Tanggal : Selasa, 30 Mei 2023
Kitab : Mukasyafatul Qulub
Karya : Imam Al Ghazali
Guru : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat : MT Banat Ummul Batul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
PENDAHULUAN
Ulama itu paling takut jika wafat mereka tidak bisa menyebut kalimat Lailahaillallah karena bahkan lidah kitapun tidaklah bergerak kecuali dengan izin Allah.
Saat lisan kita ini bisa berucap kebaikan, tandanya lisan kita ini memang diizinkan oleh Allah untuk berucap kebaikan. Namun saat lisan kita ini ternyata berucap keburukan, harusnya kita merasa bersedih, bukan sedih karena lisan kita berucap keburukan, tetapi karena justru disitu ada izinnya Allah membiarkan kita berucap buruk.
Allah tidak melarang kita, karena Allah ingin ucapan buruk (yang kita lontarkan dari lisan kita) itu, (datangnya) berhenti dari pikiran kita. Kita yang tidak mau berucap buruk. Berusaha berpikir untuk tidak berucap buruk.
Tapi untuk kita berdzikir hari ini, kita menyebut nama Allah, berdoa bermunajat kepadanya, Allah izinkan lisan kita mau membaca dari rangkaian doa yang ada.
Karena terkadang kita tidak sadar, datang pengajian tapi sepanjang datang mulutnya tertutup. Dia hanya menikmati saja dengan telinganya, membacanya tidak. Alasannya karena belum bisa. Jika tidak bisa, maka belajarlah.
Setiap hari dari hari yang kita hadapi saat ini adalah anugerah (hadiah) dari Allah. Jika hari ini adalah hadiah dari Allah, maka harusnya kita bersama punya satu kesepakatan, “Maka saya tidak mau menyia-nyiakan hari ini dengan mengkhawatirkan hari esok.”
Kenapa banyak orang lupa menikmati hari ini? karena terlalu memikirkan hari esok.
Yang kerja, selalu kerja sampai badannya remuk. Ketika ditanya, “Ngapain kamu kerja?”. Lalu dijawab, “Agar masa tua enak.”
Tapi mereka terlalu sibuk pada hari yang dilalui. Mereka terlalu mengimpikan dan memikirkan masa mendatang sampai dia lupa menikmati hari ini. Hanya memikirkan yang besok saja.
“Aduh nanti kalau saya mati bagaimana ya?”
“Yang ngurusin saya kalau mati siapa ya?”
“Kalau saya sakit, siapa yang mau ngurusin ya?”
Tidak perlu berpikir seperti itu. Yang kamu perlu rasakan dan lakukan adalah menikmati hari ini dan jangan khawatir untuk hari esok serta jangan terbawa tentang yang sudah berlalu.
Punya masalah kemarin, berpikirnya sampai sekarang. Masalahnya kemarin sampai dia tidak bisa menikmati hari ini. Merusak momen saat ini yang dia hadapi. Tidak enak hidup seperti itu.
Yang paling tidak enak bukan kenyataan tentang, “kamu kasihan deh”, tapi tentang kamu tidak tahu caranya menghargai pemberian Allah. Kamu perlu dikasihani karena kamu tidak tahu caranya menghargai anugerah. Tidak tahu caranya menghargai anugerah Allah yang kamu masih ada sampai saat ini.
Bangun tidur masih melihat orang yang kita sayang ada disamping kita. Saat bangun tidur lalu membuka mata, masih melihat rumah kita masih sama, harta kita masih ada, tubuh kita masih sehat.
Bukan kah itu semua anugerah dari Allah?
Banyak dari kita bahkan karena terlalu sibuk memikirkan tentang yang besok dan terlalu terbawa suasana tentang kejadian yang lalu sampai tidak menikmati hari ini.
Harusnya yang lalu biarlah berlalu, yang datang serahkan kepada yang Maha Mengatur Keadaan (Allah). Adapun kita, nikmati semua pemberian yang Allah anugerahkan kepada kita.
Jika kita menikmati hari ini, maka tidak ada hari yang berlalu kecuali semuanya itu berharga untuk kita. Karena setiap hari-hari yang datang itu adalah hadiah, anugerah dari Allah, maka jaga kesempatan yang Allah berikan untuk kita.
Jangan sampai kita lupa tersenyum karena memikirkan yang besok dan kemarin. Hari ini kita senyum saja, senang saja. Jika ditanya oleh teman,”Kenapa kamu senyum terus?”
Maka jawablah, “Saya telalu bahagia karena saya masih punya hari ini. Terlalu gembira karena saya dapat jatah hari ini. Saya senang karena ini adalah pemberian dari Allah.”
Jangan sampai kita merusak nikmat yang Allah berikan kepada kita hanya karena pikiran kita yang tidak mampu dikendalikan.
InsyaAllah, Allah jaga kita semua, Allah memberi kita anugerah hari ini dan anugerah-anugerah di hari esok dengan pemberian-pemberiannya yang begitu indah, dan kita mampu mensyukuri dari setiap nikmatnya.
InsyaAllah, aamiin aamiin ya Rabbal ‘alamin.
KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB
Masih membahas tentang nasihatnya Nabi Isa a.s.
Dimana Nabi Isa a.s. berkata kepada hawariyyun (orang-orang yang ada disekelilingnya beliau),
“Aku telah membuang dunia kepada kalian. Maka kamu itu jangan sibuk dengan dunia setelah ku.”
Dunia sudah dibuang, dicampakkan, kepada kalian. Yang mau ambil, yang ingin dapat jatahnya, maka ambil lah. Jangan repot memakmurkan dunia setelah saya membuang dunia. Jangan kamu bangun dunia, padahal dunia sudah saya buang.
“Tidaklah berlalu dari seorang Nabi kecuali mereka semua mencampakkan dunia.”
Termasuk Nabi Sulaiman a.s. yang mempunyai kekayaan banyak tidak pernah tergiur dengan tipu daya dunia.
Kita harus belajar seperti itu, paling tidak belajar dari merasa cukup dan bersyukur dengan dunia yang didapati sampai saat ini. Artinya jangan melihat kenikmatan lebih tentang orang lain, jangan melirik orang lebih, “Enak banget jadi dia.”
Karena biasanya muncul dari perasaan itu lah kamu mati-matian dalam menggapai dunia.
Jika kamu merasa cukup, dunia akan datang kepadamu dengan sendirinya.
Kamu tidak lelah, tiba-tiba datang rezeki, tiba-tiba datang jalannya, padahal kamu sedang tidak memaksa datangnya rezeki itu. Tapi di saat kamu sedang memaksakan diri untuk mendapatkan rezeki atau bahkan lagi merasakan butuh, justru rezeki tak kunjung datang. Saat itu juga kerjaan tidak ada, pesanan tidak ada, padahal sedang butuh. Jawabannya sederhana, karena saat itu kamu butuh dengan dunianya, bukan butuh dengan Allahnya.
Karena kamu terlalu fokus dengan kebutuhan itu, sehingga membuatmu lupa padahal kebutuhan itu tidak akan datang jika tidak diizinkan Allah.
Maka dari itu kita diajarkan oleh ulama, minta garam saja ke Allah. Jangan minta ke manusia.
“Jangan kamu sandarkan kebutuhan mu kepada selain Allah.”
Disaat kita sedang butuh, jangan merasa butuh dengan uangnya (dunianya). Jika kamu merasa butuh dengan uangnya, maka kamu sudah salah butuh. Karena uang jika sudah Allah izinkan untuk sampai, sampainya tidak terkira, bisa lebih cepat daripada transfer m-banking.
Allah punya aturan itu kun fayakun. Jika Allah sudah atur, semuanya selesai, tidak adalagi yang sulit. Oleh karena itu,
“Seberapa pun nominal angka terkait dengan keuangan (dunia) dengan kebutuhan tentang duniamu, berapapun yang kamu miliki saat ini belajarlah untuk merasa cukup akan adanya itu.”
Ini bukan tentang banyaknya, tapi merasa cukupnya dulu. Setelah kamu merasa cukup, jika ingin lebih bukannya tidak boleh, tapi disuruh datang jangan salah pintu, mintanya kepada Allah.
“Ya rabb, ingin hadir haul”
“Ya Rabb, ingin pergi jalan-jalan”
“Ya rabb, ingin punya rumah baru.”
“Ya rabb, ingin nyekolahin anak, datangi uangnya”
Mintanya kepada Allah, kapanpun keadaan itu sedang kamu rasakan. Saat kamu terhimpit sekalipun, minta.
Jangan pernah mencari solusi kepada manusia karena kamu akan kecewa.
Yang membuat kecewa itu bukan manusianya, tapi karena kamu tidak paham karakternya Allah dengan karakternya manusia itu berbeda.
Manusia itu sifatnya menolak. Sedangkan Allah itu sifatnya merangkul, memeluk, menerima, dan membuka.
Jika kamu datangnya ke manusia, kamu harus siap ditolak. Jika kamu datang kepada manusia lalu ditolak, harusnya kamu tidak kaget. Karena itu manusia, sifatnya manusia jika disusahkan sedikit, pusing kepalanya.
Tidak perlu kecewa saat kamu datang kesalah pintu. Oleh karena itu, datanglah ke pintunya Allah, munajat kepada Allah, berdoa kepada Allah. Serahkan semua masalah dan urusan kepada Allah. Tidak ada orang yang datang kepada Allah kecewa. Tidak ada orang yang datang kepada Allah dengan tangan hampa. Datang kepada Allah, Allah yang kasih jalan.
Selalu mengangaitkan hubungan apapun itu kepada Allah.
Mau apa-apa minta kepada Allah, jangan kepada yang lain. Karena sifatnya dunia seperti itu.
Nabi Isa a.s. membuang dunia, Rasulullah SAW membuang dunia, dari Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad SAW., semua para anbiya mencontohkan kepada kita untuk tidak jatuh cinta kepada dunia.
Dunia ini busuk. Siapa yang menjatuhkan dirinya disini (dunia), maka dia pasti akan terkena maksiat didalamnya, permainan kotornya dunia.
Jika kamu ikuti, mau tidak mau kamu akan terjatuh disini. Jika kamu sudah terjatuh disini, kamu pasti terkena kotoran disini.
Kenapa kita dihimbau untuk tidak bekerja dibank? karena bank itu sangat identik dengan riba.
“Tapi saya kan tidak makan uang riba, Ustadzah”.
Kamu tidak makan uang riba, tapi cipratan riba itu terkena ke kamu.
Saya kerja direstoran tapi restorannya jual minuman keras.
“Tapi kan saya tidak minum, Ustadzah”.
Kamu tidak minum, tapi kecipratan dari apa yang ada dari hal-hal tersebut bisa terkena kamu. Melayani, b, walaupun mencuci piring/gelas orang mabuk.
Kamu jatuh kesitu, pasti mau tidak mau kamu terbawa. Dan jika sudah terbawa, kamu bisa maksiat.
Diingatkan,
“Akhirat tidak akan bisa kamu dapatkan, kecuali kamu benar-benar berpaling dari dunia.”
Kamu tinggalkan dunia, maka akhirat bisa kamu dapatkan. Tapi jika kamu mengejar hanya pada dunia sehingga membuatmu lupa pada akhirat, maka kamu akan rugi.
Ulama mengatakan,
“Jangan pernah kau jual agamamu demi dunia. Tapi kau boleh beli agamamu dengan dunia.”
Menjual agama untuk dunia, tidak boleh. Tapi membeli agama dengan dunia, boleh.
Kamu punya dunia, dan membeli akhirat. Beli akhirat dengan apa?
Misalnya,
Jika didunia kamu membeli sebidang tanah untuk kamu warisi ke anak-anakmu.
Jika untuk membeli agama dengan duniamu, maka kamu akan
“Saya beli tanah ini untuk ku wakafkan dijalan Allah”.
Beli agama dengan dunia. JANGAN jual agama untuk dunia. Itu fatal.
Misalnya,
Jangan menjual agama demi kerudung, beras, sembako, dan uang.
Terkadang yang membuat sedih seperti ini. Menjualnya sangat murah. Karena kaos, kerudung, agar senada. Jika ada embel-embelnya jangan pernah terima.
Menjual agama untuk dunia, dosa.
Apa artinya jika ternyata yang kamu pakai disitu ada nilai agama yang tergadai, ada nilai agama yang kamu jual. Maka, jangan lakukan itu!.
Menjual Agama untuk Dunia
Ada sebuah kisah nyata. Dia punya saudara. Dia sedih melihatnya, ekonominya sangat kurang tapi ingin menyekolahi anak-anaknya. Akhirnya datang seseorang yang ingin menyekolahi anaknya lalu dia memberikan syarat, “Boleh, tapi syaratnya setiap minggu kamu pergi ke gereja.”
Untuk apa sekolah tapi ada agama kita yang menjadi pertaruhan. Lebih baik kamu susah, lebih baik kau tidak berilmu, bahkan lebih baik kamu tidak ada title sekolah jika itu harus menjual agama.
Ini akhir zaman, godaannya jauh lebih dahsyat
Yang paling ditakuti adalah kamu itu memenuhi syahwat sesaat, dorongan keinginan sesaat, tapi dari dorongan itu yang kamu rasakan melahirkan kesedihan sepanjang abad.
“Saya menyesal dulu pernah kerja di suatu pekerjaan, diperintahkan untuk memalsukan dokumen, agar uang yang keluar lebih, melebihkan anggaran, dan lain sebagainya.”
Mau minta ridho nya ke siapa? Atasannya sudah tidak tahu kemana, dia nya sudah tidak tahu kemana. Menyesalnya sepanjang abad, “Kenapa dulu saya menipu, kenapa dulu saya membohongi orang.”
Imam Ghazali mengatakan,
“Manusia itu lucu. Dia takut puasanya batal karena air mata, tapi tidak pernah takut untuk jatuh ke neraka karena perilaku dan perbuatannya.”
Jika saat puasa lalu menangis, dia takut batal puasa. Menjatuhkan air mata ditengah-tengah berpuasa, dia takut puasanya batal. Tapi dia tidak pernah takut menjatuhkan dirinya ke neraka, dia tidak pernah takut menjatuhkan dirinya di tempat yang salah, di tempat maksiat.
Banyak orang yang memenuhi keinginan syahwatnya, dari dorongan dirinya ingin mendapatkan dunia, sampai apa yang dia perbuat itu mewariskan kesedihan sepanjang masa.
Nasihat Nabi Isa a.s.,
“Aku bentangkan kepada kalian dunia, dan kalian duduk diatasnya. Jangan sampai para raja, wanita, merebut dunia dari tangan kalian.”
Yang dikejar oleh raja adalah mereka ingin kerajaannya tetap ada. Jika bisa, pencapaian wilayahnya semakin besar. Jika kamu lihat film kerajaan, adanya penjajahan karena mereka ingin meluaskan kekuasaannya. Dia ingin melebarkan wilayah tempat dia berkuasa disana.
Kenapa dia melakukan itu? Apa yang mereka cari dari perbuatan itu?
Mereka mencari pangkat, harta, dunia. Sama seperti negeri kita dulu saat dijajah, yang dicari penjajah adalah kekayaan yang ada di negeri kita, sumber daya yang ada dinegeri kita. Mereka akan mengambil apa yang bisa diambil, emasnya, lautnya, penghasilan buminya. Balik lagi tentang dunia.
Hampir tidak ada orang yang ingin menjadi raja tapi semakin berkuasa dia karena ingin menebarkan kebaikan kepada semua rakyatnya. Pernah dengan cerita itu? Ada datang seorang raja, dia ingin meluaskan kerajaannya wilayahnya agar dia bisa semakin banyak menebar kebaikan kepada semuanya atau banyaknya menebarkan kekuasaannya itu karena dia mencari tuntutan dunianya?
Begitu juga perempuan diingatkan. Hati-hati, wanita merebut dunia dari tangan kalian, maka jangan mengambil dunianya mereka. Kamu tidak akan didekati selagi kamu mengejar mereka. Kerajaan, harta, tahta, martabat, selagi kamu mengejar mereka, mereka akan lari. Selagi kamu lari dari mereka, mereka datang mengejarmu.
Orang yang sangat ingin menjadi penguasa, pemimpin, orang yang paling diaku dan dihargai, saat kamu sedang datang perasaan itu menguasaimu, maka saat itu kekuasaan pengakuan kepemimpinan lari dari kamu semua, tidak ada yang mau dekat denganmu. Walaupun kamu jadi pemimpin itu, maka kamu adalah pemimpin yang dihina dijatuhi orang. Kenapa? Karena kamu terlalu haus dengan kekuasaan itu, kamu terlalu ingin menjadi penguasa itu.
Saat ulama dikejar diminta untuk menjadi raja, mereka tidak mau. Justru yang tidak mau, yang dikejar. Begitu juga sekiranya dunia.
Dunia diberi perumpamaan seperti perempuan. Sifat perempuan jika dikejar, maka dia lari. Dikejar, dia belagu. Hampir rata-rata seperti itu.
Dunia seperti perempuan, jika dikejar dia lari. Maka dari itu jangan mengejar mereka, jangan berebut mereka. Kalau kita berebut, kita tidak akan dideketi dia. Karena mereka tidak akan mendekati kita sampai kita yang meninggalkan mereka.
Dapat berapa aja senyum, alhamdulillah.
Dunianya penasaran, “Ini orang saya kasih sedikit cukup, dikasih banyak syukur. Kayanya saya nggak berarti banget untuk dia.”
Menyikapi Dunia Butuh Kedewasaan
Harga tiga permen diwarung (nilainya) Rp 1.000. Orang dewasa dapat permen satu, tersenyum. Dikasih lebih, (berucap) terima kasih. Dikasih satu atau banyak bagi kita (orang dewasa) sama. Tapi yang dikasih lalu senang siapa? Anak kecil.
Dimata mereka (anak kecil), permen itu segalanya. Diberi satu dia senang. Tapi saat dikasih lebih, dia lebih senang lagi.
Seseorang kepada dunia jika dia jadikan dirinya dewasa, maka dia akan menyikapi dunia tiada arti.
Seperti orang dewasa menyikapi permen, biasa aja.
Tapi jika kamu menjadi anak kecil dalam menyikapi dunia, maka lihatlah anak kecil dikasih permen ditangannya yang satu, dia mau lagi. Bahkan terkadang tangannya penuh, mulutnya juga masih ada permen, tapi masih mau lagi. Tidak ada anak kecil yang bilang cukup dengan permen.
Seseorang jika menyikapi dunia seperti anak kecil maka dia akan menyikapi dunia layaknya anak kecil menyikapi permen, tidak pernah puas dan tidak pernah cukup.
Seperti kita, diberi dunia tidak mnolak. Kapan saja orang memberi, kita terima. Tapi lihat, menyikapi dunia butuh kedewasaan. Yang perlu dewasa itu dirinya kita dalam memandang dunia.
Maka diingatkan,
“Dunia itu mencari dan dicari.”
Orang itu kerjaannya mencari atau dicari oleh dunia. Dia yang dikejar oleh pekerjaan atau dia yang sibuk mengejar pekerjaan.
“Siapa yang sibuk mencari akhirat, maka dia akan dicari oleh dunia sampai sempurna rezekinya didunia ini.”
Ini yang harus kamu jadikan pegangan hidupmu.
Orang yang mengejar akhirat, sudah pasti dia dikejar-kejar dunia, di cari oleh dunia sampai sempurna rezekinya didunia. Adapun para pencari dunia, maka dia akan dicari akhirat. Tapi yang pertama mencarinya siapa? Kematian.
Kematian mengincar dia, kematian akan datang menjemput dia dan akan mencekal lehernya. Orang-orang yang seperti itu pada umumnya seringkali diberikan kematian hampa, sia-sia karena dia sangat haus kepada dunia. Akhirnya dia pun dikejar akhirat, tapi yang mengejarnya adalah kematian dulu. Kematian tidak sabar menunggu waktunya dia, “Kapan ini orang mati, kapan ini orang habis.”
Sama seperti laut tidak sabar melihat orang yang membuka aurat dan masuk didalamnya. Laut setiap hari meminta izin kepada Allah,
“Yaa Rab, boleh tidak saya gulung ini orang?”
“Yaa Rab, boleh tidak saya tenggelemkan dia?”
“Ya Rab, boleh tidak saya kasih tsunami aja?”
Laut setiap hari meminta izin kepada Allah karena bukannya laut dijadikan sebagai tempatnya tafakur tapi malah dijadikan tempatnya maksiat.
Rahmatnya Allah yang mengatakan jangan. Kasih sayangnya Allah yang menahan. Sampai akhirnya walaupun dilaut maksiat, dia tidak ke gulung dilaut. Ini semua ciptaan Allah untuk tafakur bukan untuk dimaksiati, bukan untuk di rusaki.
Sama seperti orang didunia hidup diatas bumi tapi dia melakukan maksiat, kesalahan. Dia obral dirinya, membuka auratnya. Bahkan dikatakan, perempuan saja walaupun dia pakai baju panjang tapi didalam bajunya dia tidak memakai celana panjang, maka tanah yang melihatnya mengatakan,
“Tunggu, nanti kalau kamu masuk ke saya, habislah kamu. Kalau kamu masuk ke saya, saya remukin tulang belulangmu”
Selama ini kamu menunjukkan auratmu, bumi ini murka, tanah ini murka karena merasa tidak dihargai olehmu.
Itu bentuk marahnya bumi karena kita membuka aurat.
Hakikatnya, semua apapun yang ada dimuka bumi ini bukan untuk mempertontonkan maksiat kita kepada Allah.
Setiap kita berjalan dan kita tidak menggunakan celana (panjang) didalam abaya kita, berarti ada aurat yang nampak dari diri kita. Misalnya hanya pakai pakaian dalam saja. Maka saat itu bumi murka, merasa tidak dihargai oleh kita.
Seolah bumi berkata, “Tunggu, waktu kamu masuk nanti kesini. Kalau nanti tubuh mu masuk ke sini aku akan meremukkan tulang belulangmu”
Bentuk marahnya bumi karena kita menunjukkan aurat kita kepada mereka.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita berdoa saat membuka baju agar tidak ada yang memang sengaja kita pertontonkan aurat kita kepada mereka.
Walaupun hanya tembok dirumah atau ada makhluk lain yang tinggal dirumahmu. Kita juga perlu menghargai malaikat Raqib dan Atid yang ada disamping kanan dan kiri kita yang selalu menyertai kita.
Bukankah Sayyidina Usman bin Affan, sahabat Rasul beliau mendapat julukan orang yang paling malu kepada Allah sehingga para malaikat malu kepadanya.
Setiap mau ke kamar mandi, dia bentangi sorbannya dengan rasa malunya dan berkata,
“Malaikat kamu disini aja, jangan ikut saya kedalam”
Dia memikirkan malaikat yang ada. Sementara jika kita terkadang tidak memikirkan siapa-siapa.
Dan kita berhadapan dengan kaum orang-orang yang diluar sana bermaksiatpun tidak malu didepan orang.
Dunia dikejar, maka dia lari. Tapi jika kamu mengejar akhirat, maka dunia yang lari mengejarmu.
Selalu belajar untuk mengejar Allah, mengejar ilmunya Allah, ilmu yang dibawa Rasulullah SAW, maka kamu akan rasakan tidak akan ada dari duniamu yang berkurang.
Jika ada orang yang berpikir,
“Karena ngaji saya punya pekerjaan jadi terbengkalai”.
Saya jamin itu salah. Karena mengaji, menuntut ilmu, dan belajar, maka dia merasa penghasilannya berkurang. Itu salah.
“Tapi kenyataan memang begitu, Ustadzah”
Itu masa transisi antara imanmu sedang diuji, apakah kamu terus kuat atau kau kalah dari godaan yang ada.
Jalan Rezeki Terbuka Karena Keluarganya Selalu Mengaji
Ada sahabat Rasul, adik kakak. Yang satu sibuk bekerja dipasar sehingga jarang bertemu Nabi Muhammad SAW. Tapi dia punya adik, dimana Nabi ada, disitu ada dia. Tiba-tiba si kakak lagi datang momennya bertemu Nabi Muhammad SAW.
“Yaa Rasul, saya punya adik padahal saya sudah bukain toko untuk usaha tapi dia tidak pernah datangi. Tolong nasihati dia Rasul, agar dia mau ke tokonya.”
Lalu Rasul bertanya, “Sementara kamu sendiri bagaimana?”
Kakaknya menjawab, “Kalau saya alhamdulillah. Allah kasih rezeki saya luas, usaha saya jalan, dagangan saya lancar.”
Rasulullah kemudian mengatakan, “Barangkali jalan rezeki mu terbuka gara-gara adikmu yang ngaji mulu. Bisa jadi tokomu ramai gara-gara adikmu terus.”
Kita terkadang masih terbatas tidak bisa mengaji. Herannya orang kita ini, sudahlah kita terbatas tidak bisa mengaji, tapi malah membicarakan orang yang bisa mengaji.
Padahal jika ada dari suatu keluarga, tiba-tiba dia rajin mengaji, dia senang mengikuti syekhnya kemana-mana, lalu dia dijadikan perbandingan dengan keluarganya, “Kamu ngaji mulu, hidup ala kadarnya. Lihat dong saya, saya punya ini.”
Hey jangan sombong! Boleh jadi karena kamu punya saudara selalu mengaji, kamu jadi kaya, kamu jadi punya harta.
Maka kesimpulannya apa?
Jika Rasulullah SAW menegur sahabat tadi,
Barangkali gara-gara saudaranya yang selalu mengikuti Rasulullah kemana-kemana, Allah buka jalur rezekinya. Maka saya ambil kesimpulan,
Jika orang yang selalu rajin dalam mengikuti kebaikan Allah memberikan peluang untuk membuka jalan rezeki bagi keluarganya, apalagi untuk dirinya.
Jika keluarganya saja bisa dibuka lantaran seorang dia yang selalu melazimi dirinya untuk kebaikan, apalagi dirinya.
Jika dia mau membuka peluang mencari rezeki, Allah akan buka jalan baginya dari jalan yang tidak diduga-duga. Itukan janjinya Allah, tidak pernah bohong.
InsyaAllah kita bisa terus melazimi diri kita, berusaha untuk tetap terus teguh didalam berjuang dijalan Allah dan Rasulnya.
Rezeki akan ikut bagi kita yang terus mengikat diri pada kebaikan.
Maka ikatlah diri kita dengan kebaikan. Buat diri kita bersandar pada kebaikan. InsyaAllah mudah-mudahan, Allah akan terus menggiring kita untuk dibukakan pintu-pintu kebaikan.
Aamiin aamiin yaa Robbal ‘Alamin.
والله أعلم بالصواب