Hadits Qudsi 2 Part-2
Berapa banyak orang berdalih dengan kata 'takut salah' sehingga tidak mengingatkan orang salah dan pada akhirnya semakin banyak orang yang berbuat salah

Tanggal      : 17 November 2022
Kitab          : Hadits Qudsi “Duhai Anak Cucu Adam”
Karya         : Imam Ghazali
Guru           : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat       : MT Nurul Huda

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

PENDAHULUAN

Setiap kita ingin datang ke tempat kebaikan namun disitu didapati beratnya rintangan, maka disitulah letak besarnya pahala Allah. Semakin berat rintangannya, semakin besar pula pahalanya.

Bagi siapa yang memang hatinya kuat ingin sampai, Allah selalu membukakan bagi mereka jalan untuk sampai. Jika sejak awal mereka mengira hujan, banjir, macet menjadi penghalang, maka Allah pun tidak akan membukakan baginya peluang bahkan sama sekali untuk mereka sampai ditempat-tempat kebaikan.

KAJIAN KITAB DUHAI ANAK CUCU ADAM

Allah berfirman,

“Siapa orang yang mengawali harinya dalam keadaan bersedih atas dunia, maka sama saja dia seperti marah kepada Ku”

Pagi-pagi bangun tidur (memulai hari) tapi hatinya sudah dirundung kesedihan pada urusan dunia, maka dia seperti marah kepada Allah karena urusan dunia ini adalah urusan aturan Allah. Dunia ini semua ada yang mengatur, termasuk diri kita. Segala bentuk apapun yang ada dan berlaku pada diri kita semua ini punya aturannya yang sudah diatur Allah.

Berlindung dari Kesedihan

Nabi Muhammad SAW meminta kita setiap hari berlindung kepada Allah dari kesedihan

Kesedihan itu sendiri tidak dianjurkan untuk seorang manusia apalagi disaat pagi hari, disaat memulai beraktivitas, disaat ingin mengawali kebaikan, disaat ingin mengawali pekerjaan, disaat ingin mengawali kebersamaan dengan keluarga, itu semua diawali dari pagi. Jika dari pagi kita sudah dirundung dengan kesedihan, maka sepanjang hari akan sumpek.

Kenapa didalam islam, sholat shubuh itu penting? Karena sholat shubuh itu waktu dimana kita mengawali hari dengan kebaikan, doa, munajat, dan ibadah kepada Allah. Lalu disitu pun kita berdoa membaca qunut yang didalamnya semua berisi kata-kata positif. Tidak ada disitu membicarakan yang sedih-sedih terlebih dahulu.

Imam Haddad mengumpulkan doa-doa yang diberi nama wirdul lathif. Didalam wirdul lathif disusun beberapa rangkaian doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Diantaranya terdapat doa

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَن، وَأَعُوذُ بكَ مِنَ العَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الجبن والبخل، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْر الرِّجَال

Dari pagi kita disuruh baca doa tersebut.

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari masa mendatang (sumpek belum terjadi sudah dipikirkan)”

Contoh
“Nanti anak kalau nikah sama siapa ya?”
“Kalau anak saya nikah ada uangnya tidak ya?”
“Anak saya jodohnya siapa ya?”

Rasul minta kita berlindung dari itu semua karena perasaan tersebut membuat kita menjadi tidak enak hidup (kepikiran yang belum terjadi). Sampai saja belum tentu, tapi sudah dipikirkan. Itu sebenarnya bisa merusak mood. Maka Nabi minta, “Berlindunglah kamu kepada Allah dari الْهَمِّ (Ham)”

Kemudian الْحَزَن (Hazan) seringkali terkait dengan masa lampau, kesedihan yang berlaku (sudah terjadi atau sedang terjadi). Tidak ada orang yang sedih dengan yang besok. Jika besok itu namanya khawatir. Namun jika sudah terjadi, bisa jadi penyesalan kesedihan yang terjadi. Misalnya sedih karena kemarin ada yang hilang, ada yang fitnah, terjerumus dalam dosa, dan sedih dengan hal-hal yang berlaku kemarin.

Kita disuruh oleh Rasul untuk berlindung dari kesedihan. Rasul tidak menjabarkan kesedihan itu tentang apa, tapi intinya dari bentuk kesedihan segala apapun.

Bagaimana dengan bentuk sedihnya atas dosa? Jika hanya menangis dengan tangisan dosa tapi tidak mengundangmu i’tikad baik agar tidak mengulangi dosa tersebut, maka tangisannya hanya sia-sia.

Itu yang seringkali terjadi oleh banyak orang. Mereka hanya menangis akan apa yang pernah belaku dalam hidupnya, atas dosa yang dia pernah perbuat, tapi tidak menimbulkan rasa besar untuk tidak ingin mengulangi kesalahan yang serupa. Hal itu berarti jauh dari konteks sebenarnya tentang kesedihan atas dosa.

Maka Nabi mengatakan untuk meminta perlindung ke Allah dari البخل (Bukhl). Bukhl artinya pengecut. Takut jika bertemu dengan orang deg-deg an, tidak berani menghadap orang tersebut padahal dia benar. Tapi karena rasa takutnya yang berlebih, akhirnya membuat dia mundur dan mengatakan lebih baik diam daripada ikutan. Padahal kamu tahu, yang kamu ketahui itu adalah benar. Rasa takut (pengecut) itu tidak boleh ada dalam jiwanya orang beriman.

“Katakan kebenaran walau pahit”

Diterima atau tidak diterima yang penting kamu menyampaikannya dengan benar dan dengan akhlak. Menegur orang ada tata caranya, harus dengan apa yang sudah dituntun sesuai syariat. Jika kita tahu itu benar, maka kita harus benarkan.

Jangan mengatakan “Enggak deh gak berani, nanti kita takut salah”

Berapa banyak orang berdalih dengan kata takut salah sehingga tidak mengingatkan orang salah dan pada akhirnya semakin banyak orang yang berbuat salah.

Kenapa orang tetap diperintahkan menebarkan kebaikan walaupun dirinya belum benar sekalipun? Karena jika hanya menunggu benarnya orang, sampai kita kiamat tidak akan pernah ketemu orang yang sudah benar-benar berubah benar.

Kita diminta mulai mengubah diri sambil menata diri, kita terus menebar kebaikan disana sini sampai lama-lama kebaikan yang kita tebar ini insyaAllah juga akan ada dampaknya pada kebaikan dalam hidup kita saat kita memperbaiki diri.

Tapi jika kita memunculkann didalam diri ketakutan, takut salah “Tidak, saya tidak berani ngomong nanti daripada salah, saya berdosa. Kalau saya berdosa, nanti akhirnya saya..”

Bisa jadi syaithon yang membuat kita seperti itu.

Contoh
Kita sedang sholat di mushola kecil. Kita melihat orang sholat kakinya terlihat dan tahu itu membuat sholatnya batal. Tapi kenapa kita tidak mau bicara? Apa yang menghalangi kita untuk bicara? Paling tidak untuk mengingatkan saja “Maaf tadi saya lihat kakinya terlihat”

Terlepas dia mau sholat lagi atau tidak, itu urusan dia dengan Allah. Yang penting kamu sudah menyampaikan apa yang kamu lihat bahwa itu tidak benar.

Jika zamannya Rasul, pengecut ketemu musuh memilih mundur dan lari. Tapi pengecut zaman sekarang tidak dikiaskan tentang peperangan lagi, tapi tentang hak (kebenaran).

Berapa banyak orang malu untuk mengungkapkan kebenaran karena rasa takutnya, karena pengecutnya?

Nabi mengingatkan kita untuk berlindung dari البخل (Bukhl), pelit kikir merasa orang yang kita kasih sudah cukup “Tidak usah berlebihan, jadi orang jangan lebay, kalau ngasih jangan kelebayan”

Ulama mengatakan,

Sederhananya jika kamu ingin melihat orang pelit atau tidak, ajak dia pergi bersama

Antara pelit dan kikir, lebih parah kikir. Orang kikir jika pergi jalan bersama teman, begitu waktunya bayar berlagak lupa bawa dompet (mengharap dibayarin) walaupun sejatinya dia mampu bayar. Dia datang makan bersama tapi jiwanya kikir, senangnya diteraktir.

Tidak ada basa basi “saya saja yang bayar”, dia berlagak diam saja. Dengan kemampuannya bisa, tapi dia memilih berlagak tidak punya, berlagak seolah tidak ada kesadaran untuk bayar, itu akar kikir ada dihatinya.

Jika pelit, pada saat bayar dia hanya ingir bayar yang dia punya. Dengan kemampuan yang dipunya, dia hanya mau bayar tagihannya saja. Padahal dia punya kemampuan untuk menutup semua, tapi dia memilih menjadi orang yang cukup untuk menutup tagihannya saja. Akar bukhl bisa jadi ada didalam dirinya. Yang mau dibayar hanya apa yang berkenaan pada dirinya.

Kenapa kita jika mau traktir teman harus menunggu momennya, misalnya hanya saat ulang tahun? Disaat sedang jalan bersama, memilih sendiri-sendiri. Ternyata islam tidak mengajarkan seperti itu karena menanggung makan orang itu besar pahalanya, membuat orang yang haus minum dari uangmu itu besar pahalanya, apalagi membuat orang perutnya kenyang gara-gara kamu itu besar pahalanya.

Rasulullah SAW mengatakan,

“Satu suap nasi yang kamu beri kepada orang yang lapar, maka pahalanya lebih utama daripada membangun ka’bah”

Terlepas orang itu orang miskin atau orang kaya, karena haditsnya bukan tentang orang yang lapar itu adalah orang miskin. Jika yang lapar orang punya dan kamu berikan dari besarnya hatimu memberi, itu yang dilihat bukan kepada siapa kamu berikan.

Siapa orang yang pagi harinya bangun dia sedih dengan perkara dunia yang tidak seberapa ini maka seolah-olah dia sedang marah kepada Allah.

Sekiranya kita seorang hamba pantas tidak marah ke Allah? Padahal rezeki Allah yang berikan, nikmat Allah yang berikan, semua apapun yang ada didunia ini Allah yang berikan.

Di Hadramaut ada seorang istri melihat suami bangun tidur wajahnya cemberut. Dia berdoa didepan suaminya
“Ya Allah jika kamu sumpeknya karena urusan akhirat, semoga Allah akan mengangkat kesedihanmu. Tapi jika kamu sedihnya karena dunia, semoga Allah tambahin sedihnya lagi”

Jangan pernah kasih kesempatan hatimu sedih karena dunia.

Seorang Ulama memberikan suatu nasihat, “Kenapa kita sering kali diuji dengan sesuatu yang kita cinta?”

Jika cintanya dengan dunia, diujinya dengan urusan dunia. Jika cintanya dengan seseorang, diujinya dengan orang itu. Jika cintanya dengan harta, yang bikin kamu sumpek adalah harta. Bisa seperti itu karena Allah tidak mau diduakan.

Jika perhatianmu sudah lebih kepada harta, Allah akan berikan suatu ujian pada harta itu agar kamu tidak teralu fokus kesana. Kita disuruh ingat balik kepada Allah yang memberikan harta.

Jika kamu terlalu fokus ke suami, khayal inginnya suami begini begitu, memang Allah memberi ujiannya disitu. Kamu tidak dapat suami seperti yang kamu inginkan karena agar kamu mengharap kesempurnaan hanya dari Allah saja, karena yang Maha Sempurna hanya Allah.

Saat kamu berandai-andai dengan kesempurnaan anak, Allah tegur ternyata anakmu menentangmu, membatahmu, dan tidak mendengar kata-katamu. Allah ingin kita sadar bahwa yang perlu kamu utamakan itu hanya diri-Nya bukan yang lain. Yang perlu kamu pusatkan perhatian itu tentang Allah bukan tentang lainnya.

Allah sebut di Al Qur’an,

“Hai kalian orang yang beriman, jangan sampai harta maupun anak membuatmu berpaling dariku”

Dalam Hadits Qudsi menegaskan kepada kita, “Kamu itu seperti sedang murkanya sama Saya, komplain sama Saya, tidak suka dengan apa yang Saya tetapkan“.

Masalah seperti ini menjadi pelajaran untuk kita karena memulai pagi sudah pusing dengan urusan dunia. Sekalipun kita kerja, berdagang, mencari penghasilan dari yang halal, tidak boleh itu semua membuat kita menjadi orang yang bersedih karenanya. Semakin kamu sedih, semakin kamu lelah, tidak tahu syukur, tidak bisa menikmati apa yang Allah sudah berikan.

Tapi semakin kamu merasa cukup, dan bahagia, walaupun pemberiannya sedikit tapi semua itu justru bisa mengantarkan kamu dengan kenikmatan yang hakiki.

Allah mengatakan,

“Barangsiapa yang mengeluhkan tentang musibah, sungguh berarti dia sedang mengadu tentang saya”

Mengeluh dengan musibah yang terjadi pada hidupnya. Setiap orang hidup tidak akan lepas dari musibah. Hidup pasti ada musibah dan ujian.

Allah sudah tekankan itu didalam Al Quran berkali-kali disebutkan,

“Orang hidup pasti punya musibah dan ujian”

Tidak ada yang tidak punya ujian walaupun Nabi. Jika hidup tidak punya musibah dan ujian, berarti kita siapa lebih hebat dari Nabi? Nabi saja diberikan musibah oleh Allah. Anaknya meninggal. pPadahal jika Nabi mau minta anaknya diberikan panjang umur semua, bisa, tapi tidak, oleh Allah diambil anaknya bahkan anak laki-lakinya satu persatu diambil. Puterinya Sayyidah Ruqoyah meninggal dunia, beliau sendiri yang kebumikan jasadnya. Satu persatu orang terkasih meninggal, diuji oleh Allah, diberikan musibah oleh Allah.

Tapi apakah semua bentuk itu membuat Nabi mengeluh? Tidak.

Tidak akan pernah ada, kita menemukan didalam doa Nabi, Nabi mengeluh. Maka setiap musibah itu tergantung dari sudut mana kamu memandangnya.

Bukan tentang musibahnya tapi tentang cara pandangnya.

Imam Haddad mengatakan,

“Berapa banyak anugerah didalamnya ternyata musibah dan berapa banyak musibah ternyata didalamnya anugerah”

Jika setiap kali kita menerima anugerah Allah dianggap sepenuhnya anugerah, maka itu sepenuhnya menjadi anugerah. Tapi jika kita menganggap suatu musibah itu sepenuhnya musibah (tidak adanya anugerah), maka kita akan menerima sepenuhnya musibah.

Bukankah setiap musibah dibaliknya ada ganjaran dari Allah?

Para Wali derajatnya ditinggikan oleh Allah karena musibah. Karena setiap kali mereka menerima musibah, mereka bisa bersabar bukan kembali mengeluh. Karena mengeluh tidak ada artinya. Masalah tidak selesai dan musibah yang dikeluhkan tidak kembali lagi.

Tapi jika kita lihat dengan teliti
“Oh boleh jadi musibah tidak ada yang terjadi dimuka bumi ini kecuali dengan izin Allah, semua yang menimpa kita kecuali dengan izin Allah. Maka jika semua dengan izin Allah berarti Allah punya rencana”

Rencananya bagaimana? Maka kita harus selalu belajar jika kita sedang diuji, kita sabar. Saat kita sedang diberi nikmat, kita bersyukur. Karena tidak ada orang yang bisa menjadi orang yang bersabar jika tidak pernah diuji dalam hidupnya.

Sementara di Al Qur’an, Allah menjanjikan ganjaran bagi orang yang sabar. Semua surga bagi orang yang sabar, kenikmatan didalamnya bagi orang yang sabar, kebersamaan Allah bagi orang yang sabar.

“Allah itu bersama dengan orang yang sabar”

Artinya apa? Jika kamu bersama orang yang kamu cinta, rasanya bagaimana? Tenang dan bahagia. Punya masalah seberat apapun, akan terasa ringan. Bagaimana orang merasa berat sementara orang membersamainya?

Kita tidak merasakan ringan karena tidak sabar dalam menyikapinya. Makanya kita tidak merasakan kehadiran Allah didalam masalah kita. Jika tidak punya sabar, disaat kita dapat ujian, kita lebih cenderung marah, kecewa, emosi, melampiaskan kata-kata yang tidak semestinya, menunjukkan sikap yang tidak seharusnya, bahkan berapa banyak orang yang diuji bukan dia semakin dekat ke Allah tapi justru dia semakin lari dari Allah.

Orang diuji dengan kefakiran malah membuat dia banyak keluar dari agama, berarti dia tidak bisa sabar dengan apa yang Allah beri. Orang diuji dengan berbagai macam hal yang datang dalam hidupnya yang tidak enak, bukannya mendekat ke Allah malah jatuh, terperosok, milihnya loncat ke kali, minum racun, dan menghabiskan hidup. Mereka berpikir dengan jalan itu semua urusan selesai, tapi sebenarnya tidak begitu adanya.

Hikmah dari musibah itu tidak langsung terlihat didepan mata karena setiap musibah itu Allah sedang mengajarkan kita sesuatu.

Tapi ada dari kita yang terima dan ada dari kita yang tidak terima. Ada dari kita yang paham bahwa itu pembelajaran, ada juga yang tidak paham. Saat kita menerima ujian dari Allah lalu kita belajar menyikapinya dengan tenang, maka kamu akan menemukan hikmah, kamu akan belajar dari situ. Tapi kenapa banyak dari kita diberikan ujian tapi tidak menemukan hikmahnya? Itu karena dia tidak pernah tenang menyikapinya. Orang yang tidak tenang, tidak akan pernah menemukan peluang pencerahan didalam kepalanya.

Allah sedang mengingatkan kepada kita untuk tidak menjadi orang lemah didalam menyikapi apa yang sedang berlaku dalam hidup. Kesedihan tentang dunia tidak boleh ada pada kita karena sejatinya kesedihan itu sama seperti kita murka kepadaNya.

Mengeluh akan musibah yang ditetapkan olehNya kepada kita, sama saja dengan kita sedang mengadu tentang perlakuan Allah terhadap kita. Sementara Allah tidak pernah tidak adil kepada hambanya.

Didalam firmannya, Allah menegaskan,

“Musibah juga seringkali terjadi terjadi karena perbuatan kita sendiri”

Terkadang ada beberapa musibah yang terjadi karena perbuatan kita sendiri. Semakin kita punya perbuatan baik, InsyaAllah musibahnya juga akan disesuaikan dengan yang baik-baik dan dengan semestinya.

Nabi difitnah, bahkan Allah yang menciptakan kita juga difitnah.

Jadi jika kita difitnah dengan sesuatu yang kita tidak buat, jangan kaget. Walaupun Allah sebut di Al Qur’an “fitnah lebih kejam daripada pembunuhan”

Allah yang menciptakan kita tidak lepas dari fitnah. Yang fitnah Allah adalah Yahudi. Yahudi mengatakan bahwa Allah punya anak, Uzair anaknya Allah.

Nabi juga difitnah “Kamu tukang peramal, tukang sihir”, itu tuduhan dusta semua.

Nabi tidak lepas difitnah, Allah juga tidak lepas difitnah, apalagi kita?

‘Model’ kita jika tidak difitnah, kurang ‘ajib’ hidupnya. Pasti difitnah, tidak mungkin tidak. Sekarang tentang bagaimana kita, jika kita terpengaruh dengan sikapnya orang berarti disinilah lemahnya kesabaran kita. Namun disaat kita sedang diperlakukan buruk oleh orang, tapi sabar, mengabaikannya, dan diamkan, maka disinilah letak kemenangan kita.

Mulai sekarang, setiap kali ada musibah, jangan fokus dengan musibahnya tapi mulai mencari anugerah yang tersimpan dibalik itu semua. Pasti ada, karena tidak mungkin tidak ada. Karena banyak orang yang diberikan nikmat, baik itu harta, anak, rumah tangga misalnya, tenyata dari kenikmatan itu semua yang terlihat nikmat ada ujiannya.

Imam Haddad mengatakan,

“Terkadang kamu tidak sadar saat kamu diberikan nikmat, disitu juga ada ujiannya dari Allah”

Anak, harta, semua itu bisa jadi ujian. Kamu bisa jadikan hartamu menjadi baik, kamu bisa jadikan anakmu baik, kamu bisa mendidik anakmu dengan baik, kamu bisa mempertahankan rumah tangga mu dengan baik, berarti itu benar-benar anugerah.

“Berapa banyak musibah tapi ternyata itu adalah anugerah Allah”

Kisah Selamat dari Pesawat Jatuh

Saat dia gagal berangkat gara-gara terlambat, orang itu menggerutu karena tidak jadi jalan. Kesel, marah-marah, dan minta ganti rugi. Kemudian dia mendengar kabar bahwa pesawat yang harusnya dia tumpangi tadi jatuh. Berarti dia selamat disitu. Kira-kira dia masih menuntut maskapai untuk membalikkan uangnya tidak? Tidak.

Begitulah terkadang terjadi ujian datang dalam hidup memberi tekanan disini untuk menyelamatkan kita disisi yang lainnya. Kita tidak pernah tahu apa saja yang terjadi dengan kita, oleh karena itu kita belajar.

Allah menekankan

“Barangsiapa yang menghadap kepada orang kaya dengan merendahkan dirinya karena kekayaannya, maka karena perbuatannya itu lenyaplah dua pertiga dari agamanya”

Nabi datang membawa agama kepada kita, agama islam rahmatan lil ‘alamin. Kala itu manusia berada pada level-level tertentu (ada perbudakan dan kasta) dan pada saat Nabi datang, perbudakan mulai dihapus. Tidak ada orang yang boleh memandang orang dari suku tertentu, semua dipukul sama rata. Nabi mengajarkan cara kita memandang orang dari sisi.

Orang mulia diantara kalian yaitu hanya orang yang paling bertakwa. Maka jika ingin melihat kelebihan orang, jangan melihat selain dari takwanya. Rasulullah menghapus perbudakan, penganiayaan kepada orang lemah, orang lemah yang ditindas, orang lemah yang tidak dianggap, orang-orang lemah yang dipandang sebelah mata karena dahulu orang lemah itu hidupnya memang menjadi orang punya.

Nabi SAW datang menghapus itu semua. Bilal bin Rabbah dari budak kemudian ditempatkan ditempat yang layak sejajar dengan seorang Sayyidina Abu Bakar As Shidiq, Sayyidina Usman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Tholib. Duduk, kumpul, dan  makan bersama. Setelah masuk agama islam, duduk kumpul bersama tidak kenal kamu siapa yang kaya atau miskin, siapa yang tadinya bekas budak siapa yang tadinya dari keturanan mana. Nabi mengajarkan kepada kita untuk tidak melanjutkan kebiasaan tersebut seperti dulu.

Di Negeri India, kasta masih berlaku. Orang dilihat dari keturunan siapa, kekayaannya sebanyak apa, mereka dengan sendirinya memisahkan diri. Saat ada orang punya keturunan lebih tinggi dari menurut yang mereka nilai, maka dia langsung menganggap “Saya lebih rendah dari kamu”. Saat melihat ada orang kaya, dia langsung menganggap “Saya lebih hina dari kamu”. Di India masih berlaku dan masih menjadi isu. Padahal jika dibahas dari sisi kemanusiaan, itu tidak benar. Karena semua orang sama dan berhak menerima hak yang sama. Jika kita bernegara saja mau kaya atau miskin, tetap memiliki hak yang sama.

Kenapa kita tidak boleh tawadhu kepada yang kaya? Karena kita tidak diajarkan untuk seperti itu. Kita diajarkan untuk tidak merendahkan diri kepada siapapun, merendah diri itu hanya kepada Allah. Tidak boleh kita merasa diri kita lebih rendah sehingga membuat kita lebih memuliakan orang hanya dari sudut pandang harta. Apa dampak yang didapat? Jika kamu melakukan itu, maka dua pertiga dari agamamu hilang. Karena pada umumnya orang yang seringkali menunduk untuk kekayaan seseorang adalah penjilat yang mengharapkan sesuatu imbalan dari yang kaya tadi.

Islam mengajarkan kamu punya izzah (kemuliaan diri) terlepas kamu orang punya maupun tidak. Dan kamu juga harus punya iffah (harga diri), sehingga tidak bisa menunduk kepada orang karena kaya nya.

Tujuan Nabi Muhammad SAW memberikan kepada kita ilmu ini agar tidak seorang pun dari kita merasa lebih rendah dari yang lainnya. Tidak hanya karena kamu duduk dengan orang kaya, kamu menjadi minder. Bukan berarti kamu tidak punya, kamu bebas diperlakukan seenaknya. Didalam sini maknanya luas, maka kembali dengan tujuannya apa.

Tidak ada yang diperkenankan memandang kita rendah kecuali Allah. Maka jika dihadapan orang mau siapapun dia, jangan pernah menunjukkan kerendahanmu.

Yang penting dalam diri kita adalah belajar tidak menjadi orang yang minder, “Dia mah siapa, kita ibaratnya langit dan bumi”. Di agama kita kata-kata seperti itu tidak boleh ada pada diri kita.

Kisah Ashabus Shuffah

Nabi dahulu bertetangga dengan Ashabus Shuffah,
“Kami dengar katanya orang kaya bisa pergi umroh sesukanya, orang kaya bisa sedekah kepada fakir miskin memberikan makan orang sesukanya, lalu bagaimana dengan kami Rasul? Kami bukan orang punya, kami tidak bisa mencari pahala dari makan orang, memberi minum orang, pergi berangkat umroh sesuka hati atau haji tiap tahunnya”

Mereka bukan mempertanyakan tentang kami miskin dan dia kaya, tapi mereka bertanya tentang pahalanya. Maka Rasulullah mengatakan

“Setiap bacaan tasbih, tahmid, takbir, senyum kepada saudaramu, dan mengangkat penghalang bagi jalan itu sedekah”

Akhirnya pulang senang hatinya Ashabus Shuffah, “Oh kita tidak kekurangan. Biarin orang kaya dengan kayanya, tapi kami juga bisa kaya dari pahalanya”

Subhanallah, orang kaya di Madinah mendengarkan perkataan Nabi tersebut. Mereka tidak mau kalah, akhirnya mereka selalu berdzikir.

Ashabus Shuffah mengatakan “Enak banget dia uang punya dan dzikir pun tidak putus”

Mereka datang lagi ke Rasul “Rasul, itu orang kaya kami dapati mereka sekarang mengerjakan apa yang kami kerjakan”

Lalu Nabi senyum dan mengatakan “Itu adalah karunia Allah yang Allah kehendaki yang Allah berikan kepada siapapun yang Allah inginkan”

Jika urusan pahala semuanya berhak mencari semaunya, tapi jika yang ditanyakan tentang ketertinggalanmu dari suatu pahala karena dia punya kamu tidak punya, maka diberikan gantinya oleh Rasul. Tidak ada satupun dari mereka merasa “Enak banget jadi dia, saya juga kepengen punya”

Sekali-kali kita belajar dari kisah Tsa’labah yang ingin menjadi orang kaya tapi justru tersungkur jatuh pada lubang kehinaan.

Jika yang kita hormati adalah tuanya, maka kita tempatkan sesuai dengan tempatnya, memposisikannya di posisinya. Itu tidaklah salah.

Sering kita dengar ada orang yang memberikan kutipan “Giliran orang punya aja ditempatin ditempat yang enak, tapi kita orang tidak punya duduk dipinggiran”

Ini salah menyikapi makna dari sebuah hadits Nabi.

Didalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda

“Tempatkan orang sesuai dengan tempatnya”

Jika ada orang dengan pangkat kita campur sama rata semua, maka kita berarti tidak menempatkan dia ditempatkan. Islam mengajarkan tidak seperti itu. Nabi jika ada pemuka-pemuka darimana saja datang, mereka dikedepankan untuk duduk didepan. Mereka jarang datang dan bisa bertemu dengan Nabi secara langsung.

Apa yang sedang dilakukan shohibul bait, mungkin yang dikedepankan itu punya hubungan kekeluargaan, urusan pekerjaan, atau hubungan teman dekat yang mana tidak perlu menjadi perbincangan kita sendiri. Terkadang memang ada orang yang punya pangkat (kedudukan) didepankan dan diutamakan karena sebenarnya islam sendiri meminta kita menempatkan mereka ditempatnya. Adapun yang sudah rutin, biasa, bahkan paham, harusnya berbesar hati bukan jadi provokator.

Tawadhu tidak pernah diizinkan untuk selain Allah. Tawadhu hanya kepada Allah, merendah hanya kepada Allah, selebihnya tidak ada.

Bagaimana jika tawadhu dengan orang yang berilmu? Itu namanya bukan tawadhu tapi hormat kita, pengaguman kita kepada orang berilmu.

Bagaimana dengan orang tua? Itu bentuk kita mengagumi dia, menghormati dia, mencintai dia, kita tempatkan orang tua ditempat yang paling tinggi, baik, dan bagus.

Begitu juga dengan orang yang punya kedudukan (pangkat), kita menghormati dia karena punya kelebihan.

Islam mengajarkan kita menghormati orang sesuai dengan kedudukannya.

Mudah-mudahan InsyaAllah, dengan ini semua kita bisa belajar menjadi orang yang bisa bahagia dari memulai hari, bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan, menjauhkan diri kita dari kesedihan-kesedihan khususnya kesedihan yang berkenaan dengan urusan dunia. Lalu Allah jauhkan diri kita dari mengeluh akan musibah dan ujian yang Allah berikan kepada kita karena sejatinya musibah yang Allah berikan kepada kita adalah pembelajaran dalam hidup untuk kita menjalani hidup lebih baik lagi dihari kemudian.

Terakhir diingatkan tentang bagaimana pentingnya kita menjadi orang yang tidak merasa rendah apalagi merendakan diri dihadapan orang yang tidak semestinya merendah.

والله أعلم بالصواب