EPS.54
Pintu utama surga adalah birrul walidain. Siapa yang berbakti sama orangtua maka beruntunglah dia

Tanggal : Selasa, 1 Maret 2022
Kitab : Mukasyafatul Qulub (Menyingkap Rahasia Hati)
Episode 54: Bab 23. Berbakti Pada Orangtua – Part 2
Karya : Syekh Imam Ghazali
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Pendahuluan

Siapa yang bisa memetik hikmah demi hikmah dari setiap pelajaran yang kita pelajari semoga bisa menjadi pegangan untuk kehidupan kita.

Ada kisah seorang Abu bin Hasyim, yang rajin tahajjud setiap malam selama puluhan tahun tidak pernah putus. Suatu ketika dia bangun diwaktu malam, tiba-tiba dia melihat ada orang duduk di pinggir sungai.

Dia memberanikan diri bertanya, “siapa kamu“. Dijawab orang yang berwujud manusia itu, “Saya Malaikat“.

Kalau kamu Malaikat Allah, kamu ngapain bawa buku tebal itu?”

dijawab Malaikat, “saya ini ditugaskan untuk mencari para pecintaNya“.

Ditanya oleh Abu bin Hasyim, “Jadi buku yang tebal itu apa?”

Ini daftar nama-nama pecinta Allah“, kata Malaikat.

Bertanya Abu bin Hasyim, “Boleh ga kamu liatin ada nama saya ga disitu?” dijawab Malaikat, “Ya boleh, saya akan coba liat“, namun setelah dilihat sampai lembaran terakhir tidak dijumpai nama Abu bin Hasyim. “Tidak mungkin“, katanya, karena menurut dia, dia begitu peduli sama Allah, dari tahajjudnya yang tidak pernah putus.

Boleh liatin lagi ?” pinta Abu bin Hasyim, lalu dicari lagi tapi sampai baris berakhir ternyata tidak ada namanya.

Maka jatuh tersungkurlah Abu bin Hasyim didepan Malaikat, “Kenapa saya ga masuk dalam daftar orang yang mencintaiNya ?”

Lalu dijawab oleh Allah melalui Malaikat, “Katakan padanya sesungguhnya dia ibadah, shalat, tapi dia hanya mementingkan dirinya. Namun apa yang luput darinya? ketidakpeduliannya pada sesama? bagaimana mungkin kau cinta padaKu, sementara kau tidak peduli pada sesama“. Kaum susah yang tidak dipedulikan Abu bin Hasyim, yang membuat namanya tidak masuk didalam daftar pecintaNya Allah.

Peduli kepada orang lain adalah salah satu yang penting dalam hidup. Peduli kepada sesama, ingat akan sesama. Ada sahabat yang sakit, susah, membutuhkan pertolongan, lalu kita ingat, tandanya kita ingat pada hubungan sesama.

Kalau kita dibuat asyik ibadah, tapi tidak peduli dengan sesama. Kita takut kalau diukur dengan ibadah kita yang tidak seberapa dibanding Abu bin Hasyim. Maka pentingnya حَبْلٍ مِّنْ اللَّهِ , dan juga حَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ .

Kunci keselamatan kita beribadah kepada Allah, selain harus adanya ikhlas, harus juga ada hubungan baik kita pada sesama. semoga Allah tanamkan kepedulian kita pada sesama.

Bab 24. Eps. 55. Bakti Kepada Orang Tua – Part 2 (Hal.82)

Berbakti kepada orangtua itu bukan karena orangtua kita baik, tetapi itu adalah kewajiban. Kalau bicara jasa, jasa orang tua itu tak terbalas. Tapi perintah berbakti diluar dari kata jasa.

Berbakti itu diluar melahirkan, menyusui, mengurus kita. Karena kalau bakti karena lantaran kita dibesarkan olehnya, maka ada orang yang dibesarkan melalui orang lain, melalui tantenya dll. Bakti pada orangtua tidak tergantikan. Ini hak yang harus ditunaikan, yang merupakan perintah Allah.

Inilah nikmat yang besar dari orangtua, yang tidak diberikan pada oranglain. Namun, orang tua zaman sekarang (kebanyakan) cuma jadi pengasuh. Setelah melahirkan, menyusui, memberi makan, minum, mengajari jalan, bicara sampai tumbuh besar dia hanya peduli hanya kebutuhan (zahir) anak. tapi dia lupa tujuan utama adalah mendidik anak, terutama mendidik agama. Kamu (jika sebagai orangtua) seharusnya bertanggung jawab pada surganya anak. Ini akan menjadi tuntutan balik bagi anak nanti, karna dia merasa tidak di didik agama.

Ingatlah Moment kisah lukmanul hakim yang diabadikan Allah dalam Al-Quran, yaitu tentang Nasehat pada anaknya.

لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah

Figur Ibu dan Sosok Ayah

Ibu berbicara pada anak dua kali. Dan Ayah bicara pada anak delapan kali. Artinya, Ibu tidak disuruh banyak bicara, tapi banyak memberi contoh, teladan. Tapi Ayah, dibutuhkan perannya untuk banyak bicara dengan kata-katanya yang bijak.

Kalau figur Ibu tidak mumpuni/hilang, dan tidak bisa dijadikan panutan, maka anak akan mencari panutan yang lain. Maka Habib Ali, shohibul Maulid berkata bahwa, peran wanita dalam rumah tangga itu sangat besar. Kalau Ibunya sudah cukup menjadi figur, bukan yang nyerocos, ngoceh, maka Ibu bisa menarik (mengajak kebaikan) tanpa kata, bisa menarik suaminya, bisa menarik pembantunya tanpa kata.

Cukuplah Ibu menjadi figur yang dikagumi, ditiru, diteladani. Mulut (banyak bicara) tidak penting.

Mereka punya orangtua, tetapi kebanyakan hanya sebagai pengasuh. Adapun ruhani, figur yang dapat ditiru, tidak dijumpai pada orangtua.

Peranan Orangtua Laki-laki Dalam Rumah Tangga

Abu Darda didatangi seorang laki-laki, “Saya punya istri, masalahnya ibu saya ingin saya menceraikan dia“.

Seorang Suami, kuncinya ada di Ibunya, maka sikap istri harus baik terhadap Mertua. Jika Ibunya suami menuntut cerai dengan istrinya, maka suami harus menurut pada Ibunya.

Lalu dijawab oleh Abu Darda, ‘Aku pernah mendengar Nabi bersabda, “Orangtua itu pintu tengahnya surga. Jika kamu mau, maka abaikanlah pintu itu, tapi kamu juga bisa menjaga pintu itu“. Rasulullah tidak bilang “ceraikan“, karena setiap permasalahan tidak bisa dipukul rata, dan para Mertua jangan mengambil hadits ini sebagai alasan (untuk membuat anaknya bercerai dari istrinya). Tapi bagi para perempuan yang memiliki mertua, kunci disukai mertua adalah sabar, dan tetap baik didepan maupun dibelakangnya.

Dalam riwayat lain, “Ayahku (hidupnya) terus bersamaku sampai saya menikah. Tapi dia juga yang menyuruh saya cerai“. Kata Abu Darda, “saya tidak menyuruh kamu durhaka pada orangtua, tapi juga saya tidak menyuruh kamu menceraikan istrimu, Kata Rasululah, Orangtua itu adalah pintu tengahnya surga. Jika kamu mau, maka abaikanlah pintu itu, tapi kamu juga bisa menjaga pintu itu“.

Maka apa yang terjadi ? dia menceraikan istrinya.

Cukuplah belajar dari perannya orangtua dalam rumah tangga anak sampai setingkat itu. Kalau dia (orangtua) benar-benar kecewa, maka orangtua bisa memerintahkanmu sampai kapanpun! Tapi perintah ini hanya untuk orangtua laki-laki. Karena perempuan perintahnya dibawah suami.

Kalau kita orangtua perempuan harus mengerti bahwa perempuan nurutnya sama suami.

Al-Qomah sebegitu dekatnya dengan Rasulullah, ketika begitu mengecewakan Ibunya, dia sulit mengucapkan syahadat.

Tugas perempuan adalah merayu suami dan mertua dengan kebaikan, dan tidak menuntut yang sama terhadap orangtua kita. Jika kita baik memperlakukan pada orangtuanya, maka suami juga akan memperlakukan baik pada orang tua kita. Maka kita diajarkan menjadi perempuan yang tangguh, perempuan kuat yang tidak menyandarkan diri pada suami. Begitu kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, kita tidak hancur berkeping-keping. Tetapi tetap berusaha menjadi istri yang solehah.

Kisah Putra Sayyidina Umar

Banyak yang meriwayatkan hadits, tentang Abdullah, putra Sayyidina Umar bin Khattab, “Saya punya istri, saya cinta padanya“, tapi Sayyidina Umar tidak suka pada istrinya, maka Sayyidina Umar bilang, “Menurut saya istri kamu gak baik, ceraikan dia“. Putranya tidak mau, maka Sayyidina Umar mengadu kepada Rasululah, lalu dipanggil Abdullah oleh Rasulullah dan berkata, “Ceraikan istri kamu“. Maka cerailah.

Bahkan di zaman ini ada anak menikah tapi tidak direstui orangtua, lalu pergi mengasingkan diri. Maka selama dia mengasingkan diri, mereka tidak ada keberkahan dalam rumah tangganya, tapi kalau dia buru-buru minta ridho lain cerita.

Terkadang, mata orangtua lebih dalam ketika melihat sebuah permasalahan. Dan Orangtua masih punya andil dalam rumah tangga (anak). Tapi zaman dulu dengan zaman sekarang berbeda. Banyak orangtua yang kerepotan masuk kerumah tangga anak padahal tidak penting. Tugas orangtua mengingatkan, bukan ikut campur. Untuk apa ?

Beli berapa? harganya berapa? begitu tidak sesuai kamu terkejut. Inilah yang sering dilakukan orangtua zaman sekarang, ikut campur yang tidak penting terhadap rumah tangga anak.

Dari Imam Ahmad, dari Nabi SAW bersabda, maka siapa yang ingin dipanjangkan umurnya maka beruntungnya dia, dan ditambah rezekinya, maka kuncinya berbakti kepada orangtua dan menyambung hubungan kekeluargaan. Siapa yang berbakti sama orangtua maka beruntunglah dia. Karena berbakti pahalanya besar, maka godaannya juga besar, tekanannya juga besar. Makin dia (orangtua) tambah umur, makin banyak keluh kesahnya, karena tambah umur itu banyak sekali yang bertentangan dengan kita. Bawel, marah-marah apalagi sampai pikun.

Bagaimana kita memposisikan diri ? caranya dengan berilmu. Maka jangan minim ilmu. Jika dibekali dengan ilmu, ketika melihat dia (orangtua) bawel kamu senyumin aja, maka hati akan lebih ridho lebih ikhlas. Beruntungnya orangtua yang makin lanjut usia, tapi tetap dengan dengan kemandiriannya. Diusia tuanya dia bisa mengurusi dirinya sendiri, itulah yang membuat kita kagum padanya.

Jadilah orangtua yang begitu bijak, peduli. Dengan seperti itu, anak-anak tidak akan semena-mena.

Maka jika kita dibekali ilmu, jika melihat orang tua seperti itu, kamu harus ingat “Ya Allah.. Pintu surga ditengah..”, kalau kamu lulus, masuk surga nya lulus aja. Pintu utama surga adalah birrul walidain.

Niatkan kita sebagai anak memberi orangtua, karena dengan sebab itu bisa saja rezeki akan datang, dan Allah akan mengganti rezeki tersebut, meski orangtuanya berkecukupan. Sering-seringlah ingat apa yang dia suka.

Anak itu terhalangi rezekinya atas dosa yang dia perbuat. Punya usaha yang tidak lancar, perhatikan dosa-dosanya, khususnya dosa sama orangtua. Perbaiki hubungan kita dengan orangtua, muamalah kita.

Rezeki seseorang terhalangi atas dosa yang dia perbuat.

Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa. Maka jangan pernah berputus asa. Andai kata orang susah, rezeki tinggal pas, bolehkah kita berdoa jadi orang yang mampu? bisa jadi pintu langit terbuka saat kita doa. Tidak ada yang bisa menambahkan umur kecuali bakti kita sama orang tua dan takwa pada Allah. Maka nasib kita menjadi barokah.

Kata Habib Salim Asy-Syatiri, suaranya orangtua itu nikmat. Artinya kamu bisa menemukan jalan menuju surga selama kamu masih mendengar suara orangtua. Kalau suara itu tidak terdengar lagi, maka lain cerita.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ