Tanggal : Selasa, 28 Maret 2023
Kitab : Ep.3 (Imam Nawawi) & Nafahat Ramadhaniyah (Habib Muhammad Al Haddar)
Guru : Ustadzah Syarifah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Banat Ummul Batul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Salah satu Pondasi dari membina takwa adalah dengan berpuasa.
Dimana Allah SWT berfirman dalam firmanNya, .. كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Tujuan dari kita berpuasa ini, selain hal-hal yang mengajari kita rasanya orang susah, lapar, rasanya menahan diri dari maksiat, rasanya menahan diri dari dorongan hawa nafsu, semua itu punya ujung. Muaranya dimana? Ujungnya dimana? Berujung pada takwa.
Umat-umat terdahulu disuruh puasa sama Allah SWT, tapi puasanya itu beda-beda. Ada yang disuruh puasa nahan minum. Makan boleh, minum gak boleh. Ada lagi yang puasanya puasa bicara. Kalau kita baca surat Maryam, Sayyidah Maryam itu bercerita, “Hari ini saya lagi puasa, saya gak ngomong sama manusia”.
Nah puasanya umat terdahulu begitu, beda-beda, tetapi semuanya dirangkumkan pada puasanya umat Nabi Muhammad SAW.
Umat Nabi Daud a.s sehari puasa, sehari tidak. Ada lagi yang pusanya sekian hari, kemudian tidak. Ada lagi yang puasanya seperti kita sekarang, dari mulai menjelang terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari. Dari semua itu yang paling afdhol adalah puasa kita, yaitu puasa Ramadhan. Dan ujung dari harapan itu semua ingin memupuk takwa di dalam hati kita.
Bisakah kita menahan lapar dan haus bukan karena tujuan yang lain, tapi tujuannya Lillah?
Bisakah kita belajar menahan emosi bukan karena lagi puasa, tetapi karena memang kita sepatutnya menahan diri dari emosi?
Bisakah kita menahan ghibah bukan karena lagi puasa, tapi karena memang sepatutnya kita menahan diri dari ngomongin orang?
Dan Puncaknya adalah takwa, dan terapinya ada dalam Ramadhan.
Kalau orang jika di dalam dirinya sudah punya takwa, mau dia keluar dari Ramadhan pun akan menjaga dirinya dari ngomongin orang dan sebagainya.
Kita dilarang makan, dilarang minum, dilarang ghibah, dilarang dusta, dilarang namimah, ini adalah metode terapi yang sedang kita jalani sekarang. Puncaknya adalah agar kita bisa lulus keluar dari Ramadhan kita udah gak butuh lagi sambil puasa. Paling tidak kita keluar dari Ramadhan dengan makanan itu tidak menjadi masalah.
Contoh, Datang maulid, orang-orang dapat besek, kita gak dapet, masih emosi gak? Kalau masih emosi, berarti puasa kita tidak lulus. Masih mempermasalahkan yang orang dapat lebih, sementara kita tidak. Berarti egonya kita, hawa nafsu kita belum menempa kita.
Rasulullah SAW megnajarkan kita, kalau ada orang yang ‘nyari masalah’ sama kita, mancing emosi, bikin marah, kita disuruh bilang, “Saya sedang puasa”.
Orang beriman itu tidak mudah dipancing emosinya untuk marah, tidak mudah dibuat marah, tidak mudah berbuat jahat.
*Pembahasan Kitab At Tibyan (Keutamaan pembaca & penghafal Qur’an Part 3)*
Review Episode 2
Kemarin kita membahas tentang tidak boleh hasud, iri, kecuali hanya untuk 2 hal, yaitu
Pertama, siapapun mereka, seseorang yang dianugerahkan oleh Allah SWT memiliki ilmu, kemampuan membaca qur’an, mengamalkan qur’an, yang seperti itu iri pada mereka boleh.
Kedua, orang yang kebetulan diberikan harta, Allah anugerahkan kepadanya harta dan dengan hartanya itu dia sibuk berinfak, membagi-bagikan hartanya di jalan Allah SWT baik di waktu siang maupun malam hari. Dengan yang begini, kita boleh iri pada mereka.
Tapi dengan catatan, jangan sampai salah irinya. Iri bukan pada kelebihan yang dia miliki, karena apa yang dia miliki itu semuanya atas campur tangan Allah yang memberikan pada dia. Kita iri dengan perbuatannya yang bisa begitu lapang hatinya dalam berbuat kebaikan.
Lihat orang rajin ibadah, “Ya Allah pengen banget kayak dia tuh, ibadahnya gak capek-capek. Datang pengajian rajin padahal udah tua, kita yang muda malu.”
Kita niat InsyaAllah selebihnya daripada ini, kita tidak akan iri pada orang yang pakai baju baru, hp baru, tas baru. Iri dengan yang seperti itu malah dosa.
Membaca Quran
“Barang siapa orang yang membaca satu huruf dari kitabnya Allah, baginya dia dapat 1 kebaikan. 1 kebaikan itu untuk qur’an dihitung menjadi 10 kali lipat.”
Berarti kalau ada orang yang mengaji satu huruf qur’an, dihitung bukan 1 kebaikan, tapi langsung pahalanya 10 kali lipat. Ini berlaku untuk keseharian, kalau Ramadhan berarti berlipat lagi pahalanya.
“Alif Lam Mim” yang kita baca dalam qur’an itu gak dihitung 1 huruf, tapi itu terdiri dari 3 huruf.
Artinya kalau ada orang cuma ngaji “Yaaa siinnn” berarti berapa huruf? 2, “Ya” dan “Sin”. Dia udah dapet 20 kebaikan. Karena 1 aja udah dilipat gandakan 10. Baca 2 huruf berarti dapet 20.
Bayangin, cuma segitu aja kita udah dapat pahala banyak.
Said Al Khudri r.a, dari Nabi Muhammad SAW (Hadits Qudsy), “Barang siapa yang sibuk dengan Al Qur’an dan sibuk mengingatKu, maka Kami akan berikan kepadanya keutamaan yang Allah SWT selalu berikan kepada orang-orang yang meminta kepadaNya.”
Dia akan dapat doa-doa orang solihin. Doa yang orang solihin minta ke Allah, akan dia dapatkan.
Semua orang di muka bumi ini minta kebaikan, dari sekian banyak yang minta, ada doa yang bagus, utama dan afdhol, maka doa paling utama itu Allah kabulkan termasuk untuk orang yang hidupnya sibuk baca Qur’an, sibuk mengingat Allah.
Belajar dari hal-hal sederhana. Di rumah lagi masak, lagi nyapu, bersihin kamar, sambilan dzikir. Kalau ada bacaan Qur’an yang kita ingat kita hafal, baca. Lakukan amalan tiap hari.
Contoh, “Ane baca surat Al Ikhlas sehari 11 kali.” Kenapa? Karena ada janjinya Nabi, “Barang siapa orang yang membaca surat Al Ikhlas 11 kali dalam sehari, Allah akan bangunkan baginya istana di dalam surga.”
Kenapa penting kita selalu menjaga pakaian kita di rumah. Jadi kalau kita beres-beres di rumah sambil wirid-an gak bingung. Kadang-kadang yang bikin orang malas wirid itu karena mikirin harus duduk, harus di atas sajadah, akhirnya kerjaan kesita. Karena bayangan mereka, dzikir hanya perlu duduk di atas sajadah.
Padahal dzikir itu dimanapun tempat kamu berada. Kamu duduk, kamu jalan, kamu berdiri, kamu bisa dzikir.
Kalam Allah itu lebih utama dibandingkan dengan semua kalam yang ada di muka bumi ini. Allah, Tuhan kita. Dia yang paling utama dari semua makhluk. Kerena Dia yang menciptakan makhluk. Ucapan semua orang gak ada artinya dibanding dengan ucapan Allah.
Kalau dipikir-pikir kita lebih rajin baca whatsapp, daripada kalam Allah. Terkadang berapa banyak dari kita yang sedang membaca chat, gak bisa diajak ngomong sama orang. Tapi kenapa saat kita baca Qur’an, kita gak seperti itu ?
Mudah sekali kita teralihkan bahkan Qur’an sendiri mampu membuat kita mudah lelah.
Ada satu riset di Indonesia yang menyatakan, dalam sehari orang-orang Indonesia liatin layar hp tanpa notifikasi itu 47 kali. Padahal tidak ada notif. Coba kita bayangin, 47 kali kita mau ngelirik ke hp, sesering apa kita mau melirik kepada Qur’an?
Orang ada yang saking gak mau ketinggalan sama hp, ada yang bilang, “Boleh gak Ustadzah kita ngaji lewat hp aja?”
Iya biar enak kalau dapat notifikasi, keliatan langsung. Mereka mencekoki kita dengan kemajuan, dengan teknologi, tetapi banyak hal-hal kebaikan yang justru kita tinggalkan pada akhirnya.
“Ustadzah kalau baca Qur’an lewat hp perlu wudhu gak?” Ya jelas gak perlu wudhu.
Qur’annya ada di aplikasi. Kamu gak punya wudhu juga gak papa. Akhirnya orang ngaji gak mementingkan wudhu. Walaupun hakikatnya boleh, tetapi justru disinilah kadang kemajuan membawa kita mundur pada kebaikan. Ada hal-hal kebaikan yang pada akhirnya kita kalahkan.
Kalau mau maju, maju sekalian. Keren ngajinya di laptop, ipad, hp, tapi norma-normanya tetap kamu jaga. Adab-adabnya tetap kamu jaga. Data selulernya dimatikan. Jangan sampai Qur’an nilainya jadi turun hanya karena kita yang terlalu sibuk dengan kepentingan kita dalam hp. Matikan notifikasi, matikan data seluler kalau kamu mau mengaji di hp. Artinya kamu memang menyisihkan waktu untuk baca Qur’an, bukan sambilan.
Sama dengan menuntut ilmu. Orang lagi menuntut ilmu, lagi belajar, hadir kajian, wirid aja tidak diperkenankan. Kajian lebih afdhol, kajian lebih utama dari wirid yang kamu baca.
Habib Hasan bin Abdullah Asy syatiri (kakak dari Habib Salim bin Abdullah Asy syatiri), melihat di dalam majelisnya, seorang murid memegang tasbih sambil mendengar ceramah. Habib Hasan melempar tasbih ke tangan si murid dan berkata, “Kalau mau wirid di luar. Kalau disini, belajar.”
Artinya, kalau wirid aja tidak diperkenankan “sambilan”, apalagi menuntut ilmu, buka hp sambil dengar kajian.
Benarkah kita anggap Qur’an jauh lebih penting? Ternyata kadang-kadang hp masih terkesan lebih berharga dari pada Qur’an.
Begitu juga ilmu. Terkadang kita anggap ilmu itu penting berharga (Alhamdulillah bisa ngaji, bisa nuntut ilmu), tapi hakikatnya hp kamu jauh lebih berharga daripada ilmu yang kamu pelajari. Karena ternyata fokusnya kamu gak benar-benar terkait dengan ilmu kok.
Kalau dibacakan di hadapanmu Al Qur’an, maka dengarkan dengan seksama, pasang dua telinga buat jadi pendengar yang baik, jangan bicara. Tidak boleh ada suara yang lebih mengungguli daripada firman-Nya Allah SWT. Itu bagian dari adabnya kita.
“Sesungguhnya seseorang yang di tenggorokannya itu tidak ada Al Qur’an (tenggorokannya gak pernah basah karena Al Qur’an), maka sebagaimana rumah yang rubuh (rusak, hancur)”.
Banyak orang di zaman sekarang yang keliatannya tubuhnya kuat, kekar, tapi hakikatnya di dalamnya hancur, keropos, hatinya rusak, lebih dari rumah tau nan reot.
Sebabnya sederhana, tidak pernah mengaji Qur’an.
Sholat sekedarnya, yang dibaca itu-itu aja.
Kalau (Al Quran) dibaca dengan meresapi, (pasti) dia akan lebih khusyu’, lebih beradab, dan pastinya cahaya di dalam hatinya akan semakin terus bersinar.
Orang sekarang yang hidupnya hampa, ternyata karena jasad-jasad mereka itu rumah tua yang tidak dibacakan Al Qur’an (dihatinya).
Kita jangan jadi begitu. Naudzubillah min dzalik ..
Kita harus menjadi orang yang tenggorokan kita ini selalu basah karena Al Qur’an, karena wirid, karena dzikir, karena sholawat, karena doa yang kita baca (hadroh, maulid, burdah).
Tenggorokan kita basahnya karena kebaikan, bukan basahnya karena ketawa, jangan seraknya karena nyanyi, jangan seraknya karena banyak cerita.
Orang-orang soleh dulu kalau mengaji Qur’an atau berdoa, mereka akan menahan dirinya untuk tidak minum di tengah-tengah mereka membaca, mereka biarkann tenggorokannya kering haus.
Karena justru semakin menunda minumnya, semakin akan nampak cahaya dalam hatinya.
Mereka (orang soleh) mau merasakan enaknya dzikir. Karena orang yang berdzikir itu panas. Perhatiin, kalau lagi baca hadroh, panas badannya, akhirnya cepat haus, karena wirid. Badannya ikut bekerja, padahal yang dzikir lisan dan hatinya.
Ibnu Abbas berkata, dari Nabi SAW beliau berkata, “Sesungguhnya dikatakan kepada orang yang senang baca Qur’an, baca dan naiklah. Bacalah dengan tartil sebagaimana dulu kamu di dunia baca. Sesungguhnya kedudukanmu nanti di akhirat sesuai dengan akhir ayat yang kamu baca.”
Berapa banyak membaca Al Quran ?
Semakin banyak (Al Quran) yang dibaca, semakin naik kamu disana. Dan di akhir ayat yang kamu baca itu, kamu akan dapatkan kedudukanmu.
Pantas seorang Robi’atul Adawiyah mau 7.000 khatam Qur’an sebelum wafatnya. Lalu datang dari laki-laki, pengarang Hadroh Sayyidah Khodijah, dia mau lebih dari Robiatul Adawiyah, dia baca sampai 8.000 khataman.
Habib Abdurrahman Assegaf kalau Ramadhan berapa kali dia khatam? Sehari berapa kali? 4 di waktu siang, 4 di waktu malam khataman. Bagaimana bisa khatam? karena keberkahan waktu yang Allah beri kepada mereka.
Durasi waktu tergantung bagaimana kamu. Segigih apa kamu, semahir apa kamu, dan seberapa berkahnya waktu yang Allah berikan kepadamu. (orang) yang ini sehari bisa 5 juz, yang itu 5 juz gak pernah selesai. Yang salah bukan waktunya, tapi orangnya. Artinya orang ini belum bisa mumpuni pada pencapaian yang dicapai orang yang bisa khatam.
Orang yang memberikan waktu khusus untuk Allah, maka Allah yang akan memberikan keberkahan waktu padanya.
Kita belajar dari Rasul yang tidur di pangkuannya Sayyidina Ali bin Abi Thalib, saat itu matahari mau terbenam, waktu udah mau abis, dan disaksikan oleh Sayyidina Ali matahari ditarik lagi oleh Nabi, “Jangan terbenam dulu, Ana sama Ali belum sholat.”
Waktu mengikuti orang soleh, bukan orang soleh yang mengikuti waktu.
Kalau kita mau merasakan “gak di uber-uber waktu“, kita harus menyisihkan waktu kita buat Allah. Maka Allah akan memberi kita waktu banyak untuk Allah. Semuanya bisa kalau buat Allah.
Mahkota bagi para Pengamal Al Quran dan Orangtuanya
Dari Muadz bin Anas, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang membaca Al Qur’an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, maka Allah akan memakaikan kepada kedua orang tuanya kelak di hari kiamat sebuah mahkota (taj) dan cahayanya lebih bersinar dari sinar matahari di dunia.”
Kalau kita lihat, apakah ayat tersebut menyuruh kita menghafal? Artinya kalau ada orang yang belum bisa hafal Qur’an tapi dia baca dan dia amalin isi Qur’an, bisakah orang tuanya dipakaikan mahkota? Bisa.
Kalau (belum) bisa hafal, jangan berkecil hati. Sekarang baca terus dan amalkann.
Cahayanya mahkota yang akan dipakaikan seorang anak untuk orang tuanya kelak lebih terang daripada cahaya matahari yang bisa menyinari bumi ini.
Dia yang membaca, dia yang mengamalkan, bisa memberikan kebanggaan dengan memakaikan mahkota pada orang tuanya.
Buat orang tuanya aja sebegitu tinggi kedudukannya, bagaimana buat si pembaca? Tak terbayang tempat seperti apa dan mahkota bagaimana yang Allah akan pakaikan untuk dirinya.
Hafal Qur’an itu bagus, tapi itu bukan orientasi utama. Orientasi utama itu mengamalkan Qur’an.
Jadi buat orang yang menghafal Qur’an, tapi belum mengamalkannya, ma gak ada gunanya. Karena tujuan dari megnhafal Qur’an agar kamu mudah dalam menagamalkannya, lebih ingat, lebih sadar.
Saran Usia untk Menghafal Quran
Anak dibawah usia baligh (umur 6-8) prioritaskan mereka untuk hafal Qur’an. Tapi kalau di usia 12 tahun ke atas itu ranahnya bukan lagi menghafal Qur’an, tapi mengamalkan Qur’an.
Coba perhatikan salaf kita yang membangun pesantren terdahulu, tidak ada rumah tahfidz. Salaf kita sibuknya (mengajarkan) mengamalkan Quran, karena (mengamalkan) itulah tujuan utamanya.
Ngafal, ngafal, ngafal akhirnya kebelinger, mudah menyalahkan orang, menuding orang, menunjuk orang, nyeleneh, menjatuhkan. Bukan itu yang dicari.
Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi SAW bersabda, “Bacalah Al qur’an. Karena sesungguhnya hati yang selalu terisi oleh Al Qur’an, hati yang selalu perhatian terhadap Al Qur’an, hati yang selalu condong kepada Al Qur’an tidak akan disiksa. Dan sesungguhhnya Al Qur’an adalah jamuan dari Allah SWT. Barang siapa orang yang memasuki jamuanNya, maka dia akan selamat. Barang siapa yang mencintai Al Qur’an, maka berikan kabar gembira kepadanya.”
Kita harus cinta sama Qur’an lebih dari kita cinta sama hp, tv, bacaan Qur’an harus lebih kita utamakan dari bacaan lainnya.
Orang yang menghafal Qur’an, mengamalkannya, maka cacing tanah tidak akan makan jasadnya. Jasadnya akan dijaga, akan dipelihara sama Allah SWT.
Orang kalau sudah ada Qur’an dihatinya, cinta sama Qur’an, udah aman kemana aja, melakukan apa aja. Karena dalam hidupnya dia tau aturan, buku panduan hidupnya ada di kepala dan hatinya.
Kenapa banyak orang sekarang tersesat dalam jalan, tersesat dalam memilih pilihan, tersesat dalam menentukan suatu keputusan? Karena tidak punya panduan.
Sementara Al Qur’an itu sebagai salah satu petunjuk untuk umat manusia. Kalau manusia tidak tau Al Qur’an bagaimana hidupnya mau dapat petunjuk ? “Gak akan” dapat petunjuk.
Dari Abdul Hamid, dia bertanya kepada Sufyan Atsauri, “Seorang laki-laki yang berperang di jalan Allah dan orang yang sedang membaca Al Quran, mana yang lebih kamu cintai, Sufyan?
Dijawab oleh Sufyan Atsauri, “Saya lebih senang kepada orang yang baca Qur’an daripada jihad fisabilillah. Karena saya pernah dengar Nabi SAW berkata, sebaik-baik manusia di antara kalian yaitu mereka golongan yang belajar Al Quran dan mengajarkan Al Qur’an.”
Mereka yang belajar Al Qur’an dan ilmu Al Qur’an, maka dia adalah manusia terbaik. Mau liat lagi manusia terbaik diantara kita? Dia yang mengajarkan Al Qur’an dan mengajarkan isi kandungan Al Quran.
Imam Ghazali mengajarkan kita, “kalau mau dengar nasihat jangan liat siapa yang menasehati, tapi liat nasehatnya“.
Hargai dan hormati para pelajar dan pengajar Qur’an. Jangan liat umurnya.
Orang jika mengerti, tidak akan dikelabui oleh sombongnya usia walaupun dia tua, tetapi dia tau siapa yang harus diutamakan.
Ada pertanyaan, “Ustadzah anak saya belum baligh, kalau jadi imam saya sah kah sholatnya?” sah. Walaupun belum baligh, tidak masalah dengan usianya. Kalau bacaannya sudah benar, apalagi dia belajar Qur’an.
Usia tidak menjadi patokan dalam menghargai seseorang.
*Pembahasan Kitab Nafahat Ramadhaniyah*
Apa buah (hasil) dari menonton film ? minimalnya membuang-buang waktu.
Setiap waktu yang berlalu dari diri kita, setiap nafasnya adalah permata yang tidak bisa dinilaikan dengan apapun juga.
Nafas kita, ada gak yang bisa beli?
Kalau mau menonton sesuatu itu mikir-mikir, yang ditonton itu apa, dan hasilnya apa.
“Boleh gak sih Ustadzah sekali-kali kita nonton?” boleh, tapi harus ada unsur apa dibalik tontonan itu. Hikmah apa dibalik tontonan itu. Kalau tidak ada hikmahnya yang bisa dipetik darinya, buat apa ditonton?.
Sejujurnya, tiap episode yang ada di sinetron itu (hampir) tidak ada yang bisa dipetik hikmahnya.
Kalau ada unsur manfaatnya, kamu nonton dan kamu bisa memetik satu hikmah pelajaran dibaliknya, silahkan. Tapi kalau dibaliknya tidak ada, ya buat apa? Apalagi yang ditonton cerita fiksi.
Berapa banyak waktu seseorang terbuang, yang mana kalau dibeli tidak akan mampu. Jangan sampai waktu kita terbuang begitu aja, padahal nilainya waktu itu layaknya beribu permata yang Allah anugerahkan kepada kita.
Nabi SAW berkata, “Tidaklah berlalu waktu dari seorang anak cucu adam, yang mana di dalamnya tidak terdapat dia mengingat Allah, maka waktu itu hanya akan menjadi waktu yang disesalinya di hari kiamat.”
Berlalu waktu dari kita, tetapi tidak ingat Allah, maka itu akan menjadi waktu yang paling kita sesali nanti di hari kiamat.
Bagaimana kalau waktunya terlewat karena maksiat di jalan Allah? Seberapa menyesalnya?..
Barang siapa dari kita yang terlewat dari waktu kita, yang disitu sia-sia, maka dia akan jadi orang yang paling menyesal nanti di alam barzakh.
Kalau orang yang waktu sehari-harinya terbuang sia-sia, bagaimana dengan orang yang waktunya terbuang sia-sia di hari Ramadhan? Ramadhan dipakai buat nonton yang sia-sia.
Kalau berbuat kebaikan di Ramadhan berlipat ganda, bagaimana orang yang berbuat maksiat di bulan Ramadhan?
Kalau tontonan yang biasa aja ada unsur sia-sianya waktu yang terbuang, bagaimana dengan tontonan yang mengundang syahwat?
Barang siapa orang yang memenuhi matanya dengan memandang yang haram, maka kelak di hari kiamat Allah akan penuhi matanya dari api neraka.
Makanya jangan sampe liat film yang tidak manfaat, tidak penting, naudzubillah min dzalik ..
Sinetron yang dibuat khusus di bulan Ramadhan tidak ada manfaatnya. Kalau mau nonton, liat sinopsisnya dulu, liat reviewnya dulu. Jangan sampai sia-sia dengan apa yang kita tonton.
Bagaimana nasibnya orang yang memang nontonnya video buruk, video porno, dan lain sebagainya? Naudzubillah min dzalik .. Allah melaknat orang yang melihat dan dilihat. Artinya pemain di dalam film tersebut termasuk golongan yang dilaknat Allah. Penontonnya juga dilaknat oleh Allah SWT.
Semoga Allah SWT menjaga kita semua, anak keturunan kita, orang-orang terkasih diantara kita dari segala keburukan di dunia dan akhirat. Aamiin Ya Rabbal Alaamiin ..
Bijak bijaklah dalam apa yang kamu tonton, apa yang kamu lihat. Jangan sampai kita salah melihat atau salah menonton. Naudzubillah min dzalik ..
والله أعلم بالصواب