Tanggal : Kamis, 16 Mei 2024
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Nurul Huda, Kemang Jakarta Selatan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
PENDAHULUAN
Suatu nikmat dari Allah saat kita tuh masih bisa mengingat orang yang telah pergi meninggalkan kita. Di antara banyak orang yang lupa akan orang tuanya, justru kita di sini diingatkan untuk ingat kepada mereka. Dan itu nikmat dari Allah. Ingat orang yang sudah pergi dan yang diingat bukan sesuatu yang tidak menyenangkan hati, tetapi justru yang diingat adalah sesuatu yang indah, sesuatu yang baik, sesuatu yang justru mengingatkan kepada kita untuk kita menjadi rindu kepada mereka.
Di saat orang meneteskan air mata karena sedihnya akan rindu kepada orang yang telah ditinggalkan oleh mereka, tapi justru air mata tersebut jatuh mengantarkan kepada kita pahala. Kenapa dibilang pahala? Artinya di hati kita masih punya rahmat, artinya di hati kita masih punya kasih sayang, artinya di hati kita ini masih punya kebaikan. Atas dasar dari mana, “Kok air mata dikaitkan dengan kebaikan?”
Karena Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam pun melakukan hal yang sama. Pada saat Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam ditinggal wafat putranya, Nabi menangis. Bahkan saat Nabi melihat jenazah orang kafir sekalipun yang lewat di hadapannya, Nabi pun menangis. Artinya menandakan luasnya rahmat di hati Nabi yang itu diiringi oleh salah satu riwayat yang disabdakan dari beliau,
“Sesungguhnya Allah meletakkan rahmat di hati para hamba-hambanya.”
Maka kalau kita lihat hari ini ada orang yang mengenang, yang teringat akan sosok yang telah pergi meninggalkan, hakikatnya air mata yang jatuh itu adalah air mata rahmat. Dan air mata rahmat itu adalah air mata yang sejatinya mewakili diri orang tersebut adalah orang yang dirinya baik.
Akan tetapi saat air mata tersebut jatuh berlinang, bukan air mata yang menjadi pusat perhatian, tetapi adalah perlakuan setelah air mata tumpah, itu yang menjadi penentuan. Orang kalau nangis-nangis saja, tapi tidak ada satu perbuatan yang akan mengantarkan dia pada kebaikan, maka air matanya sia-sia.
Hari ini kita lihat ada orang nangis kehilangan akan seseorang yang mereka kasihi atau yang mereka cintai, tapi hanya air mata, maka semua sia-sia. Maka dalam riwayat Nabi katakan, “Sesungguhnya mata ini pasti nangis, mewakili isyarat daripada hati. Tapi kita tidak akan berucap kecuali sesuatu yang diridhoi oleh Allah.”
Saat kita semua, baik ditimpa satu musibah, ujian atau kita pun kembali terkenang akan sosok orang yang sudah pergi meninggalkan kita, yang akan menjadi nilai akhirnya itu penentunya. Apa yang kita lakukan? Hanya nangis, hanya dirundung sedih. Tapi yang Nabi ingatkan, kita enggak bakal ngucap kecuali apa yang diridai oleh Allah. Dan kalau kita lihat hari ini, apa yang Allah ridhoi tidak lain tidak bukan adalah sesuatu yang dengan mengingat mereka kita pun menjadi teringat kepada Allah.
Di dalam kitab, salah satunya kitab I’anatut Tholibin di bab jenazah, di situ dikutip,
“Kalau ada orang selama mereka hidup di dunia, saat mereka membersamai orang tua tetapi mereka belum bisa betul-betul berbakti kepada orang tua itu, apakah bisa mereka memperbaiki bakti itu saat orang tuanya sudah tiada?”
Selama orang tuanya hidup, dia enggak durhaka juga, tapi bisa jadi cuek, gak terlalu peduli. Dia enggak juga bikin susah, tapi enggak juga nyenangin. Dia enggak nyakitin kata-katanya enggak kasar, tapi kata-katanya juga enggak seringkali menyenangkan hati. Orang tua enggak selalu minta hadiah, orang tua enggak selalu kepengin dikasih apa-apa. Mungkin kalau Ibu masih senang dikasih, tapi kalau seorang ayah, ayah enggak minta hadiah, ayah enggak minta apa-apa. Biasanya ayah cuman mintanya doa. “Ibu juga ada Ustazah yang kayak gitu.”
Keumumannya orang tua enggak minta dikasih hadiah, tapi kalau dikasih hadiah, dia suka.
Kita semasa mereka hidup, ngulang-ngulang berapa banyak hadiah yang sudah kita kasih buat mereka? Maka saat kita ngukur sebanyak apapun hadiah yang pernah kita kasih buat mereka, enggak bakalan pernah sebanding dengan apa yang mereka kasih buat kita.
Berapa pun nominal, bilangan, jumlah, apapun hadiah yang hari ini di mata kita bernilai yang kita berikan, yang kita hadiahkan kepada mereka orang tua kita, maka saat diukur tidak akan pernah sebanding dengan apa yang sudah orang tua berikan kepada kita. Subhanallah, enggak bisa.
Bahkan katanya,
“Satu tetes darah nifas yang menetes dari rahim ibumu karena telah melahirkanmu, itu gak bisa kamu ganti dengan apapun juga kebaktianmu di situ.”
Apalagi perempuan kalau habis melahirkan, nifas 40 hari, ada yang sampai 60 hari. Dan Belum letih-letihnya yang lain.
Bayangkan, apa yang hari ini kita ingat sudah kita kasih buat orang tua kita, sejatinya cuman ngelipur hati sesaat. Tetapi begitu kita diingatkan dengan apa yang sudah mereka kasih, kita kembali merasa malu karena ternyata apa yang sudah kita berikan untuk mereka tidak pernah melebihi. Sebanding aja, jangankan lebih, sebanding aja atas apa yang orang tua berikan kepada kita.
Tapi ini Islam, Islam itu indah. Selalu memberikan kepada kita jalan kemudahan. Di antaranya kalau kita waktu mereka hidup enggak benar-benar bisa nyenangin, enggak benar-benar bisa bisa menggembirakan hati mereka, enggak benar-benar bisa hadir untuk mereka, gimana cara kita memperbaiki di saat mereka telah pergi meninggalkan kita, di saat mereka telah wafat tapi kita kepengin berubah, kita kepengin jadi anak yang baik, kita kepengin jadi anak yang bisa berbakti kepada orang tua kita?
Islam datang, nunjukin kamu bisa jadi anak yang tadinya agul walidain, bahkan derajat durhaka aja bisa berubah jadi anak yang berbakti, walaupun orang tuanya sudah meninggal dunia. Tapi dengan berbuat kebaikan dengan kita mendoakan mereka.
Maka pertama kalau ditanya, gimana ngelangsungin bakti kita sama orang tua? Biar orang tua kita ni walaupun mereka udah bertahun-tahun pergi meninggalkan kita, tapi kita mau tetap bakti sama dia. Kita mau tetap jadi anak yang tiap hari, apalagi kalau kita ngerasa selama dia hidup, kita yang ngurusin dia, kita ngerawatin dia, rasanya kurang aja bawaan ngerawat dia, rasanya kita ngerasa pengin, “Biarin deh capek, biarin deh pegal, biarin deh tiap hari harus ngadepin yang enggak enak, asalkan dia ada aja depan mata kita.”
Kalau anak kan maunya begitu, kalau yang bakti maunya begitu, “Biarin yang penting ada depan muka kita, asal jangan enggak ada, yang penting ada.”
Tapi kan kita manusia, kita enggak punya kuasa, yang punya kuasa adalah Allah subhanahu wa taala .
Iya terus gimana caranya pahala yang sudah dikasih jalan kemudahan kita buat bakti, Ngurusin dia, nyuapin makan dia mungkin kalau waktu itu dia sakit, atau mungkin bawa dia jalan-jalan saat mungkin dia masih kuat kita senangin dia, dan seterusnya. Apa salah satu wasilahnya, satu aja nih langkah pertama, doa.
Makanya Allah subhanahu wa taala berfirman,
Doain mereka,
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Ya Allah ampunin dosa salah silap ibu bapak atau mungkin suami yang telah berpulang, siapun di antara keluarga kita yang telah berpulang. Minta ampun untuk mereka saudara ampunin dosa-dosa salah silapnya selama di dunia, luaskan kuburnya, jadikan kuburnya taman dari taman surga. Jangan jadikan kuburnya lubang dari lubang neraka. Ya Allah tenangkan, lapangkan, terangkan kuburnya.
Minta dengan bahasa kita, Allah maha tahu, Allah maha mendengar. Yang penting doa. Karena satu-satunya yang masih menjadikan kita tergolong anak birrul walidin adalah saat kita masih teringat untuk mendoakan orang tua kita. Itu belum bicara tentang keutamaan orang yang doain orang tua, keutamaan orang yang ngurusin orang tua keutamaan orang yang benar-benar cinta sayang sama orang tua. Masyaallah tabarakallah.
Maka datang suatu kisah di zamannya Bani Israil ada seorang ayah tumbuh mendidik empat anak-anak laki-laki semua. Kebetulan istrinya sudah pergi lebih dulu meninggalkan dia, maka dia enggak nikah lagi, dia cuman milih mau ngegedein anaknya sampai dewasa sampai besar. Namun orang tua ini, ayah ini miskin enggak punya apa-apa. Begitu datang di masa tuanya, mulai tua rentan, mulai tidak bisa bergerak, tidak bisa berbuat banyak, maka mulai meminta bantuan anak-anaknya.
Namun sangat disayangkan, di usia yang tua rentan itu tiga anaknya memilih untuk tidak peduli lantaran mengingat ayahnya kalau udah pergi nanti, udah wafat nanti, enggak ninggalin warisan apa-apa, miskin, anaknya milih gak ngurus, anaknya milih gak peduli, anaknya milih acuh, kecuali satu. Katakanlah misalnya yang satu namanya Abdullah.
Yang satu ini bilang, “Ente-ente orang gak ada yang mau urusin Abah kan? Gara-gara Abah enggak punya warisan? Ya udah biarin Abah yang ngurusin ane aja, biarin ane yang jagain Abah ,biarin ane yang rawatin Abah”
Dirawat si Abah. Dirawat, diurus, dijaga sampai si Abah meninggal dunia di tangan dia. Tiba-tiba sehari setelah Abahnya meninggal, ini orang lagi mimpi didatangin orang aneh wujudnya aneh, wujudnya rupanya kayak orang gelandangan ngomong, “Hei fulan, kamu pergi ke tempat ini, gali lubang di situ, kamu bakal dapatin di situ uang 100 dinar.”
Bangun dari tidur, dia cerita sama istrinya, “Saya semalam mimpi didatangin orang aneh orangnya. Saya enggak kenal, enggak apa, nyuruh saya pergi ke satu daerah, katanya saya suruh gali di situ ada uang 100 dinar. Kata istrinya, “Pergi, gali.”
Kata dia yang bilang, tapi dalam mimpi itu saya nanya sama yang ngomong, di uang 100 dinar itu ada berkahnya ngga? Enggak ada kata si orang gelandangan. 100 dinar itu enggak ada berkahnya.
Bilang sama istrinya, “Itu uang 100 dinar enggak ada berkahnya“. Katanya “Ya biarin aja, ambil aja. Enggak ada urusan, ambil aja.”
“Enggak, enggak mau saya.”
Enggak bergeming si suami.
Datang mimpi yang kedua, sama, pergi ke tempat itu, gali lubang di situ, ada uang 100 dinar di situ. “Ada berkahnya enggak?” ditanya lagi. “Enggak ada.”
Besok paginya cerita sama istrinya, balik lagi istrinya bilang, “Pergi aja, ambil aja.” kata dia. “Enggak, kalau uang itu enggak ada berkahnya saya kagak mau.”
Lihat tuh orang kalau udah ngerti ya, sudah paham, jangan kan uang syubhat, uang yang enggak ada berkahnya aja enggak mau. Zaman sekarang banyak orang, jangan kan syubhat, haram pun ditilep juga. Naudzubillahimindzalik. Semoga Allah jaga kita semua.
Datang mimpi ketiga, sama, sampai datang mimpi keempat. Mimpi keempat kali ini beda, “Pergi ke tempat ini, gali lubang di situ, ambil uang satu dinar.”
Ditanya, “Ada barokahnya enggak?”
“Ada.”
Bangun pagi dia bergegas datang ke lubang, digali beneran di tempat yang seolah diisyaratkan dalam mimpi. Begitu dibuka uangnya banyak, bukan satu dinar.
Ambil satu dinar. Dia ngga bergeming sama sisanya. Dia cuma fokus sama satu dinar diambil, lubangnya ditutup lagi. Imannya kuat. Padahal ngambil berapa keping lagi kan gak sadar juga. Tapi gak ada berkah, dia gak mau. Diambil satu.
Di tengah jalan, dia ketemu orang baru habis mancing dapat ikan gede besar dua, dia bilang, “Lumayan buat makan sama keluarga.”
“Berapa harga ikan ini?”
“1 dinar.”
“Nih, ana beli.”
Bawa pulang. Kata istrinya, “Mana duitnya?”
“Udah ana beliin ikan.”
“Cuman segini yang ente bawa?”
“Iya, cuman segini.”
“Udah masak deh.” Kata suaminya.
Istrinya dengan sedih, maksudnya dengan pegal, susah banget bikin suami nurut. Suaminnya kekeh.
Pas dia potong ikannya mau disiangin, begitu dibuka isi perutnya, isinya permata semua. Dua ikan itu isinya permata semua. Istrinya panggil suaminya, “Ternyata benar yang kamu pilih berkah.”
Wah suaminya lihat, Masyaallah, tahu bahwa batu ini nilainya enggak sembarangan dan enggak akan ada yang bisa beli ini batu yang sanggup, kecuali sebetulnya raja di situ. Maka dia bikin khabar. Nyampailah khabar ke istana kalau dia punya batu mahal, batu berharga. Diutus ajudannya raja, raja bilang, “Berapa harganya?” Dihargain sama si Abdullah ini, “Tidak kurang emas dari 30 kuda yang ngangkat emasnya.”
“Deal”
Besok emasnya dibawain. Berapa emasnya? bukan segram bukan 100 gram, yang ngangkutnya 30 kuda, dari saking mahalnya tu mata, tu batu. Angkut dibawa, 30 kuda ngangkut emasnya buat bayar tuh batu.
Nyampai di istana dilihat wah raja senang lihat batunyaa. Kata raja, “Ni batu ngga sepasang, ada pasangannya. Ada ngga pasangannya?”
Dikirim lagi ajudan, raja nanya, “Tuh batu ada pasangannya enggak? Raja berminat beli.” Raja bilang, “Deal.”
Satu dinar bisa diganti sama Allah, 60 kuda ngangkut beratnya emas. Sebabnya urus orang tua, jagain orang tua, rawatin orang tua, bakti sama orang tua. Dia bisa dapatin kemuliaan yang sedemikian rupa. Kadang-kadang kemuliaannya jangan tergesa-gesa. Kadang ada orang nunggu mau dapat kemuliaan orang tuanya masih hidup, padahal bisa jadi kemuliaan yang bisa dia dapat justru orang tuanya sudah enggak ada. Orang tuanya udah enggak ada, kemuliaannya dikasih sama Allah setelah orang tuanya wafat, dan seterusnya. Tapi ketulusan dan keikhlasan dia dalam mengabdi itu dalam bakti dalam merawat, dalam mengurus, dalam tunduk, itu yang kemudian sama Allah dinilai yang kemudian menyebabkan dia meraih segala kemuliaan. Ngurus orang tua, doain orang tua, hanya dengan doa robbigfirli..
Doa begitu aja nandain kalau kita anak sholeh yang terus berkelangsungan, yang terus membuat kita statusnya tetap jadi anak-anak sholeh maupun sholehah, hanya dengan kita yang terus lazim doain orang tua kita.
Doa begitu berarti bukan air mata yang sejatinya berarti. Orang tua saat melihat kita nangis, tapi kembali lagi apa yang kita buat itu yang menjadi penilaian, itu yang menjadi tolak ukurnya, itu yang menjadi jackpotnya. Kalau cuma nangis hati sedih, enggak ada apa-apanya. Tapi kita diminta, ayo jangan berucap, jangan berbuat, kecuali yang kau ucap dan yang kau buat adalah sesuatu yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa taala.
Kemudian,
“Ustazah kita sudah doain, ada lagi enggak yang bisa kita lakuin?” Qiroatil Quran, bacaan Qur’an yang kita baca kalau bisa seorang anak, seorang istri, siapapun kita, bisa, pernah, bahkan setidaknya seumur hidup pernah khatamin Qur’an yang kita hadiahin buat mereka. Jangan khataman berjamaah aja, tapi kita memang niatin, kalau kita anak satu khatam dari kita buat orang tua kita, kita sendiri yang baca. Kalau kita istri, kita yang baca satu khatam khusus buat suami kita, kita sendiri yang baca.
“Ustazah kagak nyampai-nyampai, kayaknya enggak kelar-kelar.”
Mungkin entah sibuk banget sampai enggak kelar-kelar. Setidaknya baca Yasin. Yasin yang kita hantarkan kepada mereka. Yasin jantungnya Qur’an. Mau tiap malam Jum’at, kalau bisa tiap hari Alhamdulillah, diniatin khusus buat mereka, hadiahkan khusus untuk orang tua kita, girang mereka di sana.
“Gak bisa Ustazah baca Yasin, gak sempat.”
Mungkin sibuk atau mungkin punya hal lainnya. Baca Fatihah. Jangan kau tidur sehari pun berlalu darimu waktu malam, kecuali di hari itu ada surat Al Fatihah yang kau hantarkan untuk mereka, orang tuamu, hadiah yang kita tujukan untuk mereka. Itu bentuk bakti kita. Kadang ada orang yang sebegitu terpukulnya, bebacaannya cuman kalau ziarah kubur aja. Jadi ziarah kubur, buku Yasin dibawa, semua dibawa, nyampai Yasin, tahlil dibaca, tapi hari-hari lainnya? Adat kita nyekaran mau puasa, mau lebaran, bagus. Tapi yang jadi pertanyaan,
“Apa cuman saat itu aja kita menghantarkan doa arwah ahli keluarga kita?”
Harusnya kan enggak gitu. Kalau bisa di mana tempat, di mana kita bisa mengantarkan doa-doa kita, bacaan-bacaan kita untuk mereka, kita kasih. Subhanallah.
Baru setelah Qur’an, sedekah.
Ada sahabat nanya, “Ya Rasulullah, saya punya orang tua meninggal dunia. Apa kira-kira yang mengantarkan saya bisa-bisa terus bakti sama mereka walaupun mereka sudah enggak ada.”
Kata Rasulullah, “Sedekah.”
Kita disuruh sedekah.
Sampai ditanya, “Sedekah yang paling bagus tuh apa?”
Kata Rasul, “Sedekah yang paling bagus itu air.”
Maka ulama di sini nyimpulin, kenapa Rasulullah bilang air pada saat itu karena di Arab itu air
Susah. Di Arab itu, air mesti gali yang dalam baru dapat air dan seterusnya, susah. Makanya dibilang sedekah yang paling afdhol itu nyiapin air, nyuguin air, karena Arab punya kondisi tertentu. Nah ini kan kata ulama, tolak ukurnya bukan cuma air.
Kadang-kadang kalau Maulid orang pada berebutan ngasih Aqua aja. Acaranya udah kelar Aquanya masih numpuk. Yang jadi pertanyaan, “Di Indonesia apakah itu yang paling dibutuhin?”
Nah itu kan menjadi pertanyaan, mungkin di Amerika beda lagi. Mungkin di London beda lagi. Mungkin di India beda lagi. Tiap wilayah memiki kondisi yang paling butuh, benda atau sesuatu yang paling dibutuhkan. Maka coba kita ukur, di sini kira-kira yang paling dibutuhin orang apa?
Artinya, pada saat kita ingin memberi, saat kita mau ngasih, ngasih tu bukan tentang kita aja yang mau ngasih, tapi saat ngasih juga dipikirin, semanfaat apa yang kita kasih. Orang kadang-kadang cuman mikir yang penting ngasih. Tapi hari ini sama-sama kita merenung, yang kita masih semanfaat apa.
Ini tentang apa yang kamu keluarkan tapi itu yang paling manfaat. Maka jangan cuman ambil yang paling ringkas, tapi yang jadi permasalahan, kadang-kadang yang kita kasih, maulidnya udah habis atau acaranya sudah lewat, yang kita kasih masih nyisa. Kita bicara realita. Karena banyak hari ini yang pikirannya, “Yang penting ngasih” Atau seenggaknya kasih duitnya, yang punya hajat paling tahu kebutuhannya. Nah untuk yang punya hajat, jangan tersinggung kalau dikasih. Karena tiap orang berhak partisipasi, tiap orang berhak mau dapat pahala untuk mereka raih. Ada orang partisipasi, “Tapi enggak enak kalau ngasih duit, bingung. Kalau ngasih duit enggak ah, enggak enak.” Kalau kita ngerasa enggak enak, ayo kasih sesuatu yang lebih manfaat. Kasih sesuatu yang lebih kiranya dengan orang duduk itu jauh lebih menguntungkan bagi mereka.
Hari ini saya jujur kalau ngelihat anak jalanan minta uang, kayaknya bukan uang yang mereka butuh. Kenapa? Anak kecil butuh uang untuk apa sih? Mereka dengan lesunya, anak-anak butuh apa? Anak-anak butuh sesuatu yang nyenengin mereka. Maka kalau punya makanan, sesuatu apapun itu, baik roti, baik kue, baik coklat dan lain sebagainya. Ada mereka yang minta-minta, kasih yang nyenangin hati mereka, itu jauh lebih bikin mereka nyengir daripada ngasih duit. Karena duit yang kita kasih, enggak sampai ke mereka. Duitnya sampai ke orang yang nyuruh mereka bekerja itu. Kita sudah paham itu, orang-orang yang gendong anak itu bukan ibunya. Makanya kita enggak pernah nemu ada anak jalanan yang digendong melek. Karena dikasih obat tidur biar tidur. Kalau bangun nyariin emaknya, kalau bangun emaknya di mana. Jadi sepanjang kita lewat kita enggak tega, “Ya allah kasihan tuh anak sama emaknya.” Belum tentu emaknya itu.
Tapi yang jadi pertanyaan, yang kita kasih benar enggak? Sesuai enggak targetnya? Betul enggak akan apa yang dibutuhkan?
Maka seolah Rasulullah ngajarin sama kita, sedekah bagus, apalagi kalau kita niatin buat ahli keluarga kita yang telah berpulang ke Rahmatullah. Namun sedekahnya harus tepat, sedekahnya harus betul-betul kita tahu itu hal yang paling dibutuhkan, kita harus berarti betul-betul bijak dalam pengeluaran, bukan cuman tentang enggak boleh foya-foya, tapi bahkan sedekah pun kita harus sama-sama memperhitungkan, mana sedekah yang paling menguntungkan, karena keuntungan itu bukan cuman di dunia, bukan cuman makin banyak orang yang merasa diuntungkan akan sedekah kita, pahalanya makin besar di sisi Allah subhanahu wa taala. Sedekah yang kita kasih buat orang tua kita, sedekah yang kita kasih buat mereka ahli keluarga kita yang berpulang ke Rahmatullah.
Kita minta sama Allah subhanahu wa taala, kita enggak bisa sedekah, ada solusi kirim bacaan Qur’an. Sibuknya keterlaluan, sampai Fatihah juga enggak sempat, kali kelupa atau kelewat, jangan sampai yang namanya doa pun terlewat. Ini kalau udah doa yang yang kelewat, kebaikan apa yang diharap dari kamu?
“Bakti kamu sama orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan bakti kepada kamu.”
Dan inilah yang paling ditakutkan dan paling dikhawatirkan saat kita menyepelekan kemuliaan orang tua kita, yang dikhawatirkan adalah kelak anak-anak kita pun meremehkan kemuliaan kita. Anak-anak kita acuh sama kita.
Anak-anak acuhnya enggak kelihatan waktu masih kecil, setiap anak masih kecil butuh orang tua. Yang ditakutin begitu mereka dewasa, begitu mereka udah bisa merasa hidup sendiri, bisa nyari duit sendiri, bisa nentuin hidup sendiri, orang tua menjadi tak lagi dipedulikan. Nauzubillah minzalik.
Makanya sama-sama kita mohon sama Allah subhanahu wa taala, baik dari kita menghadiri acara-acara semacam ini. Yang tentunya acara ini bukanlah acara yang salah.
Kadang-kadang saya suka gedek sendiri gitu gedek sama orang yang suka nanya,
“Ustazah mana dalilnya haul? Mana dalilnya kumpulan-kumpulan begini?
Saya jujur kalau ada orang yang nanya kayak gitu, saya bilang maaf,
“Kalau bodoh enggak usah nanya deh. Saya mau ngomong sama situ, kitab apa juga situ enggak bisa baca. Jadi kalau enggak ngerti, jangan belagak mau nanya-nanya dalilnya mana.”
Kadang udah bodoh, sok pintar lagi. Kalau enggak ngerti diam aja. Apa yang lebih pintar dari orang-orang, guru-guru kita, orang tua kita yang ngajarin kita, mereka lebih tahu, mereka lebih paham pengarang-mengarang kitab dari rujukan-rujukan orang-orang sholeh di kalangan kita, yang membuat acara semacam ini, mereka lebih takut sama Allah daripada kita, mereka lebih khawatir dosa daripada kita. Kita yang dosanya masih jalan, dosanya masih enggak ada perhitungan, tapi berani mempertanyakan kebenaran tentang satu perbuatan, yang jadi pertanyaan, “Sombong amat, sudah ngaji kitab apa aja?”
Ya ini orang-orang mau disebutin satu kitab juga, kenal enggak sama imamnya? belum tentu kenal. Mana kitabnya? referensinya mana? Repot sama referensi. Kalau kita modal percaya aja sama orang tua, kita percaya aja sama guru-guru kita. Mereka orang yang lebih takut sama Allah daripada kita. Kalau mereka yang lebih takut sama Allah, mereka gak sembarangan mengutip hadits Nabi, Mereka lebih takut dusta akan Nabinya daripada kita.
Perbuatan semacam ini mulia, walaupun orang tua sudah pergi meninggalkan kita, tapi kita masih mau ngingat mereka, kita mau masih menghadirkan mereka, kita masih mau menyebut kebaikan-kebaikan mereka. Dan itulah yang diminta oleh Nabi kita Muhammad Sallallahu Alaihi wasallam,
“Kalau mau ingat-ingat yang udah pergi, yang diingat apa yang enak-enak aja, yang baik-baik aja, ingatnya yang indah-indah aja.”
Jadi kalau saya, saya juga baru 4 bulan yang lalu kehilangan ayah. Sedih mah sedih. Tapi kalau begitu kesedihan itu datang, saya paling enggak suka lihat foto ayah saya waktu lagi sakit-sakitnya. Saya mau lihatnya yang seger-seger aja. Yang kalau ingat, ingatnya bercandanya. Ingatnya ketawanya, ingatnya cerita-cerita hal yang baik tentangnya. Bukan sesuatu yang memilukan hati kita semua. Nah itu mungkin buat saya pribadi saya memperlakukan hal tersebut. Tapi adapun orang beda-beda mungkin.
Tapi yang perlu diingat apa? pesan Nabi aja,
“Ngingatnya enggak dilarang, nangisnya enggak dilarang, sedihnya enggak dilarang. Yang dilarang melakukan sesuatu di luar dari apa yang Allah ridho, yang dilarang mengingat kejelekan dari yang sudah berpulang.”
Kalau orang sholeh kan cerita manaqib. Manaqibnya jadi inspirasi buat kita, kelasnya orang sholeh. Orang tua yang diingat, semua kebaikan dia. Atau mungkin pasangan, semua kebaikan dia.
Saya enggak sengaja kemarin ngelihat status orang, “Saya kalau lagi kesal-kesalnya sama suami, lagi sedang gregetan-geregetan sama suami, saya tiba-tiba ingat suami pontang-panting waktu saya mau lahiran. Lagi kesal-keselnya sama suami, tiba-tiba saya ngingat lagi sedang ngantuk-ngantuknya dia bangun, bikinin susu buat anak. Lagi sedang kesal-keselnya sama suami, ingat dulu dia pernah jemurin pakaian, gosokin pakaian, di saat saya lagi repot-repotnya ngurusin anak.”
Hal kecil, tapi bisa diingat untuk sesuatu yang kemudian meredam emosi. Apalagi kita, kegundahan, kesedihan, pada saat kita mengingat akan seseorang yang telah berpulang, tapi begitu yang kita ingat, baiknya, keindahannya, ketulusannya, kesabarannya, dan bahkan mungkin hal-hal baik tentang dirinya, bisa menginspirasi kita jauh, bisa membuat kita bahagia lebih. Kenapa? Karena yang kita ingat adalah kebaikan-kebaikan tentang mereka.
KAJIAN KITAB HADITS QUDSI
“Wahai anak cucu Adam, apabila generasi awal sampai generasi akhir kita semua ini, baik dari kelompok jin maupun kelompok manusia, besarnya atau kecilnya, merdekanya atau budaknya, semuanya kumpul untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Ketaatan mereka itu tidak akan berpengaruh kekuasaanku sedikit pun.”
Artinya siapun orang dari zaman awal sampai akhir, gede kecil, jin manusia, semuanya kumpul untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Mereka mau taat, mereka mau ngabdi, mereka mau sholat, mereka mau berbuat kebaikan, dan seterusnya. Ketaatan mereka itu sekalipun tidak akan berpengaruh kekuasaanku sedikit pun. Allah enggak terpengaruh sama ibadahnya kita. Enggak butuh bahkan.
Makanya Allah bilang,
“Barang siapa orang yang berbuat kebaikan, maka kebaikannya balik buat dia. Begitu juga orang yang berbuat keburukan, keburukannya balik buat dia.”
Kagak ngaruh sama Allah. Artinya hari ini nih, kita mau sholat mau kagak, mau nutup aurat mau kagak, sebetulnya tidak berpengaruh untuk Allah. Enggak gara-gara kita sholat jadi gimana-gimana gitu Allah. Eggak gara-gara kita maksiat atau jadi gimana-gimana Allah. Enggak enggak ada ngaruhnya kata Allah.
Allah sudah kasih kamu keleluasaan seluas-luasnya, kamu bebas milih mau jadi orang baik mau jadi orang benar. Yang milih jadi orang baik, baiknya buat dia, beruntungnya buat dia, selamatnya buat dia. Yang milih jadi orang gak benar, ruginya buat dia, hancurnya buat dia.
Ada orang hari ini bilang, “Ente mau kapan sih berubah?”
Ada orang ingetin, “Entar dulu deh masih muda.”
Kadang suka bingung, emang udah punya nomor teleponnya malaikat Izrail? Udah bikin janji gitu, kalau datang jangan jam segini? Kalau udah punya sih gak apa-apa ngomong begitu. Tapi kalau udah tahu gak bakalan punya siapapun dari kita. Bahkan sekelas Nabi yang memiliki adanya kedekatan khusus dengan seorang malaikat Izrail pun, kagak punya wewenang buat minta ajalnya diundur. Kalau udah Allah bilang begini, ya begini jadinya. Ajal datang ya datang, kan istilahnya gitu. Enggak kenal tua, enggak kenal muda, enggak kenal sehat, enggak kenal sakit, enggak kenal. Siapa aja mungkin, siapa aja bisa.
Jadi sebenarnya yang butuh sama taat itu siapa? Allah enggak butuh sama taatnya kita. Tapi kita butuh dengan ketaatan kita, hidup kita jadi baik, hidup kita jadi sejahtera, hidup kita jadi tertata.
Kata Allah subhanahu wa taala, “Tunaikan janji kalian, aku akan menunaikan janjimu.”
Kamu tunain janji kamu, mau janji jadi orang benar? tunain aja dulu. Tunain sholatnya, tunain zakatnya, tunain pribadinya yang benar, yang lurus. Tunain hatinya yang bersih, tunain aja.
Janjinya Allah, “Siapa yang sholat, sholat bakal cegah dia dari keji dan mungkar.”
Artinya semua sifat mungkar yang buruk apapun itu tunainya Allah nanti yang bakal kasih tunai, enggak ada hal buruk datang ke dia. Tapi setelah kamu tunain dulu janji kamu.
Siapa yang hari ini teriak-teriak, “Mana pertolongan Allah? mana pertolongan Allah?”
Allah selalu ngawali dengan, “Kalau kamu tolong, saya tolong.”
Kamu tolong, saya tolong. Artinya kalau hari ini ada orang, yang kepengin dapat uluran pertolongan Allah, coba cek-cek dulu, dia punya hubungan dengan Allah bagaimana?
Seorang khalifah, Umar Abdul Aziz yang pernah memimpin menjadi seorang khalifah, kepemimpinannya mampu mengakurkan domba sama serigala. Apa kebetulan itu terjadi? Di balik akurnya atau serigala yang tidak mengganggu domba, di balik itu ada sebabnya. Sebabnya apa? Hubungannya seorang Umar Abdul Aziz, seorang imam yang bernama Umar Abdul Aziz, yang punya hubungan yang begitu baik sama Allah.
Jangankan rakyat, domba aja ditolong. Domba aja selamat dari terkamannya si serigala. Tapi sebabnya ada bukan tentang kebetulannya, sebabnya adalah tentang seorang khalifahnya seorang pemimpinnya yang begitu memiliki hubungan baik sama Allah.
Sayyidina Umar bin Khattab pernah kejadian gitu juga. Beliau memimpin umat Islam, dapat surat dari Amr bin Ash dari Mesir, Gubernur Mesir ngirim, “Kita lagi pacaklik. Sungai Nil hampir habis, kering. Upaya sudah kita lakukan berbagai macam agar Allah turunkan hujan tapi sampai hari ini enggak kunjung hujan juga.”
Dibalas surat sama Sayyidina Umar, begitu nyampai dibuka, “Baca doa ini di lapangan.”
Doanya cuman apa? “Ya Allah turunkan hujan untuk warga Mesir.”
Awan kumpul, mendung, hujan. Karamahnya Sayyidina Umar bin Khattab. Cuman dikirimin surat doang, dibacain, awan ngumpul, hujan. Semua enggak ada yang kebetulan. Ini yang menjadi pertanyaan, “Siapa dulu yang punya hubungan?”
Maka kalau hari ini ada di antara kita yang, “Mana prtolongan Allah? Kayaknya saya sudah sholat?” Sholatnya benar enggak? sujudnya gimana? auratnya gimana? hatinya gimana?
Karena hasil gak mungkin dusta sama perjuangan. Dibalik, bukan perjuangan tidak mendustai hasil. Hari ini hasil orang yang kamu lihat, itu enggak bisa bohongin perjuangan dia. Enggak ada orang tiba-tiba tahu-tahu, adanya itu cuman di sosial media doang. Orang tiba-tiba viral, tiba-tiba tenar. Tapi coba habis gitu redup namanya.
Enggak ada orang tiba-tiba doanya mustajab, tiba-tiba apa yang dia kepengin dia dapat tanpa adanya perjuangan sebelumnya. Yang menjadi tolak ukur itu semua karena hubungan dia. Artinya muamalah, ibadah ketaatannya sungguh-sungguh kepada Allah yang kemudian kembali kebaikan itu terhadap orang tersebut. Karena Sayyidina Umar punya hubungan yang baik sama Allah doanya cepat dikabulin, bahkan Sayyidina Umarnya enggak perlu ke Mesir, suratnya doang yang nyampai. Suratnya aja yang nyampai, doanya Sayyidina Umar dibacain di Mesir, turun hujan. Subhanallah.
Begitu juga domba bisa tenang, tentram, enggak ketakutan ketemu serigala. Karena apa? Dibalik kepemimpinan seorang manusia yang bahkan bisa memiliki hubungan yang baik sama Allah, hasilnya Allah tunjukkan di mata kita semua, bukan hanya maslahat kebaikan hanya tentang manusia, tapi bahkan sama binatang pun punya pengaruhnya.
Saya di rumah punya pembantu demen banget sama kucing. Saya aja kalah yang miara kucing, demenan dia. Ada kucing kampung tiap hari ada di rumah, saya yang ngamuk-ngamuk, “Ente ngapain bawa kucing kampung? Kurang capek ngurusin kucing ana? Kucing cakep-cakep ngga mau diurusin, kucing kampung yang dipelukin, diciumin.”
Katanya, “Biarin, Wan. Soalnya tu kucing kalau ada, tikus enggak ada di dapur. Biarin kucing ada di situ, soalnya semenjak ada dia, enggak ada tikus. Saya enggak capek jagain dapur, enggak repot-repot.”
Tapi ada sesuatu yang bikin saya terkejut, itu pembantu saya kalau saya panggil ke dalam, kucing kampung itu ketuk-ketuk pintu. Kalau kita hari ini ngelihat ada manusia bisa berinteraksi dengan binatang, ini kan antara hubungan manusia doang. Tapi kita kembali menuju kepada seekor binatang bisa ikutan akur karena kepemimpinan seorang manusia, ini menandakan sebetulnya chemistry kita sama alam itu kuat. Energi kita berpengaruh sama semua. Makanya kucing tahu betul yang sayang sama dia, enggak pakai diomongin, “Eh kucing sini ana cinta ente.” Enggak, dia yang datang sendiri. Dia paham, dia punya energi.
Kita punya energi kesal mulu sama orang, dongkol mulu sama orang, ngamuk mulu sama orang, bawaannya ngelihat orang kesal panas, Ibu kira yang di sebelah Ibu enggak tahu? Sadarin kadang-kadang suka duduk, “Ya Allah padahal ada kipas, kenapa gerah banget.”
Bisa jadi energi ada orang-orang yang duduk nih, energinya panas. Ada energi orang, energinya lagi kesal, energinya lagi marah, energinya lagi benci, berasa. Seberapa banyak pun kita mau berusaha menutupi, kita enggak bisa menolak ada energi Allah semesta yang Allah sudah memang buat satu sama lain di antara kita itu bersatu. Orang baik, orang adem, duduk sebelahnya walaupun ngga saling ngomong-ngomong, nyenggir-nyenggiran doang, enggak ngomong tapi kita adem, enggak ada masalah.
Allah mau ingatin sama kita, “Ana enggak butuh sama semua kebaikan ente, sholat ente, ngaji ente, ana enggak butuh. Yang budak, yang merdeka, yang kecil, yang besar, siapun kamu, ana enggak butuh.”
Allah ingatin, “Siapa yang berusaha sungguh-sungguh, berarti dia berusaha untuk dirinya sendiri.”
Siapa yang lagi sungguh-sungguh hari ini pengin jadi orang baik, kebaikannya akan balik buat dia. Ingat, jangan pernah ngelakuin apapun suatu upaya dari kebaikan karena orang. Karena kalau karena orang, di tengah jalan mental, di tengah jalan hancur, di tengah jalan rusak, di tengah jalan jalannya enggak benar, ketemu ada aja halangan, rintangan yang akhirnya hancur, enggak, kalau karena manusia.
Tapi kalau karena Allah, gak ada. Dan Allah tunjukin, dibalik buat dia, nikmatnya buat dia, kesenangannya buat dia, kebahagiaannya buat dia, balasannya buat dia. Semuanya dikasih sama Allah, gak ada yang ketinggalan sedikitpun.
Allah pertegas, “Allah itu maha kaya dari semesta alam.”
Yang bikin Dia enggak butuh.
Makanya dunia ini diciptain sama Allah dalam keadaan Allah enggak lihat. Satu ciptaan Allah yang Allah bikin enggak dilihat saking enggak ada harganya, saking enggak ada nilainya, enggak butuh. Kalau ada orang yang terlalu tergopo-gopo mencintai dia, hati-hati. Mencintai sesuatu yang tidak Allah cinta. Bahkan Allah enggak anggap sekalipun.
Sebagaimana kamu menyusahkan orang, kamu nyakitin orang, nyusahin orang, kamu juga bakal disusahin, kamu bakal disakiti. Makanya kepada siapun di antara kita, yang pernah merasakan disakiti, ngga dianggap, ngga dihargai, ngga usah repot-repot mau balas dendam, ngga usah repot-repot mau atur strategi, ngga usah repot-repot pengumuman, “Jangan temenan sama yang model begini, orangnya enggak baik.” enggak usah.
Kalau kita percaya sama janji Allah, Allah gak pernah ingkar janji. Janji Allah apa? Muamalah itu enggak ketukar. Orang yang punya muamalah baik, dia akan selalu diketemuin hal baik. Tapi orang yang punya muamalah buruk, yang suka nyinggung, nyindir, nyakitin, ngelukai perasaan orang, dia juga bakal ngerasain disinggung, disindir, disakitin, dilukain, nauzubillah. Dan begitu, apapun yang kamu lakukan kepada orang, perlakuanmu seperti apa, demikian juga kamu akan diperlakukan.
Muamalah itu enggak ketukar, yang buat baik sama orang, orang baik sama dia. Kalau ada orang tersinggung berarti koreksi diri.
Apa ada yang salah mungkin dari saya?
Apa mungkin ada sesuatu yang saya buat sehingga membuat dia bermasalah sama saya?
Setidaknya intropeksi dulu diri kita. Pada saat kita intropeksi kita mungkin tidak menemukan ada hal yang salah, tanya baik-baik kepada orang yang bermasalah, “Ana salah apa sama ente, kalau ada salah minta maaf.” Ini gengsi banget, “Orang ane gak buat salah, ngapain minta maaf.”
Hal-hal yang semacam ini, ini bukan tentang lagi diri kita atau tentang apa. Tetapi ini tentang kalau kamu mau hal baik datang kepadamu, maka kamu harus siap menjadi orang baik. Namun pada saat kamu belum siap menjadi orang baik, maka siapkan dirimu untuk menghadapi orang-orang yang tidak baik.
Kaidahnya gitu aja. Kalau kita belum siap mau jadi orang baik, kita harus siap ngadepin orang yang enggak baik sama kita. Bukan berarti orang yang enggak baik sama kita, terus kita harus perangin dia, ributin dia, yang salah dia, belum tentu.
Maka inilah evaluasi adalah sesuatu yang paling diingatkan sama Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, agar kita semua setiap malam sebelum tidur untuk selalu mengevaluasi diri mengingat kembali mengulang lagi kegiatan kita hari ini sepanjang hari apa kebaikan yang sudah kita buat dan apa kesalahan yang mungkin telah kita perbuat. Insyaallah evaluasi yang rutin kita lakukan itu dapat memperbaiki diri kita setiap harinya menjadi pribadi yang lebih lebih baik. Insyaallah amin ya rabbal alamin
والله اعلم بالصواب