Ahad, 7 Januari 2024
MT Banat Ummul Batul
oleh Ustadzah Aisyah Farid BSA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Untuk apa membuat acara Sayyidah Fathimah?
Dahulu, salafuna sholihin tidak ada yang membuat milad Sayyidah Fathimah. Dulu tidak ada para wanita yang memiliki masalah seperti kita di zaman hari ini. Dulu kita semua tahu para wanita tempatnya tidak lain tidak bukan melainkan hanya dirumah, mereka berhadapan dengan keluarga saja. Mereka tidak keluar kecuali untuk kepentingan yang sangat penting saja.
Siapa panutan mereka?
Panutan orang tua kita dulu adalah orang tuanya mereka. Orang tua kita dulu, orang-orang wanita zaman dulu, tidak ada televisi dirumah mereka, tidak ada layar kaca dalam genggaman tangan mereka yang membuat mereka kemudian condong untuk meniru wanita-wanita lainnya.
Kenapa kita membuat milad Sayyidah Fathimah?
Karena kita tahu, kita berada di zaman para wanita sudah tidak lagi menjadikan orang tuanya sebagai pedoman, sudah tidak lagi menjadikan orang tuanya sebagai panutan. Dan justru mereka menjadikan panutan-panutan mereka adalah tokoh-tokoh yang bahkan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka justru gemar berdandan berhias menata diri.
Apa yang kita lihat sekarang?
Perempuan banyak yang menjadikan panutan-panutan mereka sosok wanita-wanita yang bahkan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dizaman kita hari ini, kita butuh acara yang mengenalkan kita sosok Fathimah. Kita butuh satu majelis yang mengenalkan kepada kita sosok siapa panutan kita semestinya. Dan itu tidak ada yang lain kecuali yang perlu kita tekuni dan perlu kita lazimi adalah pengetahuan kita yang terus harus kita perkaya akan sosok kepribadian Sayyidah Fathimah. Kenapa? Agar kamu tahu bahwa ada wanita yang dengan kau menirunya esok kau bisa menjadi orang yang berada dibarisannya. Ada wanita yang dengan kau berpakaian dengan pakaiannya esok kau akan ditolong dengan syafaatnya. Ada wanita yang hari ini kau hanya menanamkan rasa cinta di dalam hatimu kepadanya, esok kau akan menjadi orang yang di cari oleh Fathimah.
Berbeda dengan wanita-wanita yang mungkin hari ini kau idolakan, kau cintai, kau kagumi, bahkan kau jadikan sebagai modul dalam menjalani kehidupan. Tapi mereka esok akan menjadi siapa? Apa mereka yang akan menolong? Apa mereka yang esok akan mencari kita? Atau mereka besok yang mungkin akan mengulurkan pertolongannya buat kita? Demi Allah, satu pun dari mereka tidak ada.
Oleh karena itu, hari ini kita membuat acara Sayyidah Fathimah, untuk apa harapannya? Karena kita mengaku cinta, dan seseorang tidak mungkin hanya mengakui cinta tanpa dia mengenal sosok yang dicinta.
Bagaimana kita bisa menjalankan pesan dari guru mulia kita, Sayyidil Habib Umar,
“Siapa orang yang benar-benar tulus cinta sungguh-sungguh kepada mereka (Fathimah dan keluarganya), maka dia akan menempati surga darusalam.”
Bagaimana untuk mencapai derajat cinta yang tulus?
Yang paling ditakuti oleh pecinta itu berpisah. Dan jika waktu perpisahan itu tiba, rasa sakitnya luar biasa.
Kau siapa hari ini? kau cinta suamimu, kau cinta keluargamu, kau cinta orang tuamu. Yang paling ditakuti oleh orang yang mengaku cinta adalah takutnya mereka berpisah. Rasa sakitnya luar biasa.
Apa yang paling didambakan oleh pecinta?
Yang paling didambakan pecinta itu kebersamaan. Kebersamaan akan mereka bisa bersama.
Andai kita punya kemampuan menghidupkan orang yang mati, kita akan kembali hidupkan siapa dari orang tua kita, mungkin suami kita, mungkin para pecinta kita yang kita cintai untuk hidup kembali ke dunia ini. Tapi sayangnya, kita tidak punya kesanggupan itu.
Apa yang kita harap?
Kita hanya bisa berharap esok dapat lagi berjumpa untuk bisa bersama.
Perpisahan itu menyakitkan
Saya lagi merenung dengan rasa yang saya rasa, tiba-tiba saya diingatkan oleh satu situasi yang saya memikirkan jika para sahabat hari itu yang sangat cinta dengan Nabi Muhammad ﷺ, para sahabat yang hari itu sangat cinta dengan seorang Fathimah. Orang-orang yang hebat yang bisa bersama dengan para pecinta, mereka yang hidup satu zaman dengan Nabi Muhammad ﷺ, bagaimana rasa hati mereka kala itu saat mereka mendapatkan berita bahwa Nabi Muhammad ﷺ telah tiada?
Rasulullah ﷺ tahu beratnya perpisahan. Maka dari itu, Rasulullah ﷺ tidak mau penderitaan Sayyidah Fathimah berkepanjangan.
Disaat Rasulullah ﷺ memanggil puterinya dengan suaranya yang begitu parau, “Mendekatlah..”
Sayyidah Fathimah mendekat, lalu Rasulullah ﷺ hanya berbisik di telinga Fathimah.
Bisikan yang pertama membuat Sayyidah Fathimah tak kuasa menumpahkan air mata. Siapa yang tidak berduka bila datang berita kepadanya bahwa yang dicinta akan pergi hari ini juga. Namun, Rasulullah ﷺ tahu penderitaan itu berat, perpisahan itu menyakitkan, Rasulullah ﷺ kemudian memanggilnya lagi dengan suaranya yang parau,
“Mendekat lah Wahai Fathimah.. Engkau adalah keluarga yang pertama yang akan menyusul ku, wahai Fathimah.”
Kenapa? Karena beratnya perpisahan.
Kita tidak sezaman dengan Rasulullah ﷺ, kita tidak sezaman dengan Sayyidah Fathimah, bahkan kita belum pernah lagi merasakan kebersamaan yang utuh dengan mereka. Kita hanya mendengar indahnya kebersamaan dengan mereka para pecinta. Jika bersama saja belum pernah, jangan sampai yang ditakuti, yang paling menyakitkan di dunia adalah berpisah dengan yang dicinta. Jangan sampai yang didapat adalah besok di akhirat kita pisah denagan Nabi Muhammad ﷺ. Jangan sampai besok di akhirat kita pisah dengan Sayyidah Fathimah.
Demi Allah, sakitnya pisah itu luar biasa. Sementara, sakit di dunia tidak ada apa-apanya dengan sakitnya kita nanti jika merasakan perpisahan disana.
Buat dirimu layak berada di barisan Sayyidah Fathimah
Dan untuk menjadi orang yang bagaimana agar kita bisa kembali bersama, tidak lain, demi Allah, Rasulullah ﷺ itu mahal, Sayyidah Fathimah itu mahal, maka untuk menjadi sosok manusia yang layak duduk bersama orang-orang yang mahal kau harus membuat dirimu mahal.
Bagaimana membuat diri ini mahal?
Buat dirimu layak berada di barisan Sayyidah Fathimah. Layak menjadi orang yang besok layak untuk diulurkan tangan oleh Fathimah.
Siapa mereka yang akan mendapatkan uluran tangan itu?
Tidak ada yang lain, tidak ada yang bukan, pastinya mereka adalah para perempuan yang hidup didunia namun mereka berusaha mati-matian dalam meneladani akhlak Sayyidah Fathimah.
Allah berfirman,
“Siapa yang bermujahadah didalam mengggapai sesuatu dalam urusan Allah dan Rasulullah ﷺ, maka kami (Allah) akan bukakan bagi mereka jalan yang membuat mereka mudah dalam meneladani kebaikan yang mau mereka teladani.”
Berat mungkin terasa meninggalkan pakaian jahiliyah kita, tapi kita mau berusaha, kita mau mati-matian, kita mau menjadi orang yang mengikuti keteladan Sayyidah Fathimah. Susah, tapi apa kata Allah? kami (Allah) akan bukakan bagi mereka jalan agar mereka bertemu jalan yang membuat mereka mudah dalam meneladani kebaikan yang mau mereka teladani.
Akhlak Sayyidah Fathimah
Yang tadi kita dengar, bagaimana perangainya, budi pekertinya, ketulusannya, dan kesabarannya. Dibandingkan dengan wanita-wanita hari ini yang bahkan menyapu dia mengeluh, yang bahkan mencuci dia mengeluh, yang bahkan mungkin menggendong anak dia mengeluh. Coba ingat-ingat, bagaimana keadaannya Sayyidah Fathimah, yang sampai disebut tangannya menjadi bengkak lantaran kesibukannya dalam mengurus rumah tangganya.
Coba saya tanya hari ini,
Siapa kita yang setiap hari bolak-balik ke dapur dan siapa yang hari ini tangannya bengkak karena bekerja didapur? Mungkin kita akan melihat tangan kita, tangan kita baik-baik aja.
Coba lihat hari ini, siapa yang seperti seorang Sayyidah Fathimah?
Yang tangannya tersentuh karena panasnya api, yang beliau harus mengadon roti, yang kemudian beliau harus menaruh didalam tungku agar roti itu bisa disantap oleh dia dan keluarganya.
Siapa dari kita yang merasakan panas itu? Saya rasa, jika hanya tukang masak didapur sebagai seorang istri tidak ada yang tangannya seperti itu, kecuali tukang catering. Jikapun ada, itu tidak sengaja.
Kamu menggoreng sesuatu, tanganmu terkena minyak. Kamu memotong bawang, mungkin tanganmu terkena pisau. Tapi tidak ada dari kita yang hanya karena rutinitas. Sayyidah Fathimah setiap hari harus menyapu rumahnya. Namun sapunya tidak seperti kita yang sudah dimudahkan dengan berbagai macam kemudahan. Sayyidah Fathimah harus menyapu, yang membuat debunya mengotori wajah dan dadanya.
Lalu kita lihat siapa diantara kita yang hari ini masih mengangkat air dalam menimba? Tapi coba Sayyidah Fathimah, yang menimba air sampai membuat dadanya sesak. Siapa diantara kita? Tapi beliau mau melalui itu semua, mau memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk menjadi wanita yang mulia bukan wanita yang tidak menyentuh itu semua. Justru wanita yang mulia adalah wanita yang rela mengabdikan dirinya untuk keluarga.
Wanita yang mulia bukan wanita yang diratukan di rumah, wanita yang mulia ternyata bukan wanita yang hanya duduk manis di rumah, tapi justru wanita yang mulia yang dicontohkan oleh seorang Sayyidah Fathimah yang kau mau bekerja seperti pekerjaan pelayan yang ada di rumah.
Setidaknya jika Allah memberikan kau nikmat, kau dikelilingi oleh para pelayan yang melayanimu untuk kemudahanmu didalam menjalani kehidupan, setidaknya berbuat baiklah kepada mereka yang sudah meringankan bebanmu didalam rumah.
Darimana kita mengambil contoh ini? Dari Fathimah. Ditambah bagaimana kesabarannya, ketulusannya, dan masih banyak lagi.
Maka ditanya hari ini,
coba kita sama-sama merenungkan, sama-sama bertanya, ada tidak yang sudah merasa pantas bahwa esok ada didalam barisan Fathimah?
Bagaimana kita mau merasa diri kita pantas, sementara tingkah laku kita terkadang masih jauh dari kata jujur? Seorang Sayyidah Fathimah ucapannya adalah ucapan terjujur setelah Nabi Muhammad ﷺ. Kata-katanya yang tidak pernah diputar-putar, berbohong, apalagi ghibah, namimah, dan lain sebagainya.
Belajar dari hal-hal yang sederhana. Setiap tahun kita buat sesuatu untuk Sayyidah Fathimah. Apa yang kita harap? Tidak lain yang kita harap mudah-mudahan pantas, mudah-mudahan layak, mudah-mudahan dengan tawadhunya kita yang merasa kita sebagai wanita yang tidak merasa selalu pantas, Allah esok pantaskan kita untuk berada dalam barisan Fathimah, Allah besok pilih kita untuk menjadi orang-orang yang tidak menjerit pilu agar digabungkan dalam barisan seorang Sayyidah Fathimah.
Demi Allah, jika hari itu kita yang dipilih oleh Allah berdiri sambil melihat kelompok Sayyidah Fathimah lewat, hanya melihat tapi tidak ikut jalan di barisan mereka, maka demi Allah, kesesakan itu 1000 tahun sekalipun tidak akan pernah ada lapangnya. Sesaknya dada karena kau tidak ada dibarisan itu walaupun 1000 tahun kau menangis akan penyesalan, penyesalan itu tiada lagi artinya.
Maka hari ini kesempatan kita disini, Allah memberikan umur untuk kita, Allah memberikan kesempatan untuk kita. Diantara kesempatan yang Allah berikan, Allah pilih kita hari ini bisa duduk, mau menyimak, ditakdirkan mau hadir, ditakdirkan rela untuk menyimak dan mendengar untaian demi untaian.
Mulai hari ini, coba buat lisan kita berusaha seperti lisannya Fathimah, perangai kita bagaimana caranya agar kita semakin kenal akan perangainya seorang Fathimah, ditambah lagi dengan diri ini yang memiliki jiwa pemalu yang sangat tinggi.
Memiliki jiwa pemalu yang sangat tinggi
Demi Allah, Allah tidak memberikan kemuliaan kepada Sayyidah Fathimah berjalan di padang mahsyar dengan seluruh manusia mata dibuat tunduk oleh Allah, bukan hanya semata-mata karena Sayyidah Fathimah puterinya Nabi Muhammad ﷺ. Karena Nabi mempunyai puteri selain Fathimah.
Kenapa Sayyidah Fathimah yang Allah pilih?
Kenapa yang dijadikan adalah seorang Fathimah?
Karena malunya Sayyidah Fathimah tidak berbanding dengan malunya siapapun yang ada di dunia ini. Malunya seorang Fathimah tidak ada berbanding dengan malunya siapapun orang yang ada didunia ini dari zaman awalnya diciptakan Nabi Adam sampai akhir zaman sekalipun, tidak akan ada perempuan yang mengungguli rasa malunya seorang Fathimah selain ayahnya sendiri yaitu Nabi Muhammad ﷺ.
Maka lihat bagaimana betapa bahagianya Rasulullah ﷺ dengan sosok seorang Sayyidah Fathimah, yang rasa malunya bahkan bukan hanya aurat yang terlihat, tapi malu wajahnya terlihat, malu tubuhnya dengan lekukan tubuhnya terlihat.
Coba kita lihat hari ini para wanita. Berapa banyak dari kita yang punya malu itu semua? Berapa banyak dari kita yang merasakan rasa malu sedalam rasa malunya seorang Fathimah?
Demi Allah, Sayyidah Fathimah tidak pernah keluar, tidak pernah dilihat oleh sahabat, kecuali satu waktu dimana didapati Nabi Muhammad ﷺ didalam masjid tidak henti-hentinya menangis sampai semua sahabat merasa bingung, merasa susah, sampai akhirnya sahabat kemudian datang ke Sayyidah Fathimah,
“Ayahmu menangis, tidak ada satupun dari kita yang bisa menghentikan tangisannya melainkan engkau, Wahai Fathimah”
Jika dulu kita mendengar kisahnya Fathimah berlari mengejar Rasulullah ﷺ yang ditimpuki kotoran di atas tubuhnya dikala sujud, kau akan dapati kisah itu Fathimah masih kecil. Tapi setelah itu, adakah riwayat yang menyatakan Sayyidah Fathimah keluar dari rumahnya? Tidak ada, kecuali satu riwayat ini Sayyidah Fathimah dengar terpaksa keluar dari rumahnya untuk mendatangi ayahnya yang menangis tiada hentinya.
Sayyidah Fathimah keluar hari itu. Disaat Sayyidah Fathimah keluar, seorang sahabat dan sahabat-sahabat lainnya yang hari itu sedang mengelilingi Nabi Muhammad ﷺ berteriak,
“Allahu Akbar! Apakah ini Fathimah bintu Muhammad?”
Dia keluar bukan dengan wajahnya yang terlihat, tapi apa yang diperlihatkan seorang Fathimah? Rasa malunya membuat dia tidak lagi muncul rasa gengsi untuk tidak terlihat indah dimata lainnya, melainkan keindahan hanya dimata Allah.
Kau tahu Sayyidah Fathimah keluar dengan apa?
Dengan jubah yang dibuat dari bahan karung yang kasar. Sayyidah Fathimah menutup tubuhnya, dirinya, wajahnya, yang sampai ditemukan didalam pakaiannya terdapat belasan tambalan. Dia puteri Nabi Muhammad ﷺ .
Mana perempuan yang hari ini bajunya jika tidak manik-manik dia enggan keluar dari rumahnya? Jika bajunya hari ini tidak berwarna dia enggan keluar dari rumahnya. Jika hari ini bajunya bukan baju yang mungkin trennya paling indah, dia malu untuk keluar dari rumahnya.
Seorang Fathimah keluar dari rumahnya hanya demi menenangkan tangisan sang ayah. Saat Sayyidah Fathimah keluar, didapati jubahnya yang membalut tubuh mulianya, bukan balutan sutera maupun balutan kain yang paling berharga, justru kain yang harganya paling terendah, dan balutan itu diiringi dengan tambalan belasan yang bukan hanya satu atau dua atau tiga tambalan, tetapi belasan tambalan yang menambal pakaian puteri manusia yang paling dicintai Allah dan RasulNya.
Seorang sahabat berteriak,
“Ini Fathimah? Demi Allah ini Fathimah dengan bajunya yang ditambal dengan belasan tambalan.”
Saat itu sahabat yang melihat merasa iba, merasa malu, merasa terenyuh. Mereka bukan malu karena melihat seorang wanita yang pakaiannya tidak layak, tetapi mereka malu dengan cintanya mereka kepada dunia sementara puterinya Nabi Muhammad ﷺ mencerminkan kepada kita, betapa dunia tidaklah berarti sama sekalinya.
Datang Fathimah menenangkan ayahnya dengan tangisan, karena turunnya wahyu yang menakutkan keadaan umatnya.
Coba kita ukur diri kita hari ini, bagaimana kita dengan malunya seorang Fathimah. Jika kalian ingin berada di dalam barisan kelompok orang yang matanya esok dipejamkan oleh Allah saat dia melintasi jembatan Sirath, maka kau harus punya malu yang paling tinggi. Karena hanya orang yang punya malu, yang esok akan berada dibarisan orang-orang yang akan berjalan dibarisannya seorang Sayyidah Fathimah.
Orang yang didunianya merasa tinggi malunya, sehingga Allah jaga dia dan tidak Allah buka kekurangannya, bahkan hanya untuk berjalan. Jangankan aibnya, jalannya saja Allah tutup mata manusia untuk tidak ada yang boleh melihat kepadanya.
Dan jika saya ataupun kalian mau berada di barisan itu, maka cinta saja kepada Fathimah belumlah cukup, melainkan kau harus layakkan dirimu memiliki sifat perangai rasa malu yang tinggi agar esok bisa bersama dengan seorang Sayyidah Fathimah.
والله اعلم بالصواب