بسم الله الر حمن الر حيم
Pernikahan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Salah satu firman Allah
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Wamin ayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwajan litaskunoo ilayha wa ja ‘ala baynakum mawaddatan warahmah inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Tujuan dari berpasangan adalah dari satu sama lain mendapat kenyamanan. Suami dan istri saling nyaman.
Yang paling utama harus nyaman adalah laki-lakinya terhadap perempuannya.
Perempuan solehah itu cirinya begitu dipandang menenangkan suaminya. Begitu bicara menenangkan.
Perempuan solehah tidak diukur dari banyaknya shalat, banyaknya puasa, kecuali dari muamalahnya pada suaminya.
Baru dari sisi nyaman, kemudian dilanjutkan dengan wa ja ‘ala baynakum mawaddatan warahmah, mengenal (satu sama lain) itu syarat. Hakikatnya pernikahan itu adalah ijab qobul dan seterusnya sampai akhir hayat.
Cinta itu Allah yang jamin. Allah berkata “Aku yang akan menanamkan cinta dan rahmat serta kasih sayang”. Oleh karena itu serahkan semuanya sama Allah.
Kita harus tahu satu hal. Orang-orang yang dikatakan berhasil adalah yang berhasil melalui fase sulit , bukan fase nikmat.
Sama seperti belajar mobil. Pertama belajar jalannya lurus, tapi apakah bisa langsung diberi SIM. Apakah dia bisa langsung dikatakan handal ? Kapan dikatakan handal, ketika berjalannya berliku, banyak kerikil, lubang, dia bisa tetap bisa membaa sampai tujuannya, inilah yang dikatakan lulus dan bisa menerima SIM nya.
Rumah tangga butuh kepandaian hati. Yang penting hati kita nyaman. Jika hati diawal banyak tuntut, tidak akan ketemu nyaman sama siapapun. Hatinya ditata. Hati senang, tapi suatu saat ada ujian kedepannya.
Kata Ulama, dari pernikahan simpan 3 hal.
- Luruskan niat diawal, mau ibadah menyempurnakan kelangsungan ummat manusia. Mau menjalankan sunnah Nabi. Buat ibadah. Dan jangan hanya ucapan saja. Shalat bersama, mengaji bersama. Yang menimbulkan ketenangan adalah niat ibadah bersama dalam setiap harinya.
- Jika niatnya benar, maka tahu tanggung-jawab perannya masing-masing. Istri mengurus rumah tangga suami, suami mendidik istri. Jangan dibalik perannya/fungsinya, istri tidak boleh dominan terhadap suami. Laki-laki yang dominan. Bukan harus menjadi ustadz/ulama. Tolak ukurnya adalah suami bisa membimbing untuk ke akhirat.
- Tutupin kekurangan satu sama lain. Seperti pada QS Al-Baqarah 187
… ﻫُﻦَّ ﻟِﺒَﺎﺱٌ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻟِﺒَﺎﺱٌ ﻟَﻬُﻦّ …
.. mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka ..
Kekurangan yang benar-benar kurang atau pun hanya bercandaan. Tutupi kekurangan pasangan, luar dalam, bahkan didepan anak-anakmu.
Istilahnya sama seperti, ketika baju istri yang robek, aurat suami yang kelihatan.
Kisah
Ada suatu kisah perempuan dilamar laki-laki. Perempuan itu bertanya “Kamu melamar saya bawa apa ?”. Laki-laki menjawab “Saya masih belum punya banyak ilmu”.
Kemudian perempuan bertanya lagi “Ayat Quran yang kamu hafal apa saja”. Laki-laki menjawab “Saya hafal juz amma”. Lalu ditimpali oleh perempuan “Sama kalau begitu”.
Kemudian perempuan bertanya lagi “Lalu, hafal hadits tidak ?”. Dijawab laki-laki “hafal paling cuma berapa puluh”. Lalu perempuannya menimpali lagi “Sama. Kalau begitu maju deh”.
Kemudian akhirnya mereka nikah. Mereka saling menghafal quran bareng, saling setor sampai akhirnya mereka hafal quran dan ratusan hadits.
Suatu ketika si istri pulang kerumah orangtuanya, dan suami menjemput ke rumah mertua dan menginap. Ketika menginap terbuka sebuah lemari dan suami menemukan ijazah sekolah istrinya dulu yang hafal quran sudah dari lama. Ijazah hadits Riyadus Sholihin.
Suami mengingat-ingat kapan pernikahan mereka tiga tahun lalu, namun ijazah yang ditemukan itu bertahun-tahun sebelum pernikahan mereka.
Lalu suaminya bertanya pada istrinya “Kamu sudah hafal quran ?”. Lalu dijawab istrinya “Sudah”. “Lalu kenapa bohong ?” tanya suaminya lagi. “Bohong dimana ?” jawab istrinya. “Waktu saya bertanya kamu hafal quran, kamu jawab juz amma, saya jawab ‘sama saya juga hafal juz amma'”.
Apa pelajaran dari kisah ini ? Istri tinggi ilmunya tapi tidak sombong. Tidak membuat minder calon suami karena kepintaran istrinya. Si suami kagum mengetahui kepintaran istrinya tapi mampu menutupi dari suaminya hanya ingin menjaga perasaan suaminya. Karena kepintaran yang ditunjukkan tidak menjamin kebahagiaan suaminya.
والله أعلمُ بالـصـواب