Hidup ini kita yang harus mengelolanya sendiri dan Allah yang akan memberikan jalan.

MT. Miftahus Sa’adah
Kamis, 20 Februari 2020
Kajian Kitab Hadits Qudsy
Ustadzah Aisyah BSA

بسم الله الر حمن الر حيم

Nasehat ke 20

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، لَا عَيْشَ كَالتَّدْبِيْرِ

Allah berkata : “Wahai manusia sekalian, tidak ada kehidupan seperti kehidupan yang terkelola”.

Apa maksud dari hadits ini ?

Tidak ada orang yang dari lahir sampai sekarang hidupnya selalu enak . Semua itu tergantung diri kita sendiri.

Hidup ini kita yang harus mengelolanya sendiri, Allah hanya memberikan jalan, tapi kita yang harus kelola sendiri.

Nabi berkata “Hiduplah kamu semaumu, tapi ingat juga kamu bakal jadi mayit. Kerjakan segala sesuatu yang mau kamu kerjakan, tapi semua itu ada balasannya. Cintai siapapun yang mau kamu cinta, tapi ingat kalian akan berpisah“.

Sekecil apapun yang kita kerjakan, pasti akan ada balasannya.

Segala hal yang buruk, jangan dianggap sudah dari sananya (warisan). Karena segala sifat yang ada didiri kita masih bisa berubah.

Yang tidak bisa diubah adalah fisik (seperti hidung yang mancung atau kecil, mata yang sipit atau lebar).

Apakah karakter bisa berubah ? karakter bisa dikelola sesuai dengan kebutuhan. Contohnya seperti sahabat Nabi yang bernama Sayyidina Umar bin Khattab.

Kisah Sayyidina Umar yang berubah wataknya.

Sayyidina Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Nabi yang sebelum hijrah kedalam islam memiliki watak keras, sifat yang pemarah.

Dahulu sebelum masuk islam, beliau jika mendengar orang lain salah bicara maka akan ringan tangan (memukul orang yang dimarahinya tersebut).

Pernah suatu ketika Sayyidina Umar mendengar saudarinya masuk islam, maka beliau marah dan langsung menuju kerumah adiknya. Beliau mengamuk kepada saudara ipar serta adik kandungnya sendiri. Wataknya yang pemarah itu mampu membuat mulut adiknya berdarah.

Tapi ketika beliau sudah masuk islam, mengenal islam, maka marahnya dapat dikendalikan, begitu juga dengan sikapnya dengan lawan jenis, dan berbeda pendapat dengan orang lain pun beliau kendalikan emosinya. Hal ini dikarenakan keimanan pada islam yang mengubahnya .

Padahal beliau tidak hanya ditakuti oleh penduduk Mekkah, tetapi setan juga takut dengan beliau. Kenapa setan takut ? karena beliau memiliki karakter yang hanya digunakan untuk membela agama. Jika ia marah, maka marahnya hanya untuk membela agama.

Kisah Sayyidina Ali mengendalikan amarahnya

Begitu juga dengan sahabat Nabi lainnya, Sayyidina Ali. Ketika sedang perang, beliau ditampar oleh musuhnya. Namun beliau tidak membalas orang tersebut melainkan pergi menghindar, padahal beliau mampu untuk membalas. Kenapa beliau tidak mau membalas ?

Ada orang yang melihat peristiwa tersebut dan bertanya “Wahai Ali tadi aku melihat kamu ditampar, kenapa kamu tidak membalas ?”

Lalu Sayyidina Ali menjawab “Saya turun ke medan perang ini untuk jihad karena Allah. Adapun yang tadi menampar saya, saya sedikit emosi, kalau saya membalas tamparannya, itu berarti saya menampar bukan karena Allah tapi karena kemarahan saya“. Inilah sahabat Nabi, yang menahan egonya, emosinya hanya karena tidak mau marah jika tidak ada hubungannya dengan membela agama Allah. Karena Islam mengajarkan untuk harus mampu mengontrol diri.

Bisakah mengubah karakter ?

Ada orang yang bilang karakter (watak) tidak bisa berubah, apakah ini benar? Setiap orang pasti memiliki karakter yang lemah seperti sensitif (baperan), suka marah, dll.

Namun islam mengajarkan untuk mampu mengontrol diri, mengatur emosi, menahan diri untuk sesuatu yang tidak pada letaknya dan membolehkan sesuatu karakter tersebut pada tempatnya.

Maksudnya, jika ada orang yang memiliki karakter sensitif (baperan), jika itu dalam hal yang baik seperti ketika mendengar kisah Rasulullah maka sifat sensitif (baperan) ini diperbolehkan.

Kemudian jika punya watak pemarah, hanya diperbolehkan marah karena Allah ketika mendengar agama Allah diolok-olok.

Jika orangnya berwatak keras, begitu mengenal islam, maka watak kerasnya akan berkurang, lebih memilih diam. Ketika mendapat celaan dia tidak membalasnya, meskipun dia mampu untuk membalas.

Karena jika orang yang marah hanya 1 menit, lemasnya 6 jam karena imun tubuhnya berkurang.

Dan setiap perbuatan pasti akan ada balasannya.

Hidup Semaumu

Nabi bersabda ” Cintai siapapun yang mau kamu cinta, saudara, tetangga, dll, tapi ingatlah suatu saat kalian akan berpisah”.

Hidup ini kita yang menyesuaikan. Maka usahakanlah kalau kamu mau hidup mu nikmat, kalau kamu mau hidupmu bahagia, perbanyaklah amal soleh. Yang hidupnya tidak ingin dikejar hutang, jangan berhutang. Jangan beralasan tidak bisa bayar hutang adalah takdir. Harus ada usaha, upaya untuk menyelesaikannya.

Usahalah jika kamu ingin hidup nikmat, tenang baik di dunia, maupun di akhirat.

وَلَا وَرَعَ كَالْكَفِّ عَنِ الْأَذَى
Tidak ada waro, seperti menahan diri dari mengganggu orang lain.

Waro itu menahan diri, dari sesuatu yang syubhat atau yang haram.

Waro itu bukan hanya tidak menyakiti orang. Waro yang sebenarnya menjauhi sesuatu dari yang Allah tidak ridhoi, menahan diri dari dosa baik berkenaan dengan diri sendiri atau orang lain. Lapar untuk Allah, kenyang untuk Allah. Jika kita makan karena Allah untuk ibadah, menahan (meninggalkan) makan juga ibadah jika karena Allah.

Jika orang makan hanya karena lapar, maka orang tersebut bisa saja makan makanan yang syubhat. Seperti makan di restoran yang didalamnya ada menu daging babi. Walaupun yang ingin dia pesan adalah nasi goreng misalnya, tetap saja alat yang digunakan untuk memasak nasi goreng bisa saja tercampur dengan alat masak untuk daging babi. Jika alasannya hanya karena yang dipesan nasi goreng (nasi goreng halal), berarti makannya adalah hawa nafsu. Orang yang seperti ini orang yang suka beralasan, padahal hal ini adalah syubhat.

Contoh Waro

Ada seseorang yang memiliki bangunan untuk disewakan. Kemudian ada penyewa yang ingin melakukan sewa pada bangunan tersebut, namun penyewa adalah perusahaan pegadaian. Bagaimana hukumnya ? hukum hanya sebatas sewa-menyewa. Tapi yang menyewa pegadaian ? Tanyakan pada hatimu, bagaimana perasaannya ? tidak sreg (tidak cocok), karena dengan begitu perusahaan pegadaian akan membayar sewa kepada pemilik sewa dari uang bunga hasil gadai. Jika seperti itu maka sebaiknya jangan disewakan. Jika orang ini tidak memberikan sewa pada pegadaian karena hatinya tidak cocok, padahal dia bisa saja menyewakan dan mendapat uang, namun dia menolaknya karena Allah (mendatangkan syubhat) , maka ini disebut wara.

Waro itu luas dan besar

وَلَا حُبَّ أَرْفَعُ مِنَ الْأَدَبِ
Tidak ada cinta yang lebih mulia, dari pada Adab

Cinta & Adab

Jika ada orang yang bilang cinta, tapi masih ngomongin (ghibah). Berarti dia itu tidak cinta. Karena Adab itu lebih tinggi dari segala-galanya.

Jika seseorang memiliki adab, dia pasti punya cinta. Tapi dia yang punya cinta, belum tentu punya adab.

Orang yang cinta dengan seseorang, datang bukan dengan lisannya, tapi dengan adab kita kepada orang tersebut.

Begitupun dengan guru, jangan hanya mengaku cinta hanya pada lisan tetapi datanglah pada gurumu dengan adab.

Kisah Murid yang dicinta Guru karena Adab

Ada suatu kisah seorang murid yang begitu dicinta oleh gurunya sehingga membuat iri murid lainnya. Hingga murid-murid bertanya-tanya satu dengan yang lainnya “Kenapa guru kita cinta sama anak ini(murid yang dicinta), memang apa kurangnya kita ? kita juga bisa seperti dia”. Maka issu pun tersebut tersebar hingga sampai ke telinga gurunya.

Akhirnya gurunya berkata pada murid-muridnya “Kalian kumpul jam 6 pagi dilapangan dengan membawa ayam hidup.” Kemudian setelah murid-muridnya kumpul dengan membawa ayam, termasuk mudrid kesayangannya, gurunya berkata lagi “Nanti jam 5 sore kalian kumpul lagi dengan ayam yang sudah dipotong. Syaratnya adalah, potong ayam tersebut ditempat yang tidak ada yang melihat.”

Kemudian murid-muridnya berpencar, ada yang lari ke gunung, ke goa, ke hutan. Hingga waktu menunjukkan pukul 5 sore, murid-murid kemudian datang membawa ayam yang dipotong. Namun hanya 1 murid yang datang membawa ayam tanpa dipotong.

Lalu muridnya berkata “Pasti (murid ini) dimarahi (oleh guru)”.

Akhirnya gurunya berkata, “Apa yang kalian bicarakan selama ini kenapa saya mencintai orang ketimbang kalian, sekarang saya mau tanya dimana kalian motong ayam kalian”.

Satu-persatu para muridnya menjawab “di gunung”, “di Goa”, “di hutan” , “di kamar mandi” dan lain-lain. Namun hanya ada satu murid yang tidak memotong ayamnya, yaitu murid yang dicintai gurunya itu.

Kemudian ditanya oleh gurunya “Kenapa kamu belum memotong ayam tersebut ?”.

Lalu muridnya menjawab, “Wahai guru, dimana aku bisa memotong ditempat yang tidak ada yang melihat, dan saya pergi ke semua tempat, dan saya jumpai Allah Maha melihat. Maka saya tidak potong ayam ini, karena saya tahu, tidak ada tempat yang tidak dilihat sama Allah, semua tempat pasti dilihat Sama Allah.”

Lalu gurunya tersenyum, dan berkata pada murid lainnya “Sekarang kalian sudah tau kenapa saya lebih cinta dia daripada kalian, karena dia tahu adab yang tidak kalian miliki. Adab dengan siapa? dengan Allah SWT“.

Para sahabat Nabi, saat mereka mengenal sosok Nabi dalam agama Islam, mereka tidak mengedepankan cintanya, tapi mereka mengedepankan adabnya. Dari akhlak inilah timbul cinta yang tak terbayarkan.

وَلَا شَفِيْعَ كَالتَّوْبَةِ
tidak ada pemberi syafaat, seperti taubat.

Saat nanti kita mau dihisab, kita akan melihat amalan kita.

Namun tidak ada pertolongan yang lebih banyak dibandingkan amal ibadah kita, melainkan penyesalan kita terhadap dosa-dosa kita.

Orang yang amalnya sedikit, namun hatinya hancur karena dosa-dosanya sendiri, lebih dicintai oleh Allah dari pada orang yang banyak amalnya namun dia merasa aman bahwa amalnya akan diterima.

Penyesalan dari dosa, itu yang paling baik. Jangan tertipu dengan ibadah sendiri.

وَلَا عِبَادَةَ كَالْعِلْمِ
tidak ada ibadah yang lebih baik, seperti ilmu.

Pahala duduk dimajelis ilmu, mendengarkan nasehat, mendengarkan ceramah lebih baik dari pada ibadah yang lain (termasuk shalat). Shalat lima waktu memang wajib, tapi bukan berarti kita tergesa-gesa untuk menunaikannya (shalat) dengan meninggalkan ibadah lainnya (duduk di majelis ilmu).

Jika seseorang sedang mendengarkan ilmu, maka itu adalah ibadah. Jangan meninggalkan suatu ibadah demi mengerjakan ibadah yang lain. Apalagi yang ditinggalkan itu adalah ilmu.

Sholat adalah ibadah, tapi tidak bisa menjadi ibadah ketika seseorang tidak tahu ilmu. Bagaimana hukum rukuk, sujud yang benar seperti apa.

Jika sedang (dimudahkan Allah SWT) duduk di Majelis Ilmu, maka syukuri.

Ibadah yang paling baik yaitu menuntut ilmu.

والله أعلمُ بالـصـواب