Kitab Mukasyafatul Qulub
Episode 10-Dalam Kerinduan
Karya Imam Ghozali
Senin, 29 Juni 2020
Ustadzah Aisyah Faris BSA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Cinta Yang Kuat
الحب yang berarti Cinta merupakan kecenderungan pada sesuatu yang menyenangkan / suka / rasanya enak (jika pada makanan).
Jika seseorang cinta dengan orang lain, maka dia akan senang membicarakan orang tersebut.
Karena hanya membicarakannya, akan ada perasaan senang.
Begitu juga jika orang yang suka pada suatu makanan, karena makanan tersebut rasanya enak.
Jika rasa kecenderungan itu kuat, maka disebut عشق atau rindu.
Rindu bisa membuat kita menjadi budak bahkan bisa membuat kehilangan harta kita. Karena apa yang kita punya akan diberikan kepada orang yang kita cinta.
Kisah Cinta Zulaikha & Nabi Yusuf
Perumpamaan ini seperti yang terlihat dari Cinta Sayyidatuna Zulaikha kepada Nabi Yusuf. Hartanya bahkan sampai kecantikannya hilang.
Sayyidatuna Zulaikha memiliki harta sebanyak muatan yang dapat diangkut dengan 70 unta. Dan semuanya ia gunakan demi cintanya dengan Nabi Yusuf.
Hartanya habis karena dia selalu memberikannya kepada setiap orang yang datang kepadanya dan memberitahukan keadaan Nabi Yusuf, meskipun orang tersebut belum tentu mengetahui keadaan Nabi Yusuf yang sebenarnya.
Sayyidatuna Zulaikha menyerahkan seluruh hartanya demi cintanya kepada Nabi Yusuf.
Mengaku Cinta
Maka bagaimana kita yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasulnya? Nabi yang sudah mengajarkan kita agama, mengajarkan kita membaca kalamullah, firman Allah.
Maka bagaimana perlakuan dan pengakuan kita kepada orang yang mengajarkan kita ilmu agama hingga kita tidak buta (dengan agama)? Bagaimana kita mau dapat ilmu dan keberkahannya, jika kita saja tidak menghargai orang yang mengajarkan kita?
Maka wajarlah apa yang dikatakan oleh Sayyidina Ali. Beliau pernah berkata “Aku adalah hamba yang mengajarkan aku walau satu ilmu“.
Sayyidina Ali cinta dengan ilmu, sehingga setiap orang yang mengajarinya tentang ilmu, maka dia menjadi budaknya orang tersebut.
Menjadi Budak Cinta
Dan begitu juga yang terjadi pada Sayyidatuna Zulaikha, yang pada saat itu menjadi budak cinta yang salah, yaitu kepada Nabi Yusuf.
Perbudakan ini terjadi ketika semua orang datang kepada Sayyidatuna Zulaikha untuk mengabarkan keadaan Nabi Yusuf dan mendapat imbalan harta. Sehingga bisa jadi orang yang datang untuk mengabarkan keadaan Nabi Yusuf itu tidak mengatakan yang sebenarnya (bohong), hanya karena menginginkan harta imbalan dari Sayyidatuna Zulaikha.
Saking cinta, rindu dan tergila-gilanya kepada Nabi Yusuf, Sayyidatuna Zulaikha menamai segala sesuatunya “Yusuf”. Setiap dia mengangkat kepalanya ke langit, maka ia melihat tertulis dibintang tersebut nama Nabiallah Yusuf.
Segala sesuatu itu punya tanda. Tanda yang mengingatkan kita bahwa Allah itu tunggal. Setiap melihat bulan, matahari, gunung, (itu semua) ada penciptanya. Bukan masalah gunung, bulan, atau matahari itu sendiri, tapi yang menciptakan mereka. Dan inilah yang dilihat oleh orang-orang sufi, orang-orang beriman. Ketika melihat sesuatu, dia akan melihat siapa yang menciptakannya.
Mengenal Allah
Itulah kisah Sayyidatuna Zulaikha sebelum beriman. Namun dalam suatu riwayat, keadaan Sayyidatuna Zulaikha berbeda setelah beriman kepada Allah dan menikah dengan Nabi Yusuf.
Dari kesabarannya atas kehilangan harta, dan kecantikannya sampai dia beriman kepada Allah, maka pada saat itu Nabi Yusuf diperintahkan Allah untuk menikahi Sayyidatuna Zulaikha. Kemudian kecantikannya dikembalikan lagi seperti semula, kembali muda.
Namun setelah menikah, Sayyidatuna Zulaikha menghindari Nabi Yusuf dan menyendiri untuk beribadah. Ketika dipanggil oleh Nabi Yusuf dimalam hari, dia tunda hingga pagi hari. Jika dipanggil di pagi hari, dia tunda hingga malam hari.
Begitu keadaannya hingga suatu hari Nabi Yusuf protes, “Wahai Zulaikha, dulu kau begitu tergila-gila denganku, sampai aku difitnah dan dipenjara. Dari kau tergila-gila kepadaku bahkan sampai hartamu sirna.”
Lalu dijawab indah oleh Sayyidatuna Zulaikha.
“Dulu aku mencintaimu karena belum mengenal Penciptamu wahai Yusuf. Tapi saat ini aku mengenal Tuhanmu dibanding dirimu.”
Jika seseorang sudah mengenal Allah, maka sudah tidak ada lagi cinta selain Allah. Dan bahkan dia tidak menginginkan cinta ini diganti dengan apapun juga, saking nikmatnya jatuh cinta kepada Allah.
Sampai NabiAllah Yusuf menyampaikan kepada Sayyidatuna Zulaikha. Nabi Yusuf berkata “Sesungguhnya aku menikahi mu karena perintah Allah, kelak dari keturunanmu akan ada dua anak laki-laki yang nantinya akan menjadi Nabi“.
Lalu dijawab oleh Sayyidatuna Zulaikha, “Jika memang ini perintah Allah dan engkau diperintahkan untuk mendekatiku, maka baiklah, aku akan memenuhi kebutuhanmu karena perintah Allah.”
Hikmah
Ini adalah pelajaran bagi pasangan suami istri dalam rumah tangga.
Kedudukan suami ada diatas kepala kita (perempuan), sehingga suami melakukan sesuatu yang membuat kita marah (tidak sukai), karena ada perintah Allah. Dan kenapa kamu (kaum perempuan) mau bersabar ? karena itu juga perintah Allah. Karena Allah juga yang membuatmu (mampu/harus) bertahan.
Begitupun juga dengan seorang suami yang menghadapi cerewetnya seorang istri, suka menyinggung perasaan. Apa yang membuat dia (suami) bersabar ? karena Allah dan Rasulnya.
Nabi berkata “Sebaik-baik orang adalah yang baik pada keluarganya”
Kisah Laila & Majnun
Kisah ini terjadi pada Majnun (Qais) yang tergila-gila pada Laila.
Ketika Majnun ditanya, “namamu siapa ?” lalu dijawab oleh Majnun, “Laila“. Padahal namanya Qais. Dia lupa bahwa namanya adalah Qais karena saking tergila-gilanya pada Laila.
Suatu kali ada orang yang pernah berkata “Hai Majnun, Laila sudah mati“. Lalu dijawab Majnun “Sesungguhnya Laila tidak akan pernah mati, karena Laila hidup di hatiku, sesungguhnya aku adalah Laila“.
Cinta kita kepada Allah dan Nabinya
Banyak Ulama yang mengambil kisah cinta Majnun pada Laila untuk perumpamaan kita, sebagai seorang hamba untuk bisa mencintai Nabi nya dan Allah.
Jika ada makhluk cinta kepada makhluk sebegitu luar biasanya, yang padahal balasan makhluk tidak akan bisa membalas setimpal.
Tapi Allah, kita hanya memberikan sedikit, Allah memberikan banyak. Jika kita melakukan satu kebaikan Allah mengganjar sepuluh kali lipat.
Jika ada orang yang memberi jeruk 10 kg kepadamu, apakah kamu akan membalas setimpal atau 10 kali lipat ? Manusia dalam pembalasan itu selalu terbatas. Pada hakikatnya manusia tidak mendatangkan banyak keuntungan bagi kita.
Lalu bagaimana kita dalam mencintai kepada Allah ? padahal kita semua tahu bahwa Allah yang mematikan dan menghidupkan, hanya Allah yang memberi nikmat, mendatangkan rezeki, Allah yang mencukupi, menenangkan jiwa, Allah yang dipanggil jika kita ketakutan, Allah segala-galanya. Tapi kita masih sulit dalam mencintai Allah.
Kenapa Imam Ghozali mengambil kisah ini ? karena untuk dijadikan sebagai perumpamaan, jika ada makhluk yang mencintai makhluk dengan cara seperti ini, maka sudah sepantasnya kita sebagai hamba mencintai Tuhannya melebihi cinta seorang makhluk kepada makhluk.
Laila & Majnun adalah contoh lain, bagaimana seharusnya kita mencintai Allah.
Suatu ketika Majnun berjalan melewati rumah Laila, lalu dia pun mengangkat kepalanya ke langit. Lalu ditanya oleh seseorang “Majnun, kenapa kamu melihat langit, lihat pagarnya (Laila) siapa tahu bertemu dengan Laila. “
Lalu Majnun menjawab “Saya cukup memandang bintang yang bayangannya jatuh kerumah Laila“.
Ada seorang penyair mengatakan, “Saya pernah melintasi rumahnya Laila. Kemudian melihat Majnun pernah mencium tembok (rumah Laila)“.
Lalu Majnun ditanya (oleh penyair tersebut), “Hai Majnun kenapa kamu mencium tembok ?”.
Lalu dijawab oleh Majnun, “Ini tembok rumahnya Laila“.
Karena sesungguhnya yang dia cinta bukan temboknya, tetapi orang yang tinggal dirumah tersebut. Itulah Majnun, yang memiliki cinta yang mendalam kepada Laila.
Kisah Mansur Al-Hilaj
Kisah Mansur Al-Hilaj, seorang tokoh Sufi, seorang Ulama tasawuf yang luar biasa.
Mansur Al-Hilaj adalah salah seorang ulama sufi yang dilahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866M.
Suatu ketika ia dipenjara, kemudian datang Imam Syibli kepadanya dan bertanya tentang cinta.
“Wahai Mansur, cinta itu apa ?”.
Dijawab oleh Mansur “Jangan bertanya padaku hari ini, tanyalah padaku hari esok“.
Kenapa besok ? karena besok adalah hari dimana ia dihukum gantung.
Begitu hari esok tiba, dikeluarkanlah ia dari penjara, diikat kaki dan tangannya, lalu lewat Imam Syibli, dan kemudian terdengar teriakan Syekh Mansur dan berkata, “Wahai Syibli, cinta itu awalnya adalah حريق (api/ kebakaran/ jiwa yang terbakar) dan akhirnya adalah قتل (terbunuh)”.
Saat itu yang ada dalam pikiran Syekh Mansur adalah bahwa Allah SWT adalah segalanya, yang selalu dia dilihat, dia bayangkan, sehingga ia mengatakan “Segala sesuatu selain dari Allah adalah bathil“.
Karena sangat tergila-gilanya, cintanya kepada Allah, sampai ketika ditanya oleh seseorang “Siapa namamu? ” lalu dijawab oleh Syekh Mansur “Saya adalah Haq (kebenaran)“. karena ucapan inilah beliau dijatuhi hukuman gantung.
Kemudian setelah beliau dibunuh (dihukum gantung), sekujur tubuhnya dan bahkan tetesan darahnya berkata, ” Saya adalah (Tuhan yang) Haq“.
Dikisahkan bahwa, jasadnya tidak dikubur, tetapi dibakar, dan abunya dibuang ke lautan.
Saat abunya akan dibuang kelautan, seorang Ulama teringat akan ucapan Syekh Mansur, “Nanti akan ada banjir besar datang ke kota Bagdad, jika abuku dibuang kelautan, dan jika banjir itu datang, maka letakkan jubahku diujung lautan itu, sehingga kota Bagdad tidak akan binasa.”
Hingga akhirnya ketika banjir itu tiba, maka diletakkanlah jubah Syekh Mansur dan selamatlah orang-orang kota Bagdad berkat keberkahan Syekh Mansur Al-Hallaj.
Inilah Ulama kontrovesial yang matinya dihukum mati karena ucapan yang tidak dimengerti orang biasa. Karena hakikatnya, diri (Syekh Mansur) begitu cinta kepada Allah, begitu dekat dengan Allah.
Ciri Cinta Kepada Allah
Ada 3 hal yang bisa dikatakan seseorang cinta kepada Allah.
- Dia akan memilih kalam, ucapan kekasihnya, diatas perkataan orang lain (memilih firman Allah).
- Lebih memilih berkumpul bersama kekasihnya Allah daripada berkumpul dengan yang lain.
- Lebih memilih keridhoan kekasihnya daripada yang lain.
Memilih Kalam Allah
Al-Habib Umar bin Hafidz pernah memberikan satu perumpamaan, “Ada seseorang berjalan sedang naik motor, tiba-tiba dia mendapat pesan (sms) dari kekasihnya, dari orang yang dia cinta, maka dia akan rela berhenti untuk membaca pesan tersebut.
Sesibuk apapun dia akan menyempatkan waktu untuk membaca sms dari orang yang dicintanya.”
Lalu bagaimana dengan kita ketika Allah senantiasa memberikan pesan kepada kita? Terutama dari firmanNya Allah (yang jelas).
Ada satu surat yang Allah kirim untuk hambaNya, dan Allah menyebut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
Wahai orang-orang yang beriman.
Allah sedang berbicara kepada siapa? Kata-kata itu tertuju pada kita semua. Apakah kita lebih suka membaca yang tidak bermanfaat daripada firman Allah ?
Baca grup sebelum tidur, senang. Baca grup sebelum makan, senang. Kata-kata siapa yang kita cari (yang kita senangi) ?
Sementara kebenaran cinta kepada Allah pasti akan memilih firmanNya dari perkataan yang lain.
Berkumpul dengan Orang yang di Cinta
Kamu ingin tahu kebenaran cinta kepada Allah ? maka lihatlah, ia akan lebih memilih berkumpul bersama kekasihnya Allah daripada berkumpul dengan yang lain.
Mau lihat pasangan kita cinta dengan kita ? lihat, apakah dia betah dirumah ? jika tidak betah, bisa jadi dia tidak cinta dengan kita. Karena jika dia cinta, maka ia akan lebih senang berkumpul dengan yang dicinta.
Jika orang yang cinta keluarga, maka dia akan lebih senang berkumpul dengan keluarga.
Begitu juga jika ia cinta dengan Allah, dia akan berkumpul dengan kekasih-kekasihnya Allah. Ulama, wali-walinya Allah, orang yang diagungkan, dan orang yang berilmu untuk mendengarkan nasehat.
Jika sudah senang seperti itu (berkumpul dengan kekasih Allah), maka selanjutnya bagaimana kita terus mendorong diri menjadi hamba yang benar-benar memiliki rasa cinta kepada Allah.
Memilih Ridho Kekasih-Nya
Seseorang yang memiliki cinta, maka akan lebih memilih keridhoan kekasihnya daripada yang lain. Yang dicari adalah ridho kekasihnya, apakah setuju atau tidak.
Ketika seorang istri bertanya kepada suami, apa yang disuka, apa yang disenangi ? maka ketika suami menjawab “saya suka ini, dan tidak suka itu”, kita akan berusaha mencari ridhonya.
Kenapa (ridhonya) begitu penting ? karena kita cinta, dan selalu yang kita cari adalah persetujuannya.
Jika pasangan kita suka (akan suatu hal), maka ketika akan menjalankan sesuatu itu dengan lebih semangat, karena kita tahu pasangan kita suka (akan hal tersebut).
Jika seorang istri benar-benar cinta kepada suami, maka dia akan melakukan apa yang benar-benar menjadi keridhoannya.
Lalu bagaimana dengan perbuatan yang kita kerjakan dalam kehidupan ini? apakah sudah sesuai dengan ridho Allah ?
Ketika ada panggilan shalat, maka seorang hamba yang cinta kepada Allah akan suka cita mengerjakannya karena dia tahu didalam shalat ada ridhonya Allah.
Disaat seorang anak berbakti kepada orangtuanya, kenapa tidak kurang ajar ? karena
رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ
Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua.
Tanpa ridha orangtua tidak akan ada ridho Allah. Dan murka Allah terletak pada murka orangtua. Satu kali kita membuat luka/sakit hati orangtua, maka disitu ada lukanya, murkanya Allah.
Disaat ada orang bertanya (kepada seorang anak) “MasyaAllah, ternyata Ibu kamu bawel sekali ya…, ko kuat sih dengan Ibu yang bawel dan banyak maunya ? ”
Jawabannya sederhana, “Disitulah letak keridhoan Allah, maka disitulah aku mencari ridhonya Allah“. Dia akan sabar menghadapi bawelnya orangtua, banyaknya permintaan orangtua, karena disitu ada ridho Allah. Itu yang disebut dengan cinta.
Yang disebut rindu atau sangat rindu, merusak segala penutup dan membuka segala rahasia (antara kita dengan Allah).
Itulah kenapa orang-orang solihin ibadah sudah ditahap ihsan.
Ihsan adalah derajat paling tinggi yang didambakan setiap orang. Apa itu Ihsan ?
Ihsan adalah Kau menyembah Allah seolah-olah kau melihat keberadaan Allah. Jika kau belum mampu mendapati Allah dalam pandanganmu, ketahuilah Allah itu melihatmu, memandangmu.
Itulah kenapa ada kisah cucu Rasulullah, Sayyidina Ali Zainal Abidin yang tidak tahu ada kebakaran dirumahnya saat shalat. Karena ketika shalat, dia seolah-olah melihat Allah. Inilah ibadah tahap ihsan.
Jika kita duduk di majelis masih merasakan kantuk, maka hakikatnya ruh kita belum hadir sepenuhnya, ada sesuatu yang hilang, jiwanya belum seutuhnya hadir di majelis.
Orang yang merasakan rindu (pada kekasihnya), akan merasakan sakit menjadi nikmat.
Jika ada (rasa) rindu, orang biasanya lemah, tidak nafsu makan, tapi ada semangat yang timbul didalam diri untuk bertemu dengan yang dicinta.
Beda cinta dengan rindu. Kerinduan yang sudah memuncak kita akan bisa merasakan nikmat manisnya waktu zikir.
Hingga ada seorang Ulama yang mengatakan, “Saya tidak membaca Quran di siang Ramadhan“. Ketika ditanya kenapa, beliau menjawab “Karena setiap kali saya membaca Quran, saya seperti makan madu“.
Mereka yang bisa merasakan iman karena mereka ridho akan
- Nabi Muhammad sebagai Nabinya,
- Allah sebagai Tuhannya,
- Islam sebagai agamanya.
Sehingga, nikmat (ibadah) yang mereka rasakan, seandainya salah satu anggota tubuhnya dipotong, tidak akan merasakan (sakitnya) tubuh dipotong.
inilah yang terjadi pada Al-Habib Ali bin Abi Bakar Assakran, salah satu pengarang wirid sakran, ketika itu beliau memiliki salah satu penyakit yang penyembuhannya harus dilakukan yang namanya “amaliah”, seperti operasi / pembedahan (jika pada masa sekarang). Lalu beliau berkata, “Saya tidak perlu dibius, tapi lakukan saja (pembedahan) disaat saya shalat, karena ketika shalat saya tidak merasakan apa-apa.”
Itulah wirid sakran dikenal dengan nama sakran, gila/mabuk.
Tapi ada orang yang salah paham dan mengatakan jika membaca wirid tersebut bisa jadi gila.
Padahal tidak ada wirid yang membuat seseorang menjadi gila. Kalaupun ada mungkin cara mengamalkannya ada yang salah.
Bagaimana seseorang ingin mendapatkan manfaat pada suatu amalan, jika dirinya saja meyakini amalan tersebut dengan sesuatu yang tidak baik(jelek).
Maka pikirkan sugesti yang baik saat kita membaca amalan, seperti dapat mengangkat bala, menolak dari sihir, menolak mata jahat orang, maka amalan ini benar-benar akan menyelamatkan kita.
Kisah di Sungai Furat
Ada seseorang sedang mandi di sungai furat (eufrat), tiba-tiba mendengar suara.
وَٱمْتَٰزُوا۟ ٱلْيَوْمَ أَيُّهَا ٱلْمُجْرِمُونَ
“Hai orang-orang kafir, berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini.”
Allah memanggil orang-orang kafir itu sebagai mujrimun, yaitu orang-orang yang berbuat jahat.
Tiba-tiba hatinya berdegup kencang sampai kejang-kejang dan kemudian meninggal.
Orang ini meninggal hanya karena mendengar satu ayat Allah yang menghujam jantungnya.
Jika orang jiwanya benar-benar menghayati satu persatu dari firman Allah, maka itu cukup (membuatnya sadar/takut).
Belajar dari Satu Surat
Dikisahkan pada zaman Nabi, ada satu orang dari luar madinah yang baru masuk islam, datang kepada Nabi untuk belajar. Minta diajarkan ayat-demi ayat dari Al-Quran untuk bekalnya (diakhirat).
Kemudian Nabi memerintahkan kepada sahabat untuk mengajarkannya dari surat yang dihafal. Kebetulan surat yang diajarkan adalah Al-Zalzalah (Kegoncangan).
Sahabat mengajarkan
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا ﴿الزلزلة
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat “
Kemudian orang ini bertanya, “Apakah benar bumi itu akan berguncang ?” . lalu sahabat menjawab “Iya”.
Kemudian sahabat melanjutkan ayat berikutnya
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا ﴿الزلزلة
” dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, “
Dan orang ini bertanya lagi ,”Isi bumi ini semua akan dimuntahkan ?”
وَقَالَ الْإِنْسٰنُ مَا لَهَا ﴿الزلزلة
“ pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, “
Kemudian bertanya lagi, “Berarti saya dan kamu pada hari itu akan bertanya-tanya, ada apa ini, ada apa ini ?”. Sahabat menjawab “Ya, hari ‘ini’ adalah hari yang Allah sudah janjikan”.
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا ﴿الزلزلة
“karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. “
Allah sudah mewahyukan kejadian ini kepada Nabi Muhammad SAW.
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمٰلَهُمْ
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok(1), untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya,“
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهٗ ﴿الزلزلة
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. “
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهٗ
“Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. “
Begitu selesai mendengar ayat ini, orang yang belajar tadi berkata “Cukup, kau tidak usah ajarkan lagi aku ayat-ayat yang lain. Ayat ini sudah cukup untukku sebagai bekal sampai bertemu dengan Allah.”
Bahkan ada sahabat Nabi yang tidak mau pindah ke ayat lain sebelum ia mengamalkannya. Begitu luar biasa sahabat Nabi berlomba-lomba dalam mengerjakan ibadah. Mereka berusaha semaksimal mungkin memberikan kualitas ibadah yang terbaik.
Lalu bagaimana dengan kita ? apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk Allah ? atau hanya masih disini-sini saja (diam ditempat) ?
Orang-orang yang sungguh-sungguh cinta dengan Allah akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Allah.
Merindukan Kematian
Muhammad bin Abdullah al Bagdadi berkata, “Aku pernah melihat di Basrah, ada seorang pemuda di atas suatu bangunan tinggi. Lalu nampak dari dirinya sambil berkata “Siapa yang mati dalam keadaan begini (cinta yang tinggi), maka hendaklah dia mati dalam keadaan begini”.
Siapa yang cinta pada pertemuan kepada Allah, maka Allah suka bertemu dengannya.
Banyak para sahabat yang ingin mati syahid. Pertanyaannya, kenapa ada orang yang begitu merindukan kematian ?
Belajar dari Bilal bin Rabbah
Sayyidina Bilal bin Rabbah, ketika menjelang kematiannya dirumahnya, melihat istrinya menangis. Lalu ia berkata kepada istrinya, “Jangan kau bersedih wahai istriku, katakan engkau sungguh beruntung wahai Bilal, engkau akan berjumpa dengan orang-orang yang engkau cintai, Muhammad dan seluruh pengikutnya Muhammad lainnya”
Belajar dari Sayyidah Fatimah
Menjelang kematian Nabi Muhammad, beliau membisikkan sesuatu ke telinga Sayyidah Fatimah, lalu Sayyidah Fatimah Menangis. Kemudian Nabi membisikkan kembali dengan bisikan yang kedua, lalu Sayyidah Fatimah tersenyum.
Sayyidah Aisyah mengamati hal itu dan penasaran. Setelah beberapa bulan Rasulullah wafat, ia memberanikan diri bertanya kepada Sayyidah Fatimah, “Wahai Fatimah ada sesuatu yang dibisikkan Rasulullah padamu, bolehkah aku mengetahuinya?”.
Maka dijawab oleh Sayyidah Fatimah
Rasulullah membisikkan yang pertama, berkata “Ajalku telah tiba”, maka aku menangis.
Lalu Rasululah membisikkan yang kedua “Kau adalah orang pertama yang akan menyusul dari ahli keluargaku” maka aku tersenyum.
Ada orang yang dikabari akan meninggal tersenyum, kenapa ? karena ada kerinduan yang amat sangat dengan kekasihnya. Kenapa rasa ini ada ? karena mengertinya kita sebagai hamba. Arti seorang hamba dan Allah adalah Tuhan sang Pencipta.
Kisah Di Madinah
Seorang Imam Al Basri, suatu ketika pernah masuk ke Masjidil Haram, tiba-tiba melihat ada orang yang sedang telanjang (pakaian apa adanya, compang-camping, lusuh, berantakan). Pemuda itu tergeletak sakit di pinggiran masjidil haram, kemudian beliau mendekati karena orang itu sedang merintih.
“Siapa kamu wahai anak muda“. Jawaban pemuda tersebut adalah “Saya adalah pengembara yang sedang rindu”.
Imam Al-Basri juga seorang yang dekat dengan Allah, dia paham dengan yang dimaksud oleh pemuda ini.
Kemudian berkata lagi “Aku adalah orang sepertimu wahai pemuda“.
Begitu pemuda itu mendengar, dia menangis dengan sekencangnya, akupun ikut menangis. Lalu terdengar satu teriakan yang melengking hingga keluarlah nyawanya pada saat itu juga.
Kemudian Hasan Al Basri menutupnya dengan jubah, lalu pergi untuk membeli kain kafan. Begitu kembali tidak dijumpainya jasad pemuda itu.
Akhirnya akupun mendengar, ada suara tanpa wujud, “Wahai Dzannun, setan mencari pemuda ini tapi tidak pernah ketemu”. lalu pemuda ini dicari oleh Malaikat bahkan Malaikat Ridwan, tapi juga tidak ketemu. Kalau begitu dimana dia ? Lalu terdengar suara (tanpa wujud) “Tempat yang betul-betul dijanjikan olehNya, bersama dengan sang Khalik“.
Kenapa dia bisa mendapat kedudukan yang begitu tinggi ? karena cintanya yang begitu dalam kepada Allah SWT, dan taatnya begitu banyak. Menyegerakan taubatnya, cepat sadar akan kesalahannya.
Sedikit Kumpul, Intropeksi Diri
Beberapa Masyaikh ditanya tentang cinta, dijawab “Sedikit kumpul.” Tidak kumpul dengan banyak orang, atau membuang waktu dengan hal-hal yang tidak berguna, yang dalam obrolannya akan mendatangkan ghibah, dannamimah.
Hamba itu (seharusnya) sering banyak khalwatnya, menyendiri.
Itulah mengapa ada kisah Rasulullah berdiam di Gua Hiro. Karena Rasulullah ingin mencari ketenangan, menghindari kerumunan, bahkan istrinya pun ditinggal.
Dalam kesendirian itu kita gunakan untuk melakukan ibadah, untuk mengintropeksi diri. Bukan memutuskan silaturahmi dan menghilang. Memikirkan segala sesuatu dengan ibrah (pelajaran). Tidak memandang dengan pandangan yang kurang baik, tidak mendengar sesuatu yang kurang baik.
Orang yang cinta ketika terkena musibah, sedih tapi tidak menangis (yang berlebihan). Karena jiwanya sudah ditempa.
Kisah Sayyidina Mus’ab
Sayyidina Mus’ab adalah orang kaya raya. Laki-laki terkaya yang memiliki minyak wangi, yang wanginya paling wangi tidak dimiliki orang-orang Mekkah pada masa itu. Baju terbaik, tampan, dan kaya.
Ketika sudah mengenal islam dia kehilangan semuanya. Karena Ibunya memboikotnya. Tapi apakah Sayyidina Mus’ab bersedih ? tidak.
Kisah Sayyidina Tsauban
Dikisahkan sahabat Nabi yang bernama Sayyidina Tsauban. Dia tidak mau makan, tidak mau tidur karena kerinduannya dengan Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi melihat keadaan Sayyidina Tsauban, beliau bertanya “Kenapa aku melihat tubuhmu mengurus dan wajahmu memucat?”
Lalu dijawab oleh Sayyidina Tsauban, “Bagamana aku ingin makan wahai Rasulullah, setiap kali aku ingin makan yang teringat wajahmu ya Rasulullah, maka aku tinggalkan makan dan berlari ke Masjid untuk melihatmu dan aku pun kenyang“.
Doa adalah Ibadah
Jadi ketika orang-orang soleh, dihina, dicaci, tidak akan merasakan (cacian itu).
Bagaimana mereka tidak bisa merasakan (cacian tersebut) ? Maka berdoalah kepada Allah untuk seperti itu, “Ya Allah rasakan kepadaku kenikmatan, buang rasa duka itu padaku, sehingga duka itu tidak ada di hatiku .”
Maka ketika kita kehilangan uang (misal, 50.000), sebaiknya kita doakan siapapun yang mengambilnya.
Jika orang yang mengambilnya adalah orang yang tidak bertanggung jawab doakan agar ia bertaubat.
Jika yang menemukannya adalah orang susah yang membutuhkan, maka doakan agar uang itu dicukupi oleh Allah.
Lapangkan hati kita agar diganti oleh Allah dengan ganjaran yang lebih banyak.
Orang yang dekat dengan Allah, berdoa saja sudah meraskan kenikmatan.
Contoh. Kenapa kita berdoa ? kebanyakan orang akan mengatakan, “Kita berdoa karena kita disuruh minta sama Allah“.
Doa adalah sarana untuk meminta. Itu benar. Tapi doa dimata orang yang dekat dengan Allah, dia akan menjadikan doa adalah ibadah. Sehingga ketika didalam doa itu adalah ibadah, maka akan dilakukan sebaik-baiknya.
Rasulullah pernah berkata , “Doa itu intisari ibadah“.
Permintaan (doa) mereka jadikan sebagai sarana beribadah. Sehingga mereka akan berdoa dengan segenap jiwa raga mereka.
Berdoalah kamu sementara yakin Allah mengijabah doa-doamu.
Berdoalah, tapi jangan hanya seputar dunia, berdoa juga untuk akhirat seperti
- Mudahkan aku dari jembatan sirath
- Berikan aku anak-anak yang soleh.
Dan seperti yang dilakukan orang-orang soleh, yaitu tawassul. Tawassul itu doa, salah satunya adalah membaca hadroh, burdah, maulid dan lain-lain. Dan itu juga adalah ibadah.
Ada yang mengatakan pembacaan hadroh, burdah tidak seperti berdoa (karena dilantunkan dengan nada). Padahal itu adalah doa, dan juga sebagai sarana ibadah.
Dan setiap kali kita sedang berdoa, katakan pada hati bahwa kita sedang ibadah. Dan jika kita berdoa, beribadah kepada Allah, maka ketika hati kita kemana-mana, apakah pantas ?
Mintalah kepada Allah meskipun hanya garam.
Doa yang paling utama dari seorang hamba adalah
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Robbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah, waqina adza bannar.”
“Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
(QS. Al-Baqarah : 201).
Doa yang meliputi segala sesuatu kebaikan yang ada, dan minta diselamatkan dari api neraka.
Maka jika kita berdoa jangan hanya meminta dunia, karena pada hakikatnya urusan dunia kita sudah diatur. Maka berdoalah apa yang belum ditentukan olehmu yaitu akhirat.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ