بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kisah Nabi Adam ‘alaihissalam.
Beliau diberikan kenikmatan di surga. Namun Allah memberi satu batasan:
“Fala taqraba hadzihisy-syajarah” — Janganlah kamu dekati pohon ini.
Jika kamu dekati, kamu akan menjadi orang yang zalim.
Perhatikan, larangannya bukan “jangan makan buahnya”, tapi “jangan mendekati”.
Sama seperti peringatan Allah tentang zina. Larangannya bukan hanya zina, tetapi mendekati zina pun tidak boleh.
Artinya, ada batas wilayah yang tidak boleh kita lewati.
Tapi apa yang terjadi? Satu pelanggaran pertama itu dilakukan. Batas itu diterobos.
Kesalahan awalnya: mendekat.
Ketika mendekat, hawa nafsu semakin meronta. Karena sifat hawa nafsu memang berlawanan dengan kebaikan. Ia diciptakan untuk mendorong manusia kepada maksiat.
Yang bisa menghentikan hawa nafsu hanyalah akal. Akal menjadi penentu: mau bertahan atau terjerumus.
Saat itu, prinsip Nabi Adam mulai runtuh karena rayuan. Perempuan punya kekuatan rayuan yang bisa meruntuhkan prinsip pria.
Awalnya, mungkin hanya berkata:
“Aku tidak akan melakukan apa-apa, hanya ingin melihat.”
Tapi karena rasa kasihan, rasa sayang, atau mengatasnamakan cinta, akhirnya diikuti.
Bukan mengikuti perintah Allah, tapi mengikuti perasaan.
Hingga akhirnya, hawa nafsu mendorong lebih jauh: “Hanya lihat”, lalu “hanya pegang”, lalu “hanya coba sedikit”.
Di sinilah bahayanya.
Ketika larangan “jangan dekati” dilanggar, logika mulai liar.
“Ini hanya buah. Salahnya di mana? Kenapa tidak boleh dimakan?”
Banyak pertanyaan muncul. Sama seperti ketika diingatkan, “Jangan dekati lawan jenis.”
Jawabannya sering: “Kan cuma ngobrol, salahnya apa?”
Padahal hawa nafsu akan mendorong sampai ke batas paling fatal. Akal baru sadar setelah terkena dampak. Sebelum itu, seperti dibius.
Nabi Adam dan Hawa saat itu tidak memakai akal, tapi hawa nafsu.
Mereka dekati pohon, petik buahnya, dan memakannya.
Akhirnya, terjadilah sesuatu yang membuat keduanya menyesal. Nabi Adam kalah oleh bujuk rayu, tapi beliau tidak menyalahkan Hawa. Beliau mengakui kesalahan dan bertanggung jawab di hadapan Allah.
Makna buah khuldi bukan sekadar buah, tapi simbol pelanggaran terhadap perintah Allah.
Akibatnya, keduanya diusir dari surga dan dipisahkan.
Nabi Adam diturunkan di pegunungan Himalaya, sedangkan Hawa di Jeddah.
Ratusan tahun Nabi Adam mencari Hawa.
Akhirnya mereka dipertemukan kembali di Arafah, di Jabal Rahmah.
Disebut Jabal Rahmah karena menjadi titik perjumpaan penuh rahmat itu.
Pelajaran besarnya: jangan pernah menduakan Allah atau menomorduakan hukum-Nya demi cinta.
Karena jika cinta sudah membuatmu melanggar aturan Allah, cinta itu akan menjadi ujian terbesar hidupmu.
Orang yang selalu menomorsatukan Allah adalah orang yang paling sedikit rasa kecewanya. Bahkan bisa jadi tidak pernah kecewa sama sekali.
والله اعلم بالصواب