Mukasyafatul Qulub
Episode 4 : Antara Riyadhah & Kecenderungan Nafsu
Karya Syekh Imam Ghazali
Senin, 8 Juni 2020
Ustadzah Aisyah Farid BSA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Mukaddimah
Pada pembahasan sebelumnya, kita belajar tentang “Pentingnya kedudukan orang yang sabar“.
Kunci Setiap insan sebelum melakukan apapun adalah rasa takut kepada Allah. Untuk memilikinya perlu diupayakan / dipaksa, yaitu dengan bertambahnya pengetahuan kita kepada Allah.
Sabar perlu dorongan. Karena manusia hidup di dunia ini berperang melawan hawa nafsunya.
Seperti yang dikatakan Nabi saat pulang dari peperangan, kita ini pulang dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Sahabat berpikir akan ada perang selanjutnya yang lebih besar. Kemudian Nabi berkata, jihad peperangan merupakan jihad yang kecil sedangkan jihad yang besar adalah jihad hawa nafsu kita sendiri. Setiap jiwa yang hidup pasti memiliki nafsu.
Dekat dengan Allah
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa,
“Wahai Musa, jika kamu ingin aku lebih dekat kepada mu melebihi ucapan mu dari lidahmu atau lebih dekat daripada rasa was-was terhadap hati atau dari ruh ke badan, atau dari cahaya terhadap mata maka perbanyaklah kamu bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.”
Inipun berlaku untuk kita semua, jika kita ingin selalu berdekatan dengan Allah, maka perbanyaklah lisan kita ini untuk selalu shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Bekal untuk Akhirat
Hendaklah jiwa melihat apa yang perlu dipersiapkan untuk hari esok. Sudah punya persiapan apa untuk hari esok ? Kiranya apa yang bisa kau perbuat untuk menyelamatkan mu di hari kiamat nanti. Itu namanya bekal.
Dalam hidup kita ini perlu menyiapkan bekal untuk hari akhir. Bekal nya yaitu amal shaleh.
Hawa Nafsu
Ketahuilah manusia, nafsu amarah yang mendorong kita kepada keburukan, dia lebih harus kau musuhi dibanding iblis.
Kita tahu kita punya musuh, yaitu hawa nafsu kita sendiri, bahkan lebih perlu kita musuhi daripada iblis.
Allah mengatakan kita harus memusihi Iblis, tapi ada yang lebih perlu kita musuhi, yaitu hawa nafsu yang ada di dalam diri kita.
Kenapa setan itu mudah sekali mempengaruhi kita? Karena setan lebih kuat pengaruhnya jika kita menuruti hawa nafsu.
Jangan kau tipu dirimu sendiri dengan angan-angan belaka dan tipu daya syaiton. Karena setiap manusia mempunyai kebiasaan, cenderung merasa aman, tenang, lalai, santai, bermalas-malasan.
Kadang kepada perbuatan baik, kita mengedepankan hawa nafsu.
Seharusnya lebih mementingkan panggilan Allah ketimbang rasa mals kita.
Pada panggilan kebaikan biasanya kita merasa malas. Kita cenderung lalai, merasa aman.
Contohnya, datang terlambat ke majelis, karena merasa kajian belum dimulai, dan melambat-lambatkan untuk datang ke majelis. Kenapa seperti itu? Karena kita mengedepankan hawa nafsu kita.
Berbeda dengan orang yang terlambat datang ke majelis karena ada halangan.
Orang yang lalai, tidak ada rasa takut kepada Allah, tidak ada rasa mahabbah. Terkadang kita pun demikian.
Jika kita punya rasa takut kepada Allah, ada rasa khawatir saat mendengar panggilan azan. Tidak mungkin kita mengedepankan tidur dibanding panggilan Allah untuk ibadah .
Shalat seharusnya dilakukan di awal waktu, tapi karena menuruti hawa nafsunya, maka kamu kan celaka dikuasai oleh hawa nafsu kita sendiri.
Semua ajakan hawa nafsu membawa pada kebatilan. Tidak pernah hawa nafsu mengajak pada kebaikan. Dan semua yang datang darinya adalah tipuan. Jika kamu ridho terhadap hawa nafsu itu, dan menuruti hawa nafsu itu, maka ketahuilah kau akan celaka. Kau akan dikuasai hawa nafsu mu.
Jika kita tidak bisa menguasai hawa nafsu, maka kita kan dikuasan oleh hawa nafsu.
Imam Bushiri, Shahibul burdah mengatakan, “Nafsu itu bagaikan anak bayi, kalau kamu tidak menyapih maka dia tidak akan berhenti menyusu. Tapi bila kau sapih ia akan tinggalkan menyusu itu.”
Kalau hawa nafsu mengajak pada keburukan tapi kita tidak melawannya, maka tidak akan pernah dia berhenti mengajak mu kepada kebatilan. Yang harus menghentikan itu semua adalah kita sendiri.
Kalau ada ajakan bergosip, namimah, siapa yang bisa menghentikan itu semua kalau bukan kita sendiri.
Keburukan itu ada untuk kita memilih mau mengerjakan atau tidak. Sama seperti kebaikan ada untuk kita memilih mau dikerjakan atau tidak. Pendorong kepada keburukan itu mutlak hawa nafsu dan yang mencegah dirimu dari keburukan adalah keputusanmu untuk melawan hawa nafsu.
Lawan itu semua karena untuk mendidik hawa nafsunya, untuk mendengar kebaikan. Salah satu bentuk perlawanan.
Kalau kau lalai membuat perhitungan dengannya, maka kau akan tenggelam .
Jika kau tidak mampu melawan hawa nafsu, dan terus mengikutinya, ketahuilah maka kau akan dituntun untuk menuju api neraka jahannam. Nauzubillahminzalik.
Setiap orang yang melakukan dosa besar awalnya diiringi dengan perbuatan dosa-dosa kecil terlebih dahulu.
Dan orang yang mengantarkan pada perbuatan kebaikan, pasti diawali dengan perbuatan baik yang kecil-kecil. Semua ada awalnya.
Begitu juga hawa nafsu, awalnya kau digiring untuk menunda, hingga datang suatu waktu kau kehilangan waktu shalat hatimu tidak merasa menyesal tapi menganggap “Ya Sudahlah..”.
Nafsu tidak pernah mengajakmu pada kebaikan. Sifatnya menuntun orang pada keburukan. Pangkal segala keburukan, simpanan kekayaan iblis, dan tidak ada yang tahu keburukan nafsu yang sesungguhnya kecuali yang menciptakan yaitu Allah.
Nafsu adalah makhluk Allah yang saat diciptakan bertentangan dengan perintah-Nya.
Saat Allah memerintahkan Nafsu menghadap Allah, maka dia berbalik membelakangi Allah. Saat diperintahkan untuk membelakangi Allah, dia justru menghadap kepada Allah.
Melawan Hawa Nafsu & Menyegerakan Bertaubat
Bertakwalah kepada Allah, menjauhi perbuatan buruk, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kita kerjakan.
Jika seorang hamba ada yang merenung berpikir atas apa yang berlalu pada dirinya (bukan karena menyesali hal yang tidak berguna, namun menyesali umur yang sudah berlalu) tapi taat kepada Allah masih sedikit, maka itu akan menyucikan hatinya.
Nabi bersabda, “Merenung sejenak untuk kebaikan, pahalanya lebih utama daripada ibadah setahun“.
Maka hendaknya orang yang berakal dia bertaubat dari dosa-dosanya yang telah lalu.
Dan dia memikirkan apa yang membuat dirinya mendekatkan dirinya kepada Allah, dan yang dapat menyelamatkan dia di akhirat kelak. Selalu memendekkan angan-angannya. Menyegerakan taubat. Tidak menuruti hawa nafsunya.
Hawa nafsu itu ibarat berhala, siapa yang mematuhi hawa nafsunya , berarti dia telah menyembah berhalanya.
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan keikhlasan – siapa orang-orang yang ikhlas ? yaitu mereka yang bisa menentang hawa nafsu nya sendiri. Tidak perhitungan jika ibadah.
Ada orang yang mengatakan “Shalat tidak ada kaitannya dengan rezeki“, ini pernyataan orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Syaithan bertepuk tangan karena kita menuruti hawa nafsu kita.
Kisah Ulama Menahan Hawa Nafsu
Dikisahkan oleh Malik bin Dinar, suatu ketika berjalan di pasar dan dia melihat ada buat tin dijual. Tiba-tiba ia ingin buah Tin itu, kemudian di melepas sendalnya dan menyerahkannya kepada penjual buah tin tersebut untuk ditukar dengan buah tin. Kemudian pedagang tersebut berkata, “Sendalmu tidak sepadan dengan buah tin ku”.
Kemudian Malik bin Dinar meninggalkan penjual tersebut. Ada orang lain datang mendengar percakapan tadi kemudian memberitahu bahwa itu adalah Malik bin Dinar, seorang Ulama terkemuka.
Mendengar itu, dia menyuruh budaknya untuk membawa sekeranjang buat tin kepada Malik bin Dinar, jika kau mampu memberikan buah ini kepadanya, maka kau merdeka. Tapi Malik bin Dinar tidak mau menerimanya. Budak itu tetap merayunya karena disitu ada kebebasannya.
Kemudian Imam Malik bin Dinar berkata, jika disitu ada kebebasanmu, maka disitu pula ada siksaku.
Budak itu tetap merayu, hingga Imam Malik bin Dinar berkata, “Ketahuilah aku tidak akan menjual agamaku dengan buah tin dan aku tidak akan makan buah tin hingga hari kiamat“.
Kenapa Imam Malik bin Dinar menolak? Karena ia tahu penjual itu memberikannya karena mengetahui status nya sebagai ulama.
Apa yang dilakukan Imam Malik bin Dinar disini? Melawan hawa nafsunya, yang tadi menginginkan buah tin, hingga tidak mau memakannya hingga hari kiamat.
Hawa nafsu yang diperangi oleh ulama. Ini mengajarkan kepada kita, walaupun hanya buat tin, melawan hawa nafsu itu penting.
Ketika Imam Malik bin Dinar sedang sakit (yang akan mengantarkan pada ajalnya) ingin makan roti, susu dan madu, Beliau meminta khadimnya untuk membuatkannya. Setelah dihidangkan, Imam Malik memegang mangkok dan hanya memandangnya, sambil berkata, “Wahai nafsu aku telah bersabar dari mu selama 30 tahun untuk tidak memakan-makanan enak dan tidak tersisa dari umurku kecuali beberapa saat saja“. Lalu dia kembalikan mangkuk itu dan dia lebih memilih untuk bersabar. Dan akhirnya beliau pun wafat. Wafat dalam memerangi hawa nafsu padahal itu adalah hal sepele.
Kesederhanaan Rasulullah
Rasulullah lebih banyak dikisahkan makan makanan yang tidak enak ketimbang yang enak. Kesederhanaan yang dipilih oleh beliau di dalam hidupnya.
Jika kita hampir selalu makan-makanan enak, maka belajarlah untuk tidak mencela makanan saat itu tidak sesuai dengan nafsu kita.
Jangankan memerangi hawa nafsu, dalam mensyukuri nikmat pun terkadang kita tidak bisa.
Hikmah dari Kisah Ulama
Dari cerita ini, apakah jika kita menginginkan sesuatu itu salah? Tidak, itu merupakan suatu pilihan. Namun yang perlu kita perhatikan disini adalah saat-saat kita menginginkan sesuatu ada segelintir orang yang rela menebus apa yang diinginkannya walaupun dengan cara yang haram, untuk memenuhi hawa nafsunya.
Jika menginginkan sesuatu, Tanya lagi pada dirimu, apakah ini bermanfaat? Untuk kepentingan duniawi mu dan akhiratmu mana yang lebih besar?
Setiap makanan yang masuk ke perut mu akan dihisab, namun makanan yang kau bagikan ke orang lain akan dihisab tapi itu akan menguntungkan mu. Itulah mengapa orang alim rumahnya dibuka untuk makannya orang, setiap hari selalu ada tamu.
Karena disitu ada kepedulian terhadap orang lain, bukan kau pentingkan hawa nafsumu .
Dari kisah Imam Malik bin Dinar, mengajarkan kepada kita, beliau untuk makan enak menahan diri, bukan beliau tidak mampu tapi beliau tahu bahwa bahwa kadang-kadang keinginan kita menjerumuskan kita. Kalau kita banyak makannya, harus banyak syukurnya juga kepada Allah SWT,
Beginilah keadaan para Nabi, para Auliya, para Solihin orang-orang yang siddiq, orang yang merindukan Allah dan orang-orang yang zuhud.
Orang yang memerangi hawa nafsunya, lebih berat tugasnya dibanding orang yang menaklukan satu kota seorang diri.
Sayyidina Ali Ra berkata , “Saya dengan hawa nafsu seperti gembala dengan kambingnya“.
Sampai Kapan Berperang Dengan Hawa Nafsu ?
Siapapun kita, sampai kapanpun, hawa nafsu harus selalu diperangi. Memerangi hawa nafsu tidak akan ada habisnya.
Kita tidak akan tahu keistiqomahan kita !!
Barangsiapa yang bisa melawan hawa nafsunya, maka dia akan dikafani dengan kafan rahmat, dia akan dikubur di bumi karomah. Sebaliknya, dia akan dikafani dengan kafan laknat dan akan dikubur di bumi penyiksaan.
Melawan hawa nafsu disebut Riyadho.
Perangi hawa nafsumu dengan taat dan riyadho,
Riyadho : sedikit tidur, sedikit berbicara, sabar atas penyiksaan orang-orang disekitar, sedikit makan.
Sedikit tidur akan menyucikan hati.
Sedikit berbicara, akan didapat selamat dari keburukannya mulut, semakin banyak omong semakin bepeluang dalam menyakiti orang.
Sabar atas penyikasaan orang-orang sekitar, dia sampai ke derajat yang tinggi.
Ketahuilah caara membunuh syahwat yang paling baik yaitu menyedikitkan makan.
Karena dengan memperbanyak makan, hati menjadi keras, cahaya menjadi hilang, jauh dari Allah.
Terangilah hati kalian dengan lapar, perangilah dirimu dengan lapar dan haus, orang yang berpuasa, hawa nafsunya lemah,
Riwayat Rasulullah, “Hawa nafsu berjalan di tubuh anak adam seperti mengalir di aliran darah“.
Melemahnya (tubuh) saat lapar, membuat pikirannya tidak memikirkan keburukan orang lain. Orang lapar , hawa nafsunya juga melemah.
Kisah Abu Hurairah
Pernah suatu kali dikisahkan, Abu Huraira lapar dan mencari makanan sehingga beliau kebingungan bagaimana cara mendapatkan makanan. Ketika bertemu beberapa sahabat seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar tapi beliau tidak ditawarkan makan dirumah mereka. Hingga akhirnya beliau memberanikan diri untuk pergi kerumah Rasulullah. Karena beliau tahu, bahwa orang yang datang kepada Rasulullah tidak akan pulang dengan tangan hampa.
Kemudian Rasulullah bertanya “Kenapa kamu datang ?”, lalu Sayyidina Abu Hurairah menjawab, “Tidak kenapa-kenapa ya Rasulullah, saya hanya ingin menjenguk“.
Namun Rasulullah paham dengan keadaan Abu Hurairah. Lalu Rasulullah bertanya kepada istrinya “Ya Aisyah kita punya apa hari ini, siapkan kita sedang ada tamu ?”. Abu Hurairah kegirangan mendengar hal ini. Lalu dijawab oleh Sayyidah Aisyah “Kita tidak punya apa-apa kecuali susu, itu juga tidak sampai setengah gelas.”
Kata Nabi “Bawa sini”. Berkata dalam hati Sayyidina Abu Hurairah “Tidak apa-apa meskipun cuma susu, yang penting ada sesuatu yang mengganjal perut.”
Namun apa yang terjadi ? disini ada pendidikan yang diberikan Nabi kepada Abu Hurairah. Di masjid ada ashabul shufa (faqir miskin, termasuk Abu Huraira, yang tidak punya rumah, tinggalnya di teras masjid). Rasulullah berkata “Panggil mereka semua”, si fakir miskin yang ada di masjid tersebut (jumlah nya ada 70 orang).
Sayyidina Abu Hurairah melihat susu yang tinggal sedikit tapi masih harus dibagi kepada 70 temannya, tubuhnya lemas dan tak bisa berpikir akan kebagian berapa banyak. Tapi Abu Hurairah menaati perintah Rasul, maka diajaklah temannya itu dan kemudian datang mereka berbondong-bondong ke rumah Rasulullah.
Kemudian Rasulullah memberikan susu yang sedikit itu kepada Abu Hurairah dan menyuruhnya membagikannya kepada 70 Ashabul shufa.
“Berikan ini dan jangan kau tarik gelas itu sampai mereka yang menyatakan cukup“, kata Rasulullah kepada Abu Hurairah.
Kemudian dilaksanakannya perintah Rasulullah oleh Sayyidina Abu Hurairah dengan memberikan susu itu kepada mereka, dan tidak menarik gelas sampai mereka bilang cukup. uniknya dengan mukjizat Rasulullah, susu yang tinggal sedikit itu tidak berkurang sedikitpun meskipun sudah diminum banyak orang sampai mereka kenyang, senang dan bahagia.
Hingga tertinggal Sayyidina Abu Hurairah dan Rasulullah yang belum meminumnya. kemudian Rasulullah berkata “Sekarang giliranmu”, minum dan jangan tarik sampai kau kenyang, minum sepuasmu”.
Abu Hurairah mendapatkan rasa kenyang, setelah memerangi hawa nafsunya. Ketika lapar, dididik ditempa oleh Nabi, dengan memberikan makanan pada orang lain ketika perutnya juga lapar.
Hikmah Kisah Abu Hurairah
Disini Nabi adalah orang yang mementingkan rakyatnya, tidak makan sebelum rakyatnya kenyang. Itulah pemimpin sejati.
Setelah Abu Hurairah sudah merasa kenyang dan tidak sanggup memakan lagi, maka barulah Rasulullah meminum susunya, dan susu nya tidak berkurang sedikitpun. Lalu gelas susu tersebut dikembalikan lagi kepada istrinya.
Jika Rasulullah mau memberikan makanan kepada orang, Rasulullah mampu. Namun yang dikedepankan Rasulullah adalah tarbiyah, pendidikan. Dengan memberikan contoh melalui dirinya.
Ketuklah pintu surga dengan lapar. Orang yang lapar yang bisa melawan hawa nafsu, pahalanya sama dengna orang-orang yang mujahid fi sabilillah.
Tidak ada amalan yang dicintai Allah selain lapar dan haus.
Orang yang ingin mencicipi manisnya ibadah, tidak akan mencicipi jika perutnya dalam keadaan kenyang. Dengan kita sering lapar, kita akan merasakan nikmat.
Orang yang banyak tidur dan makan akan datang di hari kiamat dalam keadaan bangkrut. Bangkrut dari apa? bangkrut dari amal sholeh.
Jangan matikan hatimu dengan banyak makan dan minum. Sama seperti jika kita selalu menyiram tanaman dengan air, maka tanaman bisa mati (kelebihan air). Begitu juga badan dan hati kita, jika diisi denga banyak makan akan mati.
Orang yang banyak makan, pahamnya sedikit, cenderung bodoh. Makanya para penuntut ilmu makannya ala kadarnya, agar belajarnya tidak terbengkalai.
Kisah Nabi Yahya dan Iblis
Suatu ketika Nabi Yahya bertemu dengan Iblis. Iblis itu punya pengikat. Berkata Nabi Yahya, “ini apa ?”. Dijawab oleh iblis, “Ini adalah pengail dari syahwat nya anak cucu Adam“.
“Apa kau menjumpai pengail pada diriku ?” tanya Nabi Yahya.
Dijawab oleh iblis “La, tidak. Kecuali pada suatu malam kau tidur dalam keadaan kenyang. Dan aku buat kau berat dalam mengerjakan shalat“.
Lalu berkata Nabi Yahya “Aku berjanji setelah ini aku tidak akan mengenyangi perutku selama-lamanya“.
Lalu iblis berkata “Saya juga bersumpah, semenjak ini saya tidak akan memberi nasehat pada orang.”
Lalu bagaimana keadaan orang yang tidak pernah lapar dalam hidupnya ?
Nikmat begitu banyak untuk kita, maka syukuri nikmat itu.
Allah menegur Nabi Yahya dan berkata, “Andai Aku tampakkan keagungan surga dan neraka maka kau akan menangis dengan nanah (menggantikan air mata).”
Banyak ilmu yang kita dapatkan namun seringkali kita sulit untuk mempraktikannya. Bukan karena tidak tahu tapi karena sulit memerangi hawa nafsu.
Orang yang paling menuruti hawa nafsunya adalah orang yang paling sedikit amal ibadahnya. Dan orang yang paling sedikit amal ibadahnya pasti dialah orang yang merugi di hari kiamat.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ