“Al jazzau min jinsil amal”
Kamu akan dapat balasan sesuai dengan amal perbuatanmu.
Ini menjadi tamparan untuk kita. Karena kita sadar selama ini kita bukan berusaha ingin menjadi teman yang baik, tapi selalu sibuk mencari teman baik. Kapan kamu mau menjadi teman yang baik untuk temanmu? Disini kita menempa diri, kita belajar. Ini bukan tentang yang lain, tapi tentang diri kita sendiri. Hak ini bukan tentang orang lain, hak ini adalah cara kita belajar untuk kita membenahi diri kita sendiri.
Mudah-mudahan ilmu yang sedikit ini bermanfaat untuk kita dan juga terutama untuk saya. Dan juga InsyaAllah semua dari apa yang kita pelajari dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan sahabat kita, dengan teman kita, tentunya dengan keluarga kita, suami kita di dalam rumah tangga kita.
Mudah-mudahan InsyaAllah Allah senantiasa memelihara kita, menuntun kita, membimbing kita untuk senantiasa berbuat kebaikan dimanapun kita berada. Aamiin Ya Rabbal Alaamiin …
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ