MQ EPS 74
Tujuan taat itu agar membuatmu semakin rendah di hadapan Allah SWT, bukan semakin angkuh karena merasa paling hebat.

Tanggal   : Selasa, 22 November 2022
Kitab        : Mukasyafatul Qulub
Karya       : Imam Al Ghazali
Guru        : Ustadzah Aisyah Farid BSA
Tempat     : MT Banat Ummul Batul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

PENDAHULUAN

Diantara keutamaan Hadroh Basaudan adalah Allah SWT memelihara kita, Allah SWT menjaga kita, Allah SWT melindungi kita dari bala’, wabah, musibah yang datang di hari ini sampai satu minggu mendatang. Sebagaimana perlindungan yang dirasakan oleh orang-orang sholihin yang mereka dawam membaca Hadroh Basaudan.

Perlindungan semacam ini bukan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang soleh saja, tetapi juga bisa dirasakan oleh orang-orang yang dawam, berusaha mengistiqomahkan diri di tempat-tempat baik seperti ini (Hadroh Basaudan).

Tentu jika hatinya saat datang kesini bukan hanya datang dengan tujuan hanya ingin tolak bala’, tapi pertama, dia niatkan dia datang ingin dekat dulu pada Allah SWT. Kamu ingin minta perlindungan pada siapa jika kamunya saja tidak dekat pada yang dimintakan perlindungan. Lalu setelah itu minta agar ditolak bala’ atau segala macam hajat lainnya.

Di hari kiamat tidak ada siapapun bahkan malaikat yang berani memutuskan apa-apa untuk kita. Karena yang menghakimi hanya Allah SWT, yang mengadili hanya Allah SWT, dan yang akan mengambil keputusan mutlakpun hanya Allah SWT.

Tujuan kita hidup hanya dua. Dekat dengan Allah SWT dan meminta, berharap ridho Allah SWT.

Diantara keutamaan Hadroh ini, bisa melindungi orang yang tidak datang ke tempat ini.

Contoh;
Kamu hadir Hadroh, tapi Allah SWT selain akan melindungi kamu, Allah SWT juga akan melindungi orang tuamu, suamimu, anak-anakmu, bahkan seluruh ahli keluargamu.

Sejatinya Allah SWT mampu memberi lebih dari yang kamu bayangkan.

KAJIAN KITAB MUKASYAFATUL QULUB

Diriwayatkan dari Abi Darda (Sahabat Nabi Muhammad SAW), yang mana beliau berkata, “Wahai Rasul, tolong nasehati saya.”

Sahabat selalu menjadi orang yang haus akan nasehat. Terlihat dari mereka yang sering kali datang kepada Rasul dan meminta nasehat khusus.

Kebanyakan dari kita datang ke tempat taklim sudah merasa dinasehati. Padahal sejatinya kita datang ke taklim bukan sedang dinasehati, tapi sedang sama-sama belajar.

Jika ada kata-kata yang ditujukan bukan dengan niatan sengaja, tapi kebetulan bagian itu kita memang sedang berkenaan, maka berarti Allah SWT ingin hal itu didengar oleh telinga kita. Memang Allah SWT sedang menyampaikan pesan ini melalui lisan guru-guru kita.

Rasulullah SAW menjawab pertanyaan Abi Darda,

“Kamu ingin tau orang yang cerdas? Orang cerdas itu bukan yang hafalannya banyak, bukan yang sekolahnya tinggi. Orang cerdas adalah orang yang bisa mengevaluasi dirinya sendiri, lalu pintar dalam memilih pekerjaan.”

Ketika dia berkaca, dia tau apa yang harus dievaluasi, diperbaiki. Itu baru disebut orang cerdas.

Do’a berkaca : “Allahumma kamaa hassanta kholqii fahassin kholqi wa khuluqii.”

Kenapa wajah sudah diberi oleh Allah SWT tapi kita masih diminta doa “Fahassin kholqi” (“Perindahlah diriku”)?

Jika kita pelajari, Allah SWT sudah memberikan kita wujud rupa terindah. Tapi Rasulullah SAW mengajarkan perindah lagi diri kita dengan akhlak yang baik. Dari bercermin saja kita bisa belajar mengevaluasi diri.

Kerja apa yang paling bagus menurut Rasulullah?

Pekerjaan yang bagus adalah amal perbuatan yang dia kerjakan bukan hanya tentang kehidupan sekarang, tapi juga untuk kehidupan yang akan datang (akhirat).

Orang cerdas hanya memberikan porsi yang cukup untuk yang sementara, tapi akan mati-matian untuk yang kekal.

Jika kebaikan itu jangan menunggu waktu senggang, tapi senggangkan waktu untuk kebaikan.

RasulullahSAW berkata : “Orang yang lemah walaupun sejatinya dia terlihat kuat, orang lemah itu selalu mengikuti hawa nafsu, yang dilakukan selalu berangan-angan.”

Jika kita mengikuti inginnya dunia, maka tidak akan ada habisnya.

Imam Bushiri berkata : “Hawa nafsu itu seperti anak kecil yang masih menyusui.”

Hawa nafsu seperti bayi yang tidak pernah puas saat menyusu. Proses menyusu itu hanya bisa terlepas ketika sang ibu melepaskannya.

Di akhirat itu momennya pembagian. Jatah yang kamu dapat di akhirat itu sesuai dengan kadar usahamu di dunia.

Rasulullah SAW menambahkan nasehatnya kepada Abi Darda,

“Cari pekerjaan, penghasilan yang baik. Hasilnya membuatmu semakin dekat kepada Allah SWT, hasilnya membuatmu semakin ingin memberi lebih kepada Allah SWT, perhatikan juga dari halalnya serta kemanfaatannya.”

Tidak ada satupun dari kita yang dilarang bekerja, baik laki-laki atau perempuan. Semua boleh bekerja. Yang harus diperhatikan itu cara bekerja, hasil yang diraih dan dimana bekerja.

Rasulullah SAW menambahkan nasehat lagi kepada Abi Darda, “Beramal soleh, kerjakanlah amal soleh. Ketika sudah bekerja, sudah beramal soleh, maka jangan lupa berdo’a kepada Allah SWT.”

Dengan bekerja, janganlah kamu menjadi orang yang meninggalkan kebaikan. Jangan lupa berdo’a kepada pemberi rizki.

Rasulullah SAW berkata : “Mintalah kepada Allah SWT rizki cukup untuk hari ini saja.”

Jika meminta pada Allah SWT , mintalah yang cerdas.
Misal, hari ini kamu butuh untuk beli rumah, maka minta pada Allah SWT agar kamu diberikan rizki yang cukup untuk membeli rumah.

Tolak ukur rizki itu bukan angka/nominal, tapi bagaimana cara kamu membutuhkan sesuatu lalu Allah SWT bisa memberikan itu kepadamu.

Rizki yang Allah SWT berikan untukmu dengan kebutuhanmu hari ini, maka itu rizkimu. Yang menumpuk di ATM mu belum tentu menjadi rizkimu.

Setiap kali kamu meminta rizki pada Allah SWT sesuai dengan kebutuhanmu, maka semua kebutuhanmu terpenuhi.

Kenapa orang soleh tidak pernah berpikir untuk menyimpan, tapi jika mereka ingin sesuatu, ada? karena mereka berpikir tidak mau menyimpan, tapi jika butuh mereka langsung minta kepada Allah SWT , “Adain Ya ALLAH ..

Yang seperti ini mengajarkan kita untuk tidak tamak, tidak berangan-angan.

Dapat disimpulkan nasehat Nabi Muhammad SAW kepada Abi Darda yaitu :

  1. Bekerja yang baik
  2. Beramal soleh
  3. Berdoa kepada Allah SWT

Rasulullah SAW berkata : “Masukkan dirimu ke dalam golongan orang yang pasti mati.”

Dengan kita menghitung bahwa kita akan memiliki giliran waktu yang sudah ditentukan dari kematian, maka itu tidak akan membuat diri kita menjadi sombong.

Contoh;
Gempa Cianjur. Allah SWT mengajarkan kita bahwa skala richter itu bukan patokan hancurnya desa atau bangunan. Yang jadi patokan itu Allah SWT jika menghendaki sesuatu, maka akan terjadi.

Akan ada satu hari, akan nada satu detik dimana ketetapan itu akan datang kepada kita.

Bagi para sahabat, kematian itu lebaran. Karena berjumpa dengan kekasih itu bukankah nikmat? Perjumpaan dengan Allah SWT yang paling ditunggu-tunggu oleh mereka. Jika bagi kita, kematian itu berjumpa dengan Munkar dan Nakir.

Nabi Muhammad SAW berkata : “Waspadalah terhadap penyakit ujub (bangga diri).”

Kamu hebat. Kamu bisa bertahan sejauh ini. Kamu bisa melewati banyak ujian sampai saat ini”.

Kalimat-kalimat seperti itu merupakan apresiasi diri, dan itu tidak apa-apa. Tapi jika bangga diri tidak boleh, nanti yang lahir adalah sifat sombong.

Ujub (bangga diri) adalah penyakit yang paling bahaya dalam diri kita.

Orang yang ujub pada amalnya sendiri bisa melenyapkan pahala-pahala kebaikan yang telah dia lakukan. Orang ujub itu kerjaannya mengungkit amal.

Jalaluddin Rumi berkata, “Manusia jika saat senang datangnya ke orang yang dia cintai, tapi jika saat sedih manusia datangnya ke orang yang mencintai dia.”

Seperti kita. Kita jika senang tidak datang ke Allah karena kita tidak memiliki cinta yang besar ke Allah SWT.

Orang ujub akan datang kepada Allah SWT dengan kesedihan yang dia bawa, tapi dia ungkapkan amal kebaikan yang dia lakukan. (Naudzubillah min dzalik)

Dalam beramal soleh kita tidak pernah tau apakah amal kita diterima atau ditolak. Tidak ada yang tau. Jadi jangan pernah sombong!

Kita jangan terlalu percaya diri dengan apa yang kita lakukan sudah pasti benar. Kita itu memiliki patokan yaitu syariat. Modul kita dalam beramal adalah Rasulullah SAW.

Betapa banyak maksiat yang membuat pelakunya itu merasa hina dan menyesal karena maksiatnya.

Ada orang berbuat dosa, lalu malu dan menyesal atas dosanya, itu jauh lebih baik daripada orang berbuat kebaikan lalu dia bangga atas apa yang dia perbuat.

Lebih baik berbuat dosa, menyesal, dan meminta ampun kepada Allah SWT, daripada orang yang berbuat kebaikan tapi dari kenyataannya justru yang lahir adalah keangkuhan.

Tujuan taat itu agar membuatmu semakin rendah di hadapan Allah SWT, bukan semakin angkuh karena merasa paling hebat.

Kisah Orang Alim dan Preman

Ada orang alim di zaman Bani Israil sedang berjalan. Saat dia jalan melewati satu gang tiba-tiba dari kejauhan ada preman setempat yang sering mabuk, sering malak duit orang, dan lain sebagainya.

Orang alim begitu melihat preman dari kejauhan dia berkata, “Mimpi apa saya semalam, kok bisa satu gang sama orang begini?” (sombong).

Adapun si preman melihat orang alim dari kejauhan, dia taruh minumannya, disembunyikan, tangannya dicuci, berharap bisa salaman.

Ketika mereka berpapasan, yang maksiat menunduk di depan orang alim. Yang orang alim dengan angkuhnya berkata, “Hadza ahlu maksiat

Orang alim keluar dari gang itu ilmunya digugurkan oleh Allah SWT dan amalnya pun digugurkan oleh Allah SWT.

Sedangkan preman yang merasa malu bertemu orang alim, diubah keadaannya. Dia ditanami iman di dalam hatinya sehingga membuatnya menghindari perbuatan maksiatnya sampai mati dalam keadaan yang terbaik dalam hidupnya.

Jangan pernah menjadi orang angkuh atas apa yang kamu perbuat. Kita tidak pernah tau apa yang ada di dalam diri kita itu apakh membuat Allah SWT senang atau sebaliknya.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ