MT Al-Istiqomah
Kitab Athiyatul Hania
Rabu, 23 Juni 2021
Ustadzah Aisyah Farid BSA
بسم الله الر حمن الر حيم
Jika Jauh Dari Ilmu
Orang yang jauh dari ilmu, maka ruhaninya yang bermasalah
Sadar atau tidak sadar, ketika mendengar suatu nasehat, orang akan merasa suka karena sesuai dengan perasaannya saat itu
Tapi ketika seseorang dinasehati secara pribadi bisa merasa sakit hati, pedih sekali
Berbeda rasanya ketika mendengar ceramah, karena tidak tertuju secara langsung
Ibarat orang yang terluka sedang diobati maka akan terasa perih
Begitu juga ketika orang ketika mendengar nasehat, merasa tersindir, sakit rasanya, hakikatnya hatinya sedang diobati
Mengobati Luka
Saat kita dewasa seperti ini mendapat nasehat lalu bereaksi yang terlalu berlebihan, seperti cemberut, tidak mengaji lagi, tidak berteman lagi, tersinggung, maka dia sama seperti anak kecil.
Karena ketika seseorang menerima nasehat dari guru atau teman kemudian gelisah, maka hakikatnya kamu sedang diobati.
Bukankah luka yang sedang diobati terasa perih ? dan untuk mengobati luka butuh waktu sesuai dengan kadar lukanya.
Dari mana kita tahu kadar luka (penyakit hati) kita ? dilihat dari seberapa gelisahnya seseorang duduk di Majelis Ta’lim
Bahaya Matinya Hati
Takutlah pada matinya hati, bukan matinya jasad
Jasad mati akan dikubur dan punya alam yang berbeda
Namun lebih menakutkan jika jasadnya hidup tapi hatinya yang mati
Hatinya mati karena tidak ada pencerahan yang dia terima, tidak ada kebaikan yang dia lakukan yang membuat ruh nya hidup
Karena jika ruh (ketika didunia) sudah mati, begitu wafat (jasadnya mati), maka semuanya tidak ada artinya
Jika ruh di dunia saja sudah mati, bagaimana ruh di akhirat bisa hidup ? Akhirnya ruhnya diakhirat terbelenggu dengan siksa
Jika kita sebegitunya menjaga fisik kita karena takut mati jasad, apa kita tidak takut dengan mati ruh ?
Jagalah kesehatan jasmani dan ruhani kita. Ruhani jangan sampai diabaikan. Karena jika ruhani rusak, maka shalat, membaca quran, dzikir, sedekah, bahkan sampai rumah tangga menjadi berantakan.
Pentingnya Belajar Pada Seorang Guru
Hendaknya kita mempelajari ilmu, juga menelusuri jalannya ilmu melalui siapa? Melalui Guru.
- Tidak ada belajar ilmu berdasarkan fahamnya sendiri
- Tidak ada belajar ilmu berdasarkan maunya dia
- Tidak ada belajar ilmu berdasarkan teorinya dia
Karena Ilmu kita jelas, dari Al-Quran dan Al-Hadits, yang diturunkan dari Allah, diutus langsung melalui Nabi Muhammad SAW. Ilmu bukan berdasarkan ego dan pahamnya kita.
Hendaknya kita mempelajari ilmu islam dari seorang guru
Seperti membaca kitab seperti Karangan Imam Al-Ghazali, miaslnya, tidak bisa hanya membaca sendiri tetapi harus ada Gurunya. Berbeda jika membaca novel, buku fiksi, buatan manusia seperti buku intisari kehidupan, buku motivasi, itu adalah buku-buku yang boleh dibaca sendiri.
Tetapi buku tentang halal-haram, buku perkara agama, menuntun jalannya orang (menuju akhirat) maka tidak bisa dibaca sendiri, harus ada Guru.
Kriteria Ulama Yang Bisa Dijadikan Guru
- Orang yang Arif
- Berilmu
- Wawasannya luas
- Hikam, ucapannya adalah untaian kata bukan kata sembarangan
- Memiliki adab yang santun luar biasa, selalu senyum pada siapa saja
- Kalau bisa keturunan Nabi Muhammad SAW
- Bercahaya, wajahnya senang dipandang. Karena wajah bercahaya Allah sebut dalam Al-Quran سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ “tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”. Dari wajahnya nampak cahaya karena mereka orang-orang yang rajin shalat
- Memiliki bashirah, muniroh, ketajaman pandangan
- Jika Guru melihat hati muridnya tidak baik, maka seorang Guru akan mendidik muridnya
- Kunci utama dalam mendidik adalah At-Tazkiyah, pensucian diri. Karena jika orang ingin benar maka hatinya harus suci, bersih. Sama halnya ketika kita ingin mengerjakan shalat maka badan, pakaian dan tempat untuk shalat harus suci dari najis. Begitu juga orang yang ingin sampai kepada Allah, orang yang ingin dekat kepada Rasulullah maka jiwanya harus suci
- Memiliki keindahan akhlak, pandangannya pada semua orang adalah baik. Jika ingin mengatakan keburukan orang tidak dengan menjelekkan orangnya, tapi mengatakan dari sudut pandang yang berbeda.
- Memiliki riwayat, latar belakang kehidupan yang baik, sejak kecilnya kecenderungan mereka adalah Quran, ilmu, ibadah. Mereka sejak kecil berbeda dengan anak kecil lainnya, karena sudah dijaga oleh Allah SWT
- Lihat sumber belajar (rantai ilmu) Gurunya darimana? cari yang memiliki ilmu bersanad kepada Rasulullah SAW
Urutan Memilih Guru
Pilihlah guru yang bersanad berdasarkan
- Para Syarif (Keturunan Rasulullah SAW, Hasani atau Huseini)
- Keturunan Alawi (Ba’alawi dari Hadramaut)
- Sunni
Jika kamu dapat belajar dari mereka (ciri-ciri diatas), maka itu disebut sempurna. Karena disitu ada keberkahan.
Jika anakmu diajarkan oleh Dzurriyat Nabi, maka ia seperti mendapatkan 70 ilmu dibanding belajar dari yang lain. Karena (belajar) disana terdapat rahasia Nabi Muhammad SAW.
Keutamaan Ulama Keturunan Nabi
Seorang alim Quraisy (keturunan Nabi Muhammad SAW), dapat memenuhi beberapa lapis bumi dengan ilmunya.
Seorang alim Quraisy (keturunan Nabi Muhammad SAW) ketika belajar Quran, ilmunya lebih luas dibanding yang bukan (keturunan Nabi).
Maka dari itu pilih-pilihlah dalam mencari guru seperti ciri-ciri yang disebutkan.
Kalau ingin menjadi orang yang beruntung dalam mendapatkan Guru, maka keputusannya ada ditangan dirimu sendiri.
Ulama keturunan Nabi memberikan keberkahan. Berkah tidak bisa diukur berapa banyaknya. Jika Nabi sudah menyebutkan lebih utama, maka kita tidak ada yang bisa mengukur (berkah) itu berapa banyaknya.
Berkah dari segala sisi. Bahkan jin pun belajar pada Ulama keturunan Nabi. Karena mereka (para Jin yang belajar) akan berdakwah lagi untuk kalangan mereka. Disinilah terjadi hubungan ruhani
Belajarlah Dari Mereka
Maka ada Hadits Nabi yang mengatakan, “ulama’i ka an-nabi bani isra’il”
“Ulama ummatku nanti, ilmunya seperti Nabinya Bani Israil”.
Maksud dari hadits ini adalah keistimewaan Ulama dari kalangan umat Nabi SAW yang sebanding dengan Nabi di kalangan Bani Israil.
Kalau sudah menemukan Ulama dengan kriteria tadi, maka belajarlah dari mereka. Karena dengan demikian kita (murid) akan jadi anak. Dan Guru kita menjadi orangtua.
Disinilah terjadi hubungan ruhani. Bukan sekedar jasad. Mau dimanapun Gurumu berada, kau tetap tersambung dengannya, tetap bersamanya.
Mantapkan Hati, Berguru Dengan Ruh
Sahabat Nabi bernama Salman Al-Farisi, beliau adalah orang Persia, tapi Nabi mengatakan “Salman adalah bagian dari kita (keluarga kita)”.
Dengan apa Salman dekat dengan Nabi? dengan hati, dengan cinta.
Dari Persia pergi ke Arab, untuk mencari Nabi akhir zaman. Dia cari sampai bertemu dengan Nabi. Setelah bertemu dia beriman kepada Nabi dan mengikuti Nabi. Saat itulah Nabi tahu bahwa Salman datang bukan dengan jasadnya, tapi dengan hatinya.
Inilah yang dilakukan para salaf kita, berguru dengan cara seperti ini (dengan ruh nya).
Maka luaskan pandanganmu saat dekat dengan Guru. Kamu bisa dekat dengan Gurumu bukan dengan jasad, tapi dengan ruh.
Jika kamu sudah menemukan guru yang seperti itu, maka sudah sepatutnya memantapkan hati, bersungguh-sungguh berguru dengannya.
“Bersandar segala kepentingan saya dengannya, saya pasrahkan apa-apa yang saya bimbangi, yang saya khawatirkan dalam hidup kepadanya. Apa yang guru saya bilang, apa yang guru saya arahkan, apa yang guru saya sampaikan, itu yang akan saya jalankan”
Maka lihatlah kriteria seorang guru sesuai dengan urutannya, sebelum memasrahkan dirimu pada Guru yang salah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ